Ustadz Kabayan
Penulis : Arie Amar Ma’ruf
Editor : Nabil Arjuna Ma’ruf
Setting & Lay Out : Mia
Cover : Inet Medina
Alamat Koresponden :
Rumah Cinta 082214333175
Penerbit :
ARMEDIA
Dilarang memperbanyak isi buku
tanpa izin dari penulis
sebagai pemegang hak cipta
Daftar Isi
- Kabayan Mendapat Amanat
- Imam Shalat Mayat
- Alam Kubur
- Mushala yang Sepi
- Ustadz Baru
- Tabir Dzikir
- Menghapal Al-Qur’an
- Menunda-nunda Perbuatan Baik
- Tugas Berdakwah
- Ilmu Nabi Khidir
- Do’a Gundah Gulana
- Tubuh yang Sempurna
- Undangan Ceramah Pertama
- 40 Hari Wafatnya Ajengan Usup
- Syafa’at Rasulullah
- Undangan Acara Khitanan
- Manfaatkan Waktu
- Penyakit Hati
- Pengajian Ibu-ibu
- Islam, Iman, Ihsan
- Do’a Abu Nawas
- Undangan Acara Pernikahan
- Dosa Meninggalkan Shalat
- Ingin Membangun Mesjid
- Diundang Ceramah oleh Bupati
- Taubat
- Bersabar
- Asma’ul Husna
- Do’a
- Istighotsah
“Jika Allah menimpakan amanat kepada gunung, maka
gunung itu tak akan sanggup sehingga menjadi runtuh. Tapi kita manusia, diberi
napsu dan akal. Jika akal kita bisa menutup napsu, kita akan mampu melaksanakan
amanah itu. Jika kita mampu melaksanakan amanah, maka Allah akan memuliakan
kita di dunia dan akherat. Kapan kamu akan belajar mengemban amanah? Kalau kamu
merasa tidak sanggup mengemban amanah, lalu kapan kamu akan hidup mulia?”
Ustadz Kabayan
______________________________________
1 KABAYAN MENDAPAT AMANAT
Si Kabayan suatu waktu dipanggil oleh Ajengan Usup, sesepuh mushala di
kampung yang sudah berusia uzur. Kabayan datang memenuhi panggilan itu. Dalam
hati ia bertanya-tanya untuk apa Ajengan Usup memanggilnya? Perasaan ia tidak
punya salah apa-apa.
“Assalaamu’alaikum!”
Kabayan mengucapkan salam di depan pintu rumah Ajengan Usup yang sudah tua.
“Wa’alaikum salam!”
terdengar sahutan dari dalam rumah. Tapi bukan suara Ajengan Usup. Itu suara
Mak Sadiah isterinya.
Pintu rumah terbuka. Mak
Sadiah muncul.
“Eh Jang Kabayan, ayo masuk Jang,” kata Mak Sadiah.
“Mak, Ajengan Usup ke mana?”
tanya Kabayan.
“Lagi sholat dhuha,” sahut
Mak Sadiah.
Kabayan masuk, lalu
duduk di atas tikar. Mak Sadiah membawa teko dan cangkir plastik, lalu
menuangkan minuman teh hangat ke dalam cangkir.
“Gak ada apa-apa, Jang
Kabayan, cuma ada air teh,” kata Mak Sadiah.
“Cukup, Ma. Tidak perlu
merepotkan,” sahut Kabayan.
Beberapa saat kemudian
Ajengan Usup muncul dari dalam kamar masih menggunakan sarung.
“Assalaamu’alaikum,” ucap
Ajengan Usup.
“Wa’alaikum salam,” sahut
Kabayan. Ia lalu bangkit bersalaman sambil mencium tangan Ajengan Usup. Lalu
duduk kembali hampir bersamaan dengan Ajengan Usup.
“Ayo diminum dulu, Jang
Kabayan,” kata Ajengan Usup.
“Terimakasih, Pangersa
Ajengan,” ucap Kabayan. Ia lantas meminum teh hangat itu beberapa teguk.
Kerongkongan dan perutnya terasa hangat.
“Begini, Kabayan. Aku
memanggilmu karena ada yang ingin kusampaikan. Kamu lihat kan? Aku sudah tua,
mungkin beberapa saat lagi aku akan dipanggil ke hadapan Allah. Satu hal yang
aku khawatirkan adalah siapa yang akan meneruskan perjuanganku melaksanakan
syi’ar agama Islam di kampung ini?”
Sesaat Ajengan Usup
menghentikan ucapan-nya. Ia
mereguk teh dari cangkirnya.
“Kampung kita ini berat.
Walaupun kampung kecil tapi penuh dengan masalah. Tidak ada orang di kampung
ini yang mengirimkan anaknya ke pesantren. Anak-anak muda lebih suka nongkrong
saat waktu maghrib di warung. Kemaksiatan terjadi hampir setiap saat.
Masyarakatnya banyak yang miskin tetapi sombong, banyak yang bodoh tetapi
sombong. Ada beberapa orang kaya tetapi munafik dan tidak peduli kepada
kemajuan agama. Kamu lihat, sampai hari ini tempat ibadah kita hanya sebuah
mushola yang kecil dan sudah tua, sementara di sana-sini dibangun rumah-rumah
tembok yang besar dan kokoh. Seharusnya bangunan rumah tidak boleh lebih bagus
daripada tempat ibadah.”
Kabayan mengangguk-angguk.
Memang benar apa yang dikatakan oleh Ajengan Usup. Ia melihat dan merasakannya
sendiri kehidupan di kampungnya.
“Maaf, bagaimana
munafiknya orang kaya itu?” tanya Kabayan menyela.
“Ciri orang munafik ada
tiga. Apabila berkata ia dusta, apabila berjanji ia ingkar, apabila dipercaya
ia khianat. Ia dusta kalau diminta sumbangan mengatakan sedang tak punya uang
padahal memiliki banyak harta. Ia ingkar karena selalu berjanji akan membantu
perjuangan agama tapi tak pernah dilakukannya. Ia khianat karena dititipi harta
oleh Allah tapi zakatnya dan sodaqahnya tidak diberikan kepada fakir miskin dan
kepentingan agama.”
Kembali Kabayan
mengangguk-angguk.
“Aku ingin hidup seribu
tahun lagi, berjuang untuk membela kepentingan agama. Aku ingin menjadikan
penduduk di kampung ini taat kepada Allah. Tapi hal itu tidak mungkin. Aku
terlambat datang ke kampung ini. Aku baru lima tahun di sini. Kalau sejak dulu,
saat aku masih muda, mungkin aku bisa berbuat yang lebih banyak untuk kampung
ini. Sekarang tubuhku sudah rapuh, berdiriku sudah tak tegak lagi, napasku
sudah terasa berat, pandanganku sudah hampir gelap, telingaku sudah hampir
tuli. Sekarang aku berharap banyak kepadamu Kabayan. Teruskan perjuanganku.
Kuserahkan pengelolaan mushala padamu. Mulai sekarang kamu harus jadi imam
shalat, harus mengajar anak-anak mengaji.”
Kabayan terperanjat.
“Kamu
juga harus berceramah
dalam pengajian mingguan di
mushala kita.”
“Mohon maaf, Ajengan, saya
orang bodoh, saya tidak bisa apa-apa,” kata Kabayan.
“Kamu sudah hapal
Al-Qur’an tiga puluh juz?” tanya Ajengan Usup.
“Bobor-boro...”
“Setengahnya hapal?”
“Boro-boro....”
“Satu juz hapal?”
“Belum.”
“Surat apa saja yang kamu
sudah hapal dari Al-Qur’an?”
“Cuma surat Al-Fatihah dan
surat-surat pen-dek,” sahut Kabayan.
“Alhamdulillah!”
“Kok alhamdulillah? Saya
cuma hapal segitu,” kata Kabayan.
“Kalau kamu hapal surat
Al-Fatihah dan surat-surat pendek, kamu sudah punya modal menjadi imam shalat.
Syukurilah, karena masih banyak manusia di dunia ini yang belum tahu Al-Qur’an
dan cara membacanya, sedangkan kamu sudah hapal beberapa surat. Itu anugerah
yang sangat besar bagimu,” kata Ajengan Usup.
Kabayan terdiam.
“Kamu pernah mempelajari
kitab kuning apa?”
“Tidak pernah, tidak satu
pun.”
“Tapi kamu sering
kelihatan membaca buku. Buku apa?”
“Buku cerita silat dan
cerita umum,” Kabayan malu-malu.
Ajengan Usup tersenyum.
“Itu juga gak apa-apa.
Nanti juga akan terpanggil membaca buku-buku tentang agama. Islam menyuruh kita
bersemangat untuk iqra! Iqra! Dan Iqra bismirabbikall adzim! Baca! Baca! Baca
atas nama Tuhan-Mu! Bacalah buku yang bermanfaat untuk menambah ilmu dan
wawasan kita. Kita jangan bodoh. Sayidina Ali r.a. berkata, ‘Kebodohan adalah
kematian. Kebodohan adalah bencana. Kebodohan adalah pangkal semua keburukan.
Kebodohan merusak hari kiamat’.”
Kabayan mengangguk-angguk.
“Jangan berkecil hati
karena saat ini kamu hanya hapal Surat
Al-Fatihah dan surat-surat pendek, masih ada kesempatan bagimu untuk menambah hapalan
Al-Qur’an. Kamu masih muda, Kabayan. Masih banyak ayat Al-Qur’an yang bisa kamu
hapal jika kamu ada kemauan. Di alam kubur nanti, orang yang hapal sedikit saja
ayat Al-Qur’an, ia akan diberi cahaya.
Jika ia hapal semuanya,
maka kuburannya akan
terang benderang.”
Kabayan tertunduk, ia
menyadari kelalaiannya selama ini. Di rumahnya ada Al-Qur’an tapi tersimpan di
atas lemari penuh dengan debu. Jarang dibaca apalagi sampai dihapal.
“Walau pun kamu hanya
punya sedikit ilmu pengetahuan, tapi ilmu itu akan bermanfaat jika kamu
amalkan. Balighu anni walau ayat, sampaikan ilmu kamu walau satu ayat.
Sebaliknya walau kamu punya ilmu yang banyak tetapi tidak diamalkan, kamu akan
tersiksa karenanya. Dengan Surat Al-Fatihah dan surat-surat pendek yang kamu
hapal, maka mulailah kamu mengamalkannya. Kutitipkan mushala kecil kita padamu.
Suatu saat nanti bangunlah mesjid yang besar, sehingga mesjid itu penuh oleh
orang-orang yang bertaqwa, dan dari mesjid itu akan muncul orang-orang shaleh
yang akan berjalan-jalan menyebarkan agama Allah ke seluruh permukaan bumi.”
Kabayan tercekat, hatinya
bergetar, tubuhnya berkeringat. Sungguh ia tak akan sanggup melaksanakan
keinginan Ajengan Usup. Ia hanyalah manusia bodoh dan lemah. Bagaimana bisa
mewujudkan semua itu?
“Saya tidak sanggup,
Pangersa Ajengan,” ucap Kabayan.
“Jika Allah menimpakan
amanat kepada gunung, maka gunung itu tak akan sanggup sehingga menjadi runtuh.
Tapi kita manusia, diberi napsu dan akal. Jika akal kita bisa menutup napsu,
kita akan mampu melaksanakan amanah itu. Jika kita mampu melaksanakan amanah,
maka Allah akan memuliakan kita di dunia dan akherat. Kapan kamu akan belajar
mengemban amanah? Kalau kamu merasa tidak sanggup mengemban amanah, lalu kapan
kamu akan hidup mulia?”
Kabayan tertunduk.
Perbincangan mereka
terhenti karena memasuki waktu dhuhur.
Kabayan turun mengikuti
Ajengan Usup menuju mushala yang tak jauh dari rumah itu. Mereka wudhu di air
pancuran. Kemudian Kabayan adzan.
“Allaahu Akbar Allaahu
Akbar!” suara Kabayan
yang sumbang melantunkan takbir mengawali adzan.
“Allaahu Akbar!” sahut
Ajengan Usup.
Dengan keterbatasan
suaranya yang jauh dari bagus, Kabayan melanjutkan adzannya hingga selesai.
Setelah shalat sunat
rawatib, kemudian mereka melaksanakan shalat dhuhur bersama.
***
Ustadz Kabayan
______________________________________
2 IMAM SHALAT MAYAT
Seminggu kemudian kampung itu diliputi suasana duka, Ajengan Usup meninggalkan
dunia fana beserta cita-cita besarnya yang belum sempat terwujud. Ia meninggal
dunia selepas shalat Subuh. Ia ditemukan sedang berdzikir sambil menyandar ke
dinding mushala. Tangannya masih memegang butir-butir tasbih.
Kematian Ajengan Usup
mengagetkan semua orang. Tak hanya keluarganya, tetapi seluruh masyarakat di
kampung itu. Karena ia tidak nampak sakit. Malah sempat menjadi imam shalat
Subuh yang diikuti oleh beberapa orang yang dekat ke mushala.
Inilah kematian yang sering diceritakan oleh
Ajengan Usup kepada semua orang, bahwa kematian itu pasti akan datang. Seperti
yang disebutkan dalam Kitab Suci Al-Qur’an Surat Al-Jumu’ah ayat 8. Katakanlah: "Sesungguhnya
kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan
menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui
yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu
kerjakan."
Apalagi Si Kabayan. Ia seakan tak percaya. Seminggu
yang lalu Ajengan Usup mengundangnya untuk datang ke rumahnya, memberikan
beberapa nasehat dan memberikan amanat kepadanya untuk menjadi imam di mushala.
Tapi ia belum menyanggupi amanat itu karena merasa belum pantas menjadi seorang
imam shalat. Inilah rahasia di balik amanat itu, Ajengan Usup memberikan amanat
kepada dirinya karena orang tua shaleh itu akan meninggalkan dunia. Setelah ia
meninggal, siapa yang akan menjadi imam, mengajar mengaji dan berceramah dalam
acara pengajian mingguan di mushala itu, kalau tidak diamanatkan. Tapi kenapa
harus aku yang bodoh dan lemah yang harus menerima amanat itu? Begitu Kabayan
bertanya dalam hatinya.
Kabayan segera datang ke
rumah duka. Ia membantu mengurus mayat. Sebetulnya ia takut melihat mayat dan
memegangnya. Kalau malam tidak bisa tidur karena mayat itu selalu terbayang.
Tapi karena yang meninggal seorang tua yang shaleh, Kabayan tidak takut. Masa orang
shaleh akan datang menghantuinya?
Setelah dimandikan,
jenazah Ajengan Usup dikafani, kemudian dibaringkan di tengah rumah. Semua
orang yang hadir menatap mayat itu. Dalam hati mereka terguncang, aku juga
pasti akan mengalami kematian. Terbujur kaku dibungus kain kafan. Putus sudah
semua urusan dengan dunia. Akan ditinggalkan seluruh kekayaan yang dimiliki
dengan susah payah, akan ditinggalkan seluruh keluarga yang selama ini dicintai
dan dinafkahi sekuat tenaga. Kadang harus menghalalkan segala cara.
“Kabayan! Kamu yang
memimpin shalat mayat!” kata Pak Soleh.
“Apa?” Kabayan kaget.
“Iya, kamu jadi imam
sholat mayat.”
“Sembarangan! Pak Soleh
yang sudah tua dong!” Kabayan sewot.
“Tua-tua juga gak bisa
apa-apa,” kata Pak Soleh.
“Apalagi aku,” sahut
Kabayan cemas.
“Hanya kamu orang di
kampung ini yang pernah masuk pesantren.”
“Cuma pesantren kilat! Gak
tamat karena tergoda main layang-layang,” kata Kabayan.
“Mau pesantren kilat mau
pesantren apa, pokoknya pernah masuk pesantren!” tegas Pak Soleh.
Kabayan gemetar. Benarkah
ia harus memimpin shalat mayat? Oh betapa menyesalnya ia tinggal di sebuah
kampung yang diisi oleh orang-orang yang bodoh mengenai agama, sehingga
memimpin shalat mayat pun tak bisa! Ia dulu pernah belajar, tapi lupa lagi
karena jarang dipakai.
Orang-orang berkerumun
menunggu ada yang memimpin shalat mayat. Sebenarnya banyak orang tua yang
memakai kopiah dan baju koko, namun hanya sekedar memberi kesan seolah mereka
orang alim, padahal mereka tidak tahu bagaimana
bacaan shalat mayat.
“Siapa yang siap menjadi
imam shalat mayat?” tanya Pak Soleh selaku orang yang dituakan di kampung itu.
Semua orang saling tunjuk.
Tapi tak ada yang mau maju.
“Tuh kan Kabayan, tidak
ada yang sanggup. Harapan satu-satunya hanya kamu,” kata
Pak Soleh pada Kabayan.
Astaghfirullaahal adzim,
kebanyakan tua-tua keladi, sudah tua tapi tidak bisa apa-apa, tapi kepada
perbuatan maksiat menjadi-jadi. Kabayan geleng-geleng kepala. Apa artinya
memakai kopiah dan baju koko kalau jadi imam shalat mayat saja tidak ada yang
bisa.
Kabayan sesaat tertegun.
Tiba-tiba ia teringat kepada Mak Sadiah isteri almarhum. Mak Sadiah pasti tahu tata cara shalat mayat.
Ia segera mencarinya. Didapatinya Mak Sadiah baru saja habis berwudhu di dapur.
“Mak, tidak ada yang memimpin
shalat mayat. Tidak ada yang bisa. Saya juga lupa lagi, tolong kasih tahu saya,
Mak,” kata Kabayan malu-malu.
“Takbirnya empat kali.
Takbir pertama baca surat Al-Fatihah, takbir kedua baca shalawat, takbir ketiga
baca Allahhummaghfirlahu, takbir keempat baca Allahumma laa tahrimna ajrahu.
Terus salam.”
“Terima kasih, Ma. Saya
ingat sekarang,” wajah Kabayan berseri-seri.
Kabayan segera kembali ke
tengah rumah.
“Pak, biar saya yang
memimpin shalat mayat,” kata Kabayan kepada Pak Soleh.
“Syukurlah,” Pak Soleh
nampak gembira.
Kabayan maju ke depan
dekat mayat Ajengan Usup. Beberapa saat ia menatap hadirin.
“Assalaamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh!”
Kabayan memberi salam kepada semua hadirin.
“Wa’alaikum salam
warahmatullaahi wabarakaatuh!” sahut hadirin.
“Bapak-bapak dan ibu-ibu
sekalian, kita akan melaksanakan shalat mayat. Sebelumnya saya akan
mengingatkan kepada semuanya bagaimana pelaksana-an shalat mayat. Ada empat
takbir. Tidak ada ruku dan tidak ada sujud. Setelah takbir pertama kita membaca
Surat Al-Fatihah, setelah takbir kedua membaca shalawat, setelah takbir ketiga
membaca Allahhummaghfirlahu, setelah takbir keempat membaca Allahhumma laa
tahrimna ajrahu. Niatnya, niat saya shalat mayit Usup bin Ahmad karena Allah
Ta’ala. Paham semuanya?”
“Pahaaamm!” sahut
semuanya.
Kemudian Kabayan memimpin
shalat.
“Allaahu Akbar!” Kabayan
memulai shalat.
“Allaahu Akbar!” semuanya
mengikuti.
Tak lama kemudian
pelaksanaan shalat mayat selesai. Kabayan melanjutkan dengan do’a yang ia tahu,
do’a sapu jagat, ”Rabbana aatina piddunya hasanah, wafil
aakhirati hasanah, waqinaa
adzaabannar.”
Kabayan memandang hadirin
semuanya.
“Bapak-bapak dan ibu-ibu
semuanya, apakah mayat ini mayat yang baik?”
“Yaaa!” sahut semuanya.
“Alhamdulillaahi rabbil
‘aalamiin.”
Semuanya bubar. Sebagian
mempersiapkan sarung dan bambu untuk menggotong mayat, sebagian menunggu di
luar.
“Pak Soleh, liang lahat
sudah siap,” kata seorang warga.
“Baiklah, ayo gotong
mayatnya!” perintah Pak Soleh.
Orang-orang yang
masih muda menggotong
mayat Ajengan Usup menuju ke tempat pemakaman yang tak jauh dari rumah.
“Laailaaha illallah!
Laailaaha illallah! Laailaaha illallah!” semuanya bertahlil mengiringi jenazah.
Bulu kuduk merinding
mendengarnya.
Mak Sadiah berlinang air mata mengiringi jenazah
suaminya.
“Pak, berpuluh-puluh tahun
kita bersama. Kita telah mengalami suka dan duka bersama sebagai suami isteri.
Tapi hari ini adalah saat yang paling berduka bagiku. Putus sudah pahala bagiku
karena mengabdi padamu, tak akan ada pahala bagiku karena mencuci pakaianmu,
karena memasak untukmu, karena memberikan selimut untukmu saat kamu sakit.
Putus sudah pahala bagi Bapak yang telah memberikan nafkah buat istrimu, yang
telah membelikan pakaian, yang telah memberiku segala macam yang membuat hatiku
senang. Tak akan ada lagi acara shalat malam bersama, mengaji Kitab Suci
Al-Qur’an bersama. Tapi walau aku sedih, aku ridha kau menghadap Allah lebih
dulu. Semoga aku tetap bisa mengabdi kepada Allah dalam sisa hidupku. Semoga
kita bertemu nanti di surga Allah yang kekal....”
Sesampainya di pemakaman,
ternyata tak ada yang mau turun ke liang lahat. Semuanya takut. Kabayan segera
menarik tangan Pak Soleh. Mau tak mau orang tua itu turun ke liang lahat.
“Aku bagian kakinya,” Pak
Soleh gemetar.
“Kenapa?” tanya Kabayan.
“Aku gak mau bagian
kepalanya, takut,” bisik Pak Soleh.
“Satu orang lagi
turun! Kamu Undang turun!”
Pak Soleh menyuruh Pak Undang anak buahnya untuk turun.
Pak Undang bingung. Mau
turun takut megang mayat, tidak turun takut dimarahi oleh Pak Soleh. Akhirnya
dengan perasaan tak menentu ia turun. Tubuhnya terasa melayang-layang tak
menentu saat berada di liang lahat.
Jenazah Ajengan Usup
didekatkan ke liang lahat, Kabayan, Pak Soleh dan Pak Undang menerimanya dari
bawah.
Demi Tuhan! Ini yang
pertama bagi Kabayan mmenguburkan orang yang meninggal. Biasanya ia melihat
dari jauh jika ada yang meninggal. Ajengan Usup yang biasanya bersusah payah
menguburkan orang yang meninggal. Kalau bukan jenazah Ajengan Usup, Kabayan tidak
mau sampai turun ke bawah karena takut.
Mayat Ajengan Usup
diletakkan di dalam tanah dengan muka menghadap ke arah kiblat. Beberapa bagian
diganjal dengan tanah bulat agar posisi mayat tidak berubah. Setelah itu
dipasangi papan, setelah papan terpasang rapi, kemudian diurug dengan tanah
perlahan-lahan.
Tergesa-gesa Pak Soleh
naik. Kakinya gemetar karena ingin cepat sampai ke atas. Ia melotot kepada
warga yang berada di atas karena lama menariknya. Pak Undang juga sama. Ia
segera menyusul naik ke atas dengan tubuh lesu. Diikuti oleh Kabayan yang naik
paling akhir. Ketiganya tak percaya baru
saja menguburkan mayat manusia.
Liang lahat itu diurug
dengan tanah hingga penuh. Lalu dijejal dengan kaki agar menjadi padat.
Kemudian dipasangi nisan sementara yang terbuat dari bambu.
“Pak Soleh, ayo pidato
belasungkawa,” kata Kabayan.
“Kamu saja sekalian, aku
takut salah,” kata Pak Soleh.
“Saya juga belum pernah.”
“Tanggung, biar pahalanya
diborong sama kamu,” ucap Pak Soleh.
Kabayan akhirnya mengalah.
“Assalaamu’alaikum
warahmatullaahi wabarakaatuh!” Kabayan mengucapkan salam.
“Wa’alaikum salam
warahmatullaahi wabarakaatuh!” sahut semuanya.
“Innalillaahi wainna
ilaihi raaji’un! Hadirin semuanya, baru saja kita menyaksikan penguburan
seorang hamba Allah, Ajengan Usup bin Ahmad yang kita cintai. Ini adalah sebuah
bukti nyata bagi kita semua, bahwa semua manusia akan mati dan masuk ke alam
kubur. Maka putus sudah segala amalannya, kecuali ada tiga perkara. Yang
pertama shadaqah jariah, kedua ilmu yang berguna, ketiga do’a anak yang shaleh.
Hadirin sekalian, maka
belajarlah dari orang yang telah kita kuburkan ini, kita semua akan mati dan
masuk ke alam kubur. Kita akan dihidupkan kembali di alam kubur untuk
mempertanggungjawabkan segala perbuatan kita di dunia. Sungguh celaka bagi
orang-orang yang berdosa, karena siksa kubur sangat dahsyat serta mengerikan.
Maka bagi orang-orang yang berpikir dan bisa mengambil pelajaran dari peristiwa
kematian orang lain, segeralah bertobat. Dan berdo’alah sebanyak mungkin agar
selamat dari siksa kubur.
Demikian yang bisa saya
sampaikan. Wassalaamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh!”
“Wa’alaikum salam
warahmatullaahi wabarakaatuh!”
Semuanya kemudian
meninggalkan pemakaman.
Kabayan memapah Mak Sadiah
ditemani oleh Pak Soleh.
“Mak, sabar ya....”
“Emak ridha Jang Kabayan.
Tetapi Emak sekarang tidak punya siapa-siapa lagi,” kata Mak Sadiah pilu.
“Mak, mulai sekarang
anggap saya anak Emak, saya pun akan menganggap Mak Sadiah sebagai ibu saya.”
“Terima kasih, Jang Kabayan.”
Kabayan memapah Mak Sadiah
sampai ke rumahnya.
Beberapa orang warga
menemani Mak Sadiah sambil menghibur wanita yang sudah tua itu agar tidak
terlalu bersedih setelah ditinggalkan oleh suaminya untuk selama-lamanya.
***
Ustadz Kabayan
______________________________________
3 ALAM KUBUR
Sepulang dari acara penguburan Ajengan Usup, Kabayan nampak murung. Baru kali ini
ia menguburkan orang yang meninggal, itu juga karena terpaksa karena tak ada
yang bisa melakukan penguburan. Untung saja ia pernah melihat acara penguburan
waktu Abahnya meninggal lima tahun yang lalu. Tapi bukan hal itu yang
membuatnya murung. Ia membayangkan liang lahat yang tadi dimasukinya. Jika
dirinya yang terbaring di liang lahat itu, lalu ditutup dengan papan yang
rapat, selanjutnya diurug dengan tanah. Betapa sempitnya, dan betapa gelapnya
tempat dirinya dibaringkan. Kemudian datanglah Malaikat Munkar dan Nakir yang
menyeramkan. Berkata dengan suara yang keras seperti suara geledek.
“Selamat datang di alam kubur! Tempat persinggahan
pertama dalam perjalanan menuju akherat! Bersiaplah menjawab pertanyaanku! Jika
kamu bisa menjawabnya, kamu akan selamat! Jika kamu tidak bisa menjawabnya!
Kuburan ini akan menjadi tempat siksaan bagimu!”
Kabayan tak sanggup membayangkannya. Tubuhnya
menggigil. Keringat dingin merembes membasahi tubuhnya.
“Abi kenapa?”
istrinya cemas melihat keadaan Kabayan.
“Tidak apa-apa, Umi. Tolong ambilkan air putih,”
kata Kabayan.
Istri Kabayan segera mengambilkan air untuk
suaminya. Tak lama kemudian ia datang membawa segelas air lalu diserahkan
kepada suaminya. Kabayan segera meminumnya. Ia kemudian tiduran di tengah
rumah.
Alam kubur adalah alam yang menakutkan bagi
orang-orang yang meyakini adanya siksa kubur. Kedahsyatan siksa kubur sungguh
menggetarkan jantung dan membuat bulu kuduk merinding. Sayidina Umar r.a.
setiap kali menziarahi kubur selalu menangis terisak-isak sehingga janggutnya
basah dengan air mata. Seseorang bertanya kepada beliau, “Tuan tidak pernah
menangis ketika mendengar berita-berita tentang surga dan neraka, tetapi
mengapa Tuan menangis ketika menziarahi kuburan?”
Beliau menjawab, “Kubur adalah tempat persinggahan
pertama dalam perjalanan menuju alam akherat. Barangsiapa selamat di tempat
persinggahan pertama ini, maka persinggahan-persinggahan berikutnya akan mudah.
Sebaliknya barangsiapa gagal di tempat persinggahan pertama ini, maka akan
menerima berbagai kesulitan di persinggahan-persinggahan berikutnya.”
Selanjutnya beliau berkata, “Aku pernah mendengar
Rasulullah SAW bersabda, ‘Tidak pernah aku menyaksikan suatu kejadian yang
lebih menakutkan daripada peristiwa yang terjadi di alam kubur’.”
Siti Aisyah r.a. meriwayatkan, “Setiap selesai
shalat Rasulullah SAW selalu memohon perlindungan dari siksa kubur.”
Sabda Rasulullah, “Aku khawatir kamu tidak akan
menguburkan mayat-mayat karena gentar dan takut jika aku berdo’a kepada Allah
SWT supaya memperlihatkan kepada kalian keadaan azab kubur. Setiap makhluk
pernah mendengar suara siksa kubur, kecuali manusia dan jin.”
Dalam sebuah hadits diceritakan, suatu waktu
Rasulullah sedang berada dalam sebuah perjalanan, tiba-tiba Unta yang
dikendarai beliau tidak mau melanjutkan perjalanan.
Seseorang bertanya, “Mengapa begini ya Rasulullah?”
Rasulullah menjawab, “Ada seseorang yang sedang
disiksa di alam kuburnya, suara siksaan kubur itu terdengar oleh Unta ini,
itulah yang menyebabkan ia takut dan tak mau berjalan melintasi tempat itu.”
Alam kubur adalah alam yang membatasi antara dunia
dan akherat. Alam kubur adalah tempat persinggahan sementara sebelum kejadian
kiamah. Di alam kubur, manusia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya selama
hidup di dunia.
Jika seorang manusia mati dalam keadaan baik, maka
tanah pekuburan akan memberikan sambutan yang menyenangkan.
“Hai
manusia, waktu di dunia kamu termasuk orang shaleh, giat beribadah, suka
menolong, maka aku sangat sayang kepadamu. Sekarang kamu sudah masuk ke alam
kubur, aku akan lebih sayang kepadamu.” Selanjutnya alam kubur menjadi luas,
serta dihiasi dengan taman surga.
Jika seorang manusia mati dalam keadaan durhaka,
maka tanah pekuburan akan memberikan sambutan yang bengis.
“Hai manusia, celakalah kamu! Kamu melupakan alam
kubur. Apakah kamu tidak mengetahui kalau alam kubur itu adalah rumah yang
penuh dengan fitnah!? Rumah yang gelap! Rumah untuk sendirian! Rumah yang penuh
dengan cacing! Dahulu kamu kalau melewati pekuburan suka berbicara kasar! Tidak
punya sopan santun! Aku dahulu benci kepadamu! Sekarang aku lebih benci
kepadamu! Tunggu siksa kubur untuk dirimu!” Selanjutnya tanah kuburan menyeret
jasad si mayat, digencet sampai tulang-tulangnya berbunyi, tulang rusuk yang
kiri dan yang kanan beradu kemudian hancur berantakan. Tulang dan daging
terpisah. Tulangnya bersatu, dagingnya menjadi santapan cacing, kalajengking, dan
segala macam binatang di dalam tanah yang sudah dipersiapkan untuk menyiksa
mayat orang durhaka.
Siksa kubur sangat berat bagi orang yang berdosa.
Menurut keterangan, banyak yang disiksa di alam kubur karena tidak menjaga
najisnya. Saat buang air kecil gegabah sehingga mengenai celana atau kain yang
dipakainya. Atau setelah buang air kemaluannya tidak dicuci dengan benar
sehingga mengotori celana yang dipakainya. Selain itu siksa kubur menimpa orang
yang suka membicarakan keburukan orang lain (ghibah), iri, dengki, hasud, suka
terlewat waktu shalat, suka melakukan perbuatan maksiat, serta dosa-dosa
lainnya.
Kabayan tertidur pulas, tapi menjelang maghrib,
tiba-tiba ia berteriak-teriak.
“Tolooong! Tolong Mak! Tolooong!”
Isteri Kabayan kaget dan segera membangun-kan
suaminya.
“Ada apa Abi?”
“Mimpi... mimpi mau dikubur...” sahut Kabayan
dengan napas terengah-engah. Tubuhnya dibasahi keringat.
***
Ustadz Kabayan
______________________________________
4 MUSHALA YANG SEPI
Mushala kecil peninggalan Ajengan Usup yang terletak di tengah kampung, kini
sepi. Tak ada yang shalat berjama’ah karena tak ada imam shalatnya. Anak-anak
yang ramai mengaji kalau malam hari selepas maghrib, kali ini tak terdengar
lagi. Kematian Ajengan Usup mematikan kegiatan agama di kampung tersebut. Hal
itu berlangsung beberapa hari. Ketika malam datang, suara sunyi senyap
mencekam. Selepas maghrib tak ada orang yang keluar dari dalam rumah.
Orang-orang yang biasa shalat di mushala ketika Ajengan Usup masih ada,
sekarang lebih memilih shalat di rumah masing-masing. Sedangkan anak-anak yang
biasa mengaji kepada Ajengan Usup, mereka tidak ngaji dan dengan senang hati
duduk di depan televisi menonton film bersama orang tuanya.
Kabayan
merasa gelisah. Amanat Ajengan Usup sebelum meninggal terdengar dan terbayang
olehnya. Ia dicengkram rasa bersalah membiarkan mushala itu menjadi sepi. Dalam
kegelisahan yang menderanya itu, Kabayan
membuka Kitab Suci Al-Qur’an yang telah sekian lama berada di atas lemari dalam
keadaan penuh debu. Ia bersihkan debu-debu yang menempel di bagian sampul kitab
suci itu.
Al-Qur’an adalah
mukjizat yang disampaikan kepada Nabi akhir zaman Muhammad
SAW. Di dalamnya banyak petunjuk, peringatan, ancaman, obat, sejarah, masa
lalu, masa sekarang, masa depan, keindahan, keagungan, lautan ketenangan
sekaligus undang-undang dari Allah. Sebuah al-kitab yang disucikan dan terjamin
keasliannya hingga akhir zaman. Kalimat Al-Qur’an adalah kalimat yang paling
mulia yang berasal dari langit Allah SWT melalui kekasih-Nya, Rasulullah
Muhammad SAW. Setiap hurupnya diganjar sepuluh pahala bagi orang yang
membacanya. Sebagai pelita di alam kubur yang gelap pekat dan menakutkan. Jika
Al-Qur’an dibaca di sebuah rumah pada tengah malam, rumah itu akan bercahaya
membumbung ke langit. Itu hanya dapat dilihat oleh para ahli hikmah, dan
menjadi lentera antara langit dan bumi. Betapa ruginya manusia yang
menyia-nyiakan Al-Qur’an.
Hati manusia akan bergetar
manakala Al-Qur’an dilantunkan dengan khusyu menyatukan pikiran dan hati untuk
mengikuti ayat-ayat yang dibacanya. Apabila yang membacanya menghadirkan hati
dan pikiran, air mata akan berderai membasahi kedua pipinya. Ruh berasal dari
Lauh Mahfud dari sisi Tuhan, begitu pula Al-Qur’an. Jika keduanya bertemu dalam
situasi yang bersih, pertemuan itu akan menjadi awal persahabatan. Persahabatan
ruh kita dan Al-Qur’an akan berbuah kerinduan, maka tergeraklah hatinya untuk
selalu ingin membaca Al-Qur’an. Bagaikan sepasang kekasih yang sedang dilanda
rindu, maka sehari saja tak membaca Al-Qur’an, hatinya akan terasa hampa. Ia
ingin selalu bertemu dengan Al-Qur’an
dan
membacanya.
Kitab (Al-Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk
bagi mereka yang bertaqwa. (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang
mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada
mereka. Dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al-Quran) yang telah diturunkan
kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin
akan adanya (kehidupan) akhirat. Mereka itulah
yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang
beruntung. (QS-Al-Baqarah : 2-5)
Dan Kami turunkan dari Al-Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi
orang-orang yang beriman dan Al-Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang
yang dzalim selain kerugian. (QS Al-Israa : 82)
Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah
supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran
orang-orang yang mempunyai pikiran. (QS Shaad : 29)
Sesungguhnya atas tanggungan
Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila
Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu. (QS Al-Qiyaamah :
17-18)
Kabayan membuka kembali Surat
Al-Fatihah dan surat-surat pendek. Ia membaca dan memperhatikan bacaannya agar
tidak salah. Dalam hatinya telah tertanam sebuah tekad, ia akan melaksanakan
amanat dari Ajengan Usup untuk mengelola mushala itu dan memakmurkannya. Tak
apa-apa, saat ini ia hanya hapal Surat Al-Fatihah dan surat-surat pendek,
tetapi mulai hari ini ia akan berusaha untuk menghapal ayat-ayat Al-Qur’an yang
lebih banyak. Selama ini banyak waktunya yang terbuang, hanya dipakai untuk
bersantai dan melamun, mengkhayalkan berbagai keinginan yang berfokus pada kesenangan
duniawi. Andai saja pada waktu-waktu kosong itu dipakai untuk membaca Al-Qur’an
dan menghapalkannya, tentu telah banyak ayat-ayat Al-Qur’an yang bisa ia
hapalkan.
“Ya Allah. Ampuni aku atas
kelalaianku selama ini, aku Si Kabayan yang bodoh dan lemah ini berjanji akan
memulai lembaran hidup baru dalam kehidupan yang memiliki tujuan, bukan
kehidupan dunia yang penuh tipu daya. Bukakan jiwa dan pikiranku untuk meraih
ridha-Mu dengan membaca dan menghapal ayat-ayat-Mu yang suci.”
Rasulullah bersabda, “Sebaik-baiknya kamu adalah orang yang
mempelajari Al-Qur’an dan yang mengajarkannya.”
Rasulullah bersabda, “Tidak boleh dengki, kecuali kepada dua
orang; Orang yang diberi Al-Qur’an oleh Allah, kemudian ia membaca di
pertengaham malam dan siang. Dan orang yang diberi harta, kemudian
menginfakkannya di pertengahan malam dan siang.”
Saikhul Islam
Ibnu Qoyim berkata,
“Kan-dungan Al-Qur’an seluruhnya mengembalikan segala sesuatu kepada
Allah Azza Wa Jalla. Kendali seluruh perkara ada di tangan-Nya, dan dari-Nya
semua perkara berasal dan kepada-Nya berpulang. Dia bersemayam di singgasana
kerajaan-Nya. Tidak ada sesuatu yang terkecil sekalipun di seluruh penjuru
kerajaan-Nya yang samar bagi-Nya. Dia Maha Mengetahui jiwa hamba-Nya, melihat
segala rahasia dan yang dhahir (tampak). Dia hanya sendirian mengatur
kerajaan-Nya. Dia mendengar, melihat, memberi, menahan rezeki, mengganjar,
menyiksa, memuliakan seseorang dan menghinakannya, mencipta dan menganugerahi
rezeki, menghidupkan dan mematikan. Dia juga sendiri berkuasa dan memberi
ketetapan, mengatur seluruh perkara baik yang kecil maupun yang besar, yang
turun dari-Nya dan naik kepada-Nya. Tidak ada sesuatu benda pun bergerak
kecuali dengan izin-Nya, dan tidak ada selembar daun pun yang jatuh terkulai
melainkan diketahui-Nya.
Perhatikanlah! Bagaimana
engkau dapati Dia memuji diri-Nya, mengagungkan diri-Nya dan menasehati para
hamba-Nya, menunjuk mereka kepada hal-hal yang membahagiakan dan menyenangkan
mereka, dan menganjurkan mereka untuk mengakrabi-Nya. Dia mengingatkan para
hamba-Nya dari hal-hal yang merugikan dan mencelakakan mereka. Kepada mereka
Dia memperkenalkan nama-nama dan sifat-Nya serta menanamkan cinta dengan
serba-serbi nikmat karunia-Nya dan dengan nikmat-Nya itu Dia mengingatkan dan
memerintahkan mereka untuk melakukan hal-hal yang mendatangkan kesempurnaan
bagi mereka, sedang Dia pun mengingatkan mereka akan azab-Nya yang pedih.
Dia pun mengingatkan para
hamba-Nya bahwa mereka akan meraih kemuliaan manakala mentaati-Nya dan akan
mendapatkan kehinaan dan siksa apabila menentang-Nya. Dia memuji para kekasih
dan pendukung-Nya dengan amal shaleh dan sifat-sifat baiknya, dan mencela
musuh-musuh-Nya dengan amal buruk dan sifat-sifat buruknya. Dia memberikan
tamsil dan perumpamaan, dan mengetengahkan berbagai dalil dan argumentasi yang beragam,
membantah tuduhan-tuduhan musuh-musuh-Nya dengan sebaik-baik bantahan,
membenarkan yang benar dan mendustakan yang berdusta, bertutur hak dan munjuki
jalan, mengajak ke negeri kedamaian dengan menyebutkan sejumlah sifat dan
kesenangan yang ada di dalamnya, mengingatkan manusia akan kampung kecelakaan
dengan aneka siksa dan keburukannya.
Dia menyebutkan bahwa para
hamba-Nya amat membutuhkan-Nya. Mereka tidak dapat hidup tanpa-Nya, sementara
Dia tidak membutuhkan mereka dan tidak menghajatkan alam seluruhnya. Dia
menyebutkan bahwa tidak ada seorang pun yang dapat meraih kebaikan, kecuali
dengan rahmat dan karunia-Nya, sebagaimana tidak seorang pun yang mendapat
suatu keburukan melainkan dengan keadilan dan kebijaksanaan-Nya. Teguran-Nya
terhadap para kekasih-Nya dengan cara terlembut merupakan bukti atas
firman-Nya, sementara Dia pun memaafkan kesalahan mereka, dan mengampuni
dosa-dosanya di samping Dia pun memperbaiki kerusakan mereka, membela mereka
dan menolongnya, menanggung kemaslahatan mereka, memenuhi janji dengen mereka,
dan menyelamatkan mereka dari berbagai malapetaka dan kesusahan, Dialah majikan
mereka yang sebenarnya dan menolong dari musuhnya, sebaik-baik penolong dan
pendukung.
Bila melalui Al-Qur’an
hati melihat Raja Yang Maha Agung, Maha Pengasih, Maha Pemurah, Maha Indah,
mengapa hati kita tidak mencintai-Nya? Tidak berlomba-lomba untuk
mendekati-Nya, tidak mengorbankan jiwanya untuk meraih cinta-Nya dan
menjadikan-Nya lebih ia cintai dari selain-Nya. Bila melalui Al-Qur’an melihat
Sang Raja Yang Maha Agung, Maha Pengasih, Maha Indah, Maha Perkasa dan Maha
Pemurah, mengapa enggan berdzikir untuk mengingat-Nya dan tidak menjadikan
rindu dendam dan cinta kepada-Nya sebagai santapan dan obatnya yang jika semua
ini hilang, maka ia akan gelisah dan binasa?”
***
Ustadz Kabayan
________________________________
5 USTADZ BARU
Sore itu menjelang maghrib, nampak Kabayan sudah berangkat ke mushala. Ia
memakai sarung, baju koko dan kopiah. Orang-orang yang melihatnya kaget.
“Mau ke mana Jang
Kabayan?” kata Pak Soleh.
“Mau ke mushala, Pak
Soleh. Ayo bareng!”
Pak Soleh nampak girang.
“Iya tunggu sebentar, Jang
Kabayan!”
Pak Soleh masuk ke
rumahnya. Ia mengambil sarung dan kopiah, kemudian mengikuti Kabayan menuju ke
mushala.
“Jang Kabayan, sebenarnya dari kemarin Bapak ingin
ke mushala, tapi tidak ada teman, lagian tidak ada imam shalat. Apakah Jang
Kabayan sudah siap menjadi imam?” tanya Pak Soleh.
“Pak Soleh saja yang jadi imam.”
“Ah, lebih baik balik lagi ke rumah daripada
disuruh jadi imam,” kata Pak Soleh.
“Jangan. Insya Allah, saya siap menjadi imam. Saya
bukannya bisa, tetapi kalau mushala itu dibiarkan sepi, mau bagaimana syi’ar
agama Islam di kampung kita?”
“Betul begitu. Siapa lagi yang akan meneruskan
jejak almarhum Ajengan Usup di kampung ini kalau bukan kamu? Kan kamu
satu-satunya orang yang pernah masuk pesantren.”
“Pesantren kilat bulan ramadhan di tingkat desa,
itu juga tidak tamat,” timpal Kabayan.
Beberapa
orang yang biasa shalat di mushala nampak heran melihat mereka berdua.
“Mau kemana?” tanya Pak
Odih.
“Ke mushala,” sahut
Kabayan.
“Memang ada imam?”
“Ada ustadz baru,” sahut
Pak Soleh.
“Siapa?” Pak Odih
penasaran.
“Lihat saja nanti.
Ditunggu di mushala!” kata Pak Soleh.
Sesampainya di mushala,
masih ada waktu sepuluh menit menjelang adzan maghrib. Kabayan mengambil sebuah
Al-Qur’an, kemudian ia membacanya dengan suara sengau dan sumbang. Sementara
Pak Soleh berdzikir.
Beberapa saat kemudian
beberapa orang datang ke mushala. Salahsatunya Pak Odih. Ia heran karena tidak
melihat ustad baru seperti yang disebutkan oleh Pak Soleh.
“Mana ustadznya?” tanya
Pak Odih kepada Pak Soleh.
“Itu ustadnya, Ustadz
Kabayan,” Pak Soleh menunjuk Kabayan yang berada di depan.
“Wah, kirain siapa?” Pak
Odih mencubit Pak Soleh.
“Kalau mau, Pak Odih saja
yang jadi ustadz menggantikan almarhum.”
“Aku bisa apa?”
“Tua-tua gak bisa
apa-apa!” ledek Pak Soleh.
“Sama dengan kamu!”
Keduanya malah bercanda
saling ledek.
Saat adzan tiba.
“Aku yang adzan, kamu
bagian iqamah,” kata Pak Soleh kepada Pak Odih.
“Siap!” sahut Pak Odih.
Pak Soleh kemudian adzan.
Suaranya cukup lumayan karena selama ini ia yang paling sering adzan di
mushala.
Selesai adzan, giliran Pak
Odih berdiri untuk iqamah.
“Allaahu Akbar, Allaahu Akbar. Hayya ‘alash shalah, hayya
‘alal falah....”
“Salah!” teriak Pak Soleh.
Pak Odih berhenti.
“Asyhadu alla ilaaha
illallah kelewat!” kata Pak Soleh.
Pak Odih mengulangi
iqamahnya.
“Allaahu Akbar, Allaahu
Akbar
Asyhadu allaa ilaaha
illallah
Wa asyhadu anna Muhammadar
Rasuulullah
Hayya ‘alash shalah
Hayya ‘alal falah
Qadqaamatish shalah,
qadqaamatish shalah
Allaahu Akbar, Allaahu
Akbar
Laa ilaaha illallah
Kali ini
benar.
“Siapa yang mau menjadi
imam?” tanya Kabayan.
Semuanya berpandangan.
“Kalau menurut keterangan,
harus yang fasehat bacaannya. Kalau tidak ada, pilih yang paling tua.”
Pak Odih dan Pak Soleh
saling tunjuk.
“Sudah saja kamu, Kabayan.
Kamu kan pernah jadi imam shalat mayat,” kata Pak Soleh.
“Iya,” yang lain setuju.
“Baiklah, biar saya yang
jadi imam, ayo rapikan jajarannya!”
Pak Soleh membetot sarung
Pak Odih karena berdiri terlalu depan. Hampir saja Pak Odih terjengkang. Dasar
mereka suka bercanda.
Kabayan sesaat membaca
surat an-Nas dalam hati. Kemudian memulai shalatnya.
“Allaahu Akbar!” Kabayan
mengucapkan takbiratul ihram.
“Allaahu Akbar!” Para
makmum mengikuti.
Hati
Kabayan berdebar-debar. Ini adalah pertama kalinya ia jadi imam shalat.
Tubuhnya gemetar, keringat bercucuran. Ia takut bacaannya ada yang salah. Atau
lupa jumlah raka’atnya. Kabayan merasa shalat pertamanya sebagai imam tidak
khusyu karena banyak ketakutan. Semoga Allah memaaf-kannya.
Alhamdulillah, akhirnya
Kabayan selesai melaksanakan tugasnya sebagai imam. Ia kemudian memimpin dzikir
seperti yang sering dilakukan oleh almarhum Ajengan Usup. Setelah selesai
berdzikir lantas ditutup dengan do’a sapu jagat. Rabbana aatina piddunya hasanah. Wafil aakhirati hasanah waqina
adzaabannar.
Dilanjutkan dengan acara salaman.
“Maaf Jang Kabayan,” ucap
Pak Soleh.
“Ada apa, Pak?” tanya
Kabayan.
“Tadi raka’at kedua Jang
Kabayan lupa membaca Fatihah. Pas bangun sujud langsung membaca qulhu.”
Kabayan tersentak, “Masa?
Perasaan sudah benar.”
“Iya Jang Kabayan,
Fatihahnya tidak ada. Saya mau bilang amin tapi gak ada waladhdhallinnya,” kata
Pak Odih.
“Aduh! Kita
harus bagaimana? Ulangi
lagi shalatnya?” tanya Kabayan
kepada Pak Soleh.
“Namanya juga baru
belajar, sudah saja gak usah diulang. Yang penting nanti shalat Isya jangan
kehilangan Fatihah lagi,” kata Pak Soleh.
“Nanti lagi kalau saya
salah sebagai imam shalat, Bapak harus bilang Subhanalloh! Biar saya tahu
kesalahan saya,” kata Kabayan.
“Iyaaa!” sahut semuanya.
Kabayan merasa tenang.
Menunggu shalat Isya, mereka semuanya ngobrol
tentang masalah pengelolaan mushala.
“Seminggu sebelum Ajengan
Usup meninggal, saya dipanggil ke rumahnya. Ia memberi amanat kepada saya untuk
mengelola mushala ini, menjadi imam shalat, mengajar anak-anak mengaji, dan
berceramah saat pengajian mingguan. Terus terang, saya merasa belum pantas
memegang amanat yang berat itu. Saya merasa bodoh dan lemah. Sebaiknya ada dari
Bapak-bapak yang bersedia menjalankan
amanat dari Ajengan Usup,” kata
Kabayan.
Semuanya menyimak
perkataan Kabayan.
“Bagaimana menurut pendapat Bapak-bapak?” tanya
Kabayan.
“Begini
Jang Kabayan. Almarhum
Ajengan Usup itu walaupun baru beberapa tahun di kampung kita, tapi
dialah yang membangkitkan kegiatan agama di sini. Dulu kampung ini kampung
brengsek. Para pencuri, pemabuk dan pelacur tinggal di kampung ini. Setelah
almarhum Ajengan Usup diam di sini, kami yang awam soal agama, sedikit demi
sedikit dibimbing olehnya sehingga terbukalah mata lahir dan bathin kami kepada
cahaya kebenaran. Kami belajar shalat dan mengaji dari beliau. Kini beliau
tidak ada, kami sangat kehilangan dan tidak tahu harus berbuat apa. Katamu
tadi, beliau mengamanatkan tugasnya kepadamu sebelum meninggal, kami senang.
Pasti beliau tidak sembarangan menunjukmu melanjutkan tugasnya. Pasti beliau
sudah mempertimbangkannya dengan masak, hasil dari pemikiran dan kehendak hati
nuraninya. Menurut kami pun tak ada lagi yang bisa diharapkan memimpin kami
dalam bidang agama selain kamu. Kami sangat setuju kamu melanjutkan tugas
almarhum Ajengan Usup,” ujar Pak Soleh panjang lebar.
“Bagaimana Pak Odih?”
Kabayan memandang Pak Odih.
“Sama dengan apa yang
dikatakan Pak Soleh,” sahut Pak Odih.
“Sama apanya? Ayo ngomong
yang benar? Sudah aki-aki ngomongnya ngikut saja ke orang lain!” sentak Pak
Soleh.
“Setuju! Ngapain ngomong
banyak-banyak! Sudah kehabisan sama kamu!” kata Pak Odih.
“Setuju apa?”
“Setuju mushala ini
dibangun, begitu kan?”
“Dasar aki-aki ngamprud!
Kayak yang benar saja mendengarkan! Giliran ditanya gak nyambung!” Pak Soleh
meledek habis-habisan. Yang diledek cuma nyengir.
“Mulai malam besok,
umumkan ke seluruh warga, anak-anak harus mengaji kembali ke mushala,” kata
Kabayan.
“Siap Jang Kabayan,” sahut
Pak Sholeh.
Tibalah saatnya shalat
Isya. Pak Soleh kembali adzan. Pak Odih bagian iqamah. Kemudian mereka shalat
Isya dipimpin oleh Kabayan. Alhamdulillah, kali ini tak ada kehilangan Fatihah
***
Ustadz Kabayan
______________________________________
6 TABIR DZIKIR
Biasanya Kabayan bangun pagi jam lima
atau setengah enam. Tapi setelah ia merasa sanggup menerima amanat dari
almarhum Ajengan Usup, ia bangun jam empat dini hari. Ia sekarang punya
tanggung jawab sebagai imam shalat di mushala.
Ya Allah, betapa berat tugas seorang pengemban
amanah. Betapa berat tugas seorang imam. Pada saat orang lain masih terlelap
dalam tidur, ia harus bangun dan membuang kantuk. Selama ini ia menganggap
biasa-biasa saja kepada seorang imam. Ternyata pekerjaan mereka sangat berat.
Seorang warga biasa tak akan dicemooh jika bangun pagi kesiangan. Tetapi jika seorang
imam mesjid bangun kesiangan, ia pasti dihujat oleh masyarakat, ia pasti
menjadi bahan olok-olok dan cemoohan masyarakat banyak. Bahkan orang yang tidak
shalat shubuh biasanya paling keras mencemooh.
Kabayan menghirup udara
segar dini hari, oh sungguh nikmat pertama yang diberikan oleh Allah di awal
hari itu. Ia mencuci muka dan langsung berwudhu, kemudian pergi ke mushala. Ia
melaksanakan shalat tahajud dua raka’at, selanjutnya membuka Al-Qur’an dan
membacanya. Di balik rasa ngantuk ia mendapatkan nikmat yang luar biasa.
Menjelang adzan Shubuh Pak
Soleh datang. Ia kemudian adzan. Saat sedang adzan datang Pak Odih. Hingga
selesai adzan, tak ada lagi yang datang ke mushola. Selesai shalat rawatib
qobla Shubuh, hanya mereka bertiga yang ada di mushala. Shalat Shubuh memang
banyak godaannya. Pak Odih kemudian iqamah. Lalu mereka melaksanakan shalat
Shubuh bertiga. Selesai shalat Shubuh dilanjutkan dengan dzikir.
Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan
bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku. (QS
Al-Baqarah : 152)
Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu
dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah
orang-orang yang merugi. (QS Al-Munaafiqun : 9)
(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan
mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi
tenteram. (QS Ar-Rad : 28)
Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada
Allah. Dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu
sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun
lagi Maha Pengampun. (QS Al-Israa : 44)
Dan bertasbihlah kepada-Nya pada beberapa saat di
malam hari dan di waktu terbenam bintang-bintang (di waktu fajar).(QS Ath-Thur : 49)
Hai
orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir
sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya pada waktu pagi dan petang. (QS
Al-Ahzab : 41-42).
Rasulullah bersabda, “Seorang
yang paling utama di sisi Allah adalah orang yang
senantiasa berdzikir kepada Allah.”
Rasulullah bersabda, “Perumpamaan manusia yang berdzikir dan tidak berdzikir seperti orang yang hidup
dan orang mati.”
Para pendahulu yang shaleh
melaksanakan ibadah dzikir sesuai dengan firman Allah menafsirkan ungkapan
berdzikir pada waktu pagi adalah setelah shalat Shubuh hingga tiba waktu shalat
dhuha, sedangkan ungkapan berdzikir pada waktu petang ditafsirkan dan
dilaksanakan setelah shalat Ashar sampai
dengan waktu Maghrib tiba.
Betapa lapang dan tenang jiwa orang-orang yang
berdzikir. Tidak ada rasa takut, kecuali takut kepada Allah. Ia sangat berani
dalam tindakan maupun perkataannya.
Bagi orang-orang yang berfikir tentu akan bertanya mengapa Allah SWT
menyuruh berdzikir pada waktu pagi dan petang?
Rasulullah bersaba, ”Para malaikat senantiasa bergiliran
(mengawasi kalian) yaitu para malaikat yang ada di siang hari dan para malaikat
yang ada di malam hari. Mereka semua berkumpul pada waktu shalat Shubuh dan
shalat Ashar. Kemudian para malaikat yang berada di tengah-tengah kalian akan
naik. Mereka akan ditanya oleh Allah. Sedangkan Allah dzat yang lebih
mengetahui.”
Allah berfirman, “Bagaimanakah
kalian meninggalkan hamba-hambaku?”
Mereka menjawab, “Kami meninggalkan mereka
semua dalam keadaan shalat,
dan kami mendatangi mereka juga dalam keadaan shalat.”
Kedudukan seorang
manusia yang berdzikir kepada Allah
sangatlah tinggi. Allah akan memberikan kemuliaan kepada mereka.
Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Allah memiliki beberapa
malaikat yang berkeliling di jalan-jalan. Para malaikat tersebut mencari
orang-orang ahli dzikir. Apabila mereka telah menemukan sekelompok kaum yang
berdzikir kepada Allah, maka mereka saling menyeru, ‘Kemarilah! Sebutkan apa
kebutuhan kalian!’
Lantas para malaikat itu mengelilingkan sayapnya ke
langit dunia. Kemudian mereka ditanya oleh Allah, sedangkan Allah sendiri
sebenarnya lebih tahu daripada mereka, ‘Apa yang diakatakan hamba-hambaku?’
‘Mereka mensucikan-Mu, membesarkan-Mu, memuji-Mu, dan
mengagungkan-Mu.’
‘Apakah mereka bisa melihat Aku?’
‘Tidak, demi Allah, mereka tidak bisa melihat-Mu.’
‘Bagaimana seandainya mereka bisa melihatku?’
‘Seandainya mereka bisa melihat-Mu, pasti mereka lebih
giat beribadah, lebih bersemangat untuk mengagungkan dan memuliakan-Mu, serta
lebih banyak lagi membaca tasbih.’
‘Apa yang mereka minta dariku?’
‘Mereka meminta syurga kepada-Mu.’
‘Apakah mereka pernah melihat syurga?’
‘Tidak, demi Allah mereka belum pernah melihat syurga
wahai Tuhan-Ku.’
‘Bagaimana seandainya mereka telah melihat syurga?’
‘Seandainya mereka telah melihat syurga, pasti mereka
lebih merindukan syurga, lebih kuat keinginannya, dan lebih besar lagi
kecintaannya.’ (terhadap tempat keabadian tersebut).
‘Mereka meminta perlindungan dari apa?’
‘Dari neraka.’
‘Apakah mereka pernah melihat neraka?’
‘Tidak, demi Allah mereka belum pernah melihat neraka
wahai Tuhanku.’
‘Bagaimana seandainya mereka telah melihat neraka?’
‘Seandainya mereka telah melihat neraka, pasti mereka
semakin lari darinya dan lebih takut kepadanya.’
‘Aku bersaksi di hadapan kalian bahwa sesungguhnya Aku
telah mengampuni mereka semua.’
‘Di antara mereka ada Si Fulan yang tidak termasuk dalam
golongan ahli dzikir. Sesungguhnya dia hanya datang untuk sebuah keperluan
(pribadi).’
‘Mereka semua itu adalah orang-orang yang duduk (di dalam
majelis dzikir). Tidak ada seorang pun yang duduk bersama-sama dengan mereka
yang akan celaka.’
Berdzikir,
meminta dan memohon dengan berbaik sangka kepada Allah, sungguh merupakan
perbuatan yang luar biasa. Rasulullah bersabda, “Allah Ta’ala berfirman, ‘(Putusan yang) Aku (tetapkan adalah)
tergantung kepada sangkaan hamba-Ku kepada-Ku. Dan aku bersamanya apabila ia
mengingat-Ku. Jika dia mengingat-Ku di dalam hatinya, maka Aku mengingat dia di
dalam hati-Ku. Dan jika dia mengingat-Ku dalam suatu majelis, maka aku
mengingat dia di dalam majelis yang lebih baik dari mereka (Yaitu majelis para
malaikat yang ma’shum dan tanpa dosa). Jika dia mendekati-Ku sehasta, maka aku
mendekatinya sedepa, dan jika dia mendekatiku dengan berjalan, maka Aku akan
mendekatinya dengan berlari’.”
Sungguh Allah Melipatgandakan balasannya.
Ibnu
Qayyim meyakinkan tentang tabir dzikir, “Sekiranya
umat manusia di pagi dan petangnya disibukkan dengan berdzikir kepada Allah,
sungguh segala kebutuhannya akan terpenuhi.”
***
Ustadz Kabayan
___________________________________
7 MENGHAPAL AL-QUR’AN
Mushala penuh oleh orang tua yang mau melaksanakan shalat maghrib dan anak-anak
yang mau mengaji. Selesai shalat maghrib dan wiridan, Kabayan mengajar
anak-anak mengaji Al-Qur’an. Ada dua puluh orang anak yang mengaji, besar
kecil, laki-laki dan perempuan. Ada yang baru mengenal hurup, ada yang sudah
bisa membaca tapi belum lancar, ada juga yang sudah agak lancar. Kabayan
mengajari mereka dengan hati senang dan ikhlas.
Sabda rasulullah Muhammad
SAW, “Sebaik-baik di antaramu yaitu orang yang belajar Al-Qur’an dan
mengajarkannya.”
Pak Soleh dan Pak Odih
walau tidak ikut mengaji, mereka ikut mendengarkan anak-anak yang sedang
mengaji. Kata almarhum Ajengan Usup, mendengarkan orang yang sedang membacakan
ayat-ayat Al-Qur’an juga termasuk ibadah.
Setelah selesai acara
mengaji Al-Qur’an, Kabayan kemudian memberikan tausiyah kepada anak-anak
didiknya.
“Assalaamu’alaikum
warahmatullaahi wabarakaatuh.”
“Wa’alaikum
salam warahmatullaahi wabarakaatuh!” sahut anak-anak semuanya. Pak
Soleh dan Pak Odih ikut menjawab.
“Anak-anakku yang baik dan
shaleh, alhamdulillah kita bisa berkumpul di mushala ini untuk belajar mengaji
bersama-sama. Setelah beberapa hari kalian tidak mengaji karena guru kita
Ajengan Usup telah dipanggil menghadap Allah SWT, semoga amal ibadah beliau
diterima oleh Allah SWT dan diampuni segala dosanya, berada di alam kubur dalam
karunia dan nikmat seperti yang telah dijanjikan oleh Allah SWT kepada
orang-orang shaleh. Amiin.”
“Amiiinn!” sahut semuanya.
“Anak-anakku yang baik,
mulai malam ini kalian akan belajar mengaji di bawah bimbingan ustadz paling
terkenal sedunia, Ustadz Kabayan.”
Anak-anak tertawa-tawa.
Pak Soleh dan Pak Odih ikut tertawa.
“Kalian jangan ragukan
kemampuan Ustadz Kabayan, keluaran pesantren kilat tingkat desa selama dua
puluh lima hari, tetapi hanya kuat lima belas hari karena tergoda main
layang-layang.”
Anak-anak kembali
tertawa-tawa. Pak Soleh dan Pak Odih kembali tertawa.
“Pernah mengikuti kejuaran
menghapal Al-Qur’an surat-surat pendek tingkat RW. Alhamdulillah dapat juara
pertama. Kalian tahu kenapa aku bisa juara?” tanya Kabayan.
“Karena Pak Ustadz Kabayan
pintar!” sahut Jang Komar.
“Karena tajwiznya paling
bagus!” kata Jang Dudung.
“Karena suaranya
paling bagus!” kata
Jang Asep.
“Bukan! Kalian salah. Aku
bisa juara tingkat RW karena aku satu-satunya peserta yang ikut lomba!”
Anak-anak tertawa-tawa
lucu. Pak Soleh dan Pak Odih kali ini tertawa tergelak-gelak.
“Silahkan tertawa dulu.
Kita berada di sebuah negara yang bebas tertawa. Di negara Korea Utara, orang
yang tertawa dijatuhi hukuman mati,” kata Kabayan.
“Kenapa Pak Ustadz?” tanya
Pak Soleh.
“Karena ia tertawa di
depan tiang gantungan saat mau dihukum mati.”
“Wah, itu karena
kesalahannya bukan karena tertawa,” kata Pak Soleh sambil nyengir.
“Baik kita lanjutkan.
Anak-anak yang baik dan shaleh, menuntut ilmu itu wajib hukumnya, dari mulai
digendong ibu sampai ke liang lahat. Dari mulai kita bisa bicara sampai kita
sulit bicara karena sesak napas mau mati. Bukan cuma kalian, Pak Soleh dan Pak
Odih juga masih punya kewajiban menuntut ilmu. Pak Soleh bisa kan membaca
Al-Qur’an?” tanya Kabayan.
“Alhamdulillah bisa
sedikit-sedikit,” sahut Pak Soleh.
“Sudah tamat Al-Qur’an
berapa kali?”
“Belum pernah tamat,
bolak-balik saja di Surat Al-Baqarah,” sahut Pak Soleh.
“Berapa surat yang sudah
hapal?”
“Al-Fatihah, Al-Ikhlas,
Al-Falaq dan An-Nas,” sahut Pak Soleh.
“Masih ada waktu untuk
menghapal surat-surat yang lain sebelum dijemput Malakal Maut. Sanggup kan Pak
Soleh menambah hapalan
surat-surat yang lain?”
“Insya Allah, Jang
Ustadz,” sahut Pak Soleh.
“Mulai nanti Shubuh, Pak
Soleh menghapal surat-surat yang lain. Ada
waktu yang bisa dimanfaatkan
setelah wiridan sampai jam enam pagi sebelum pergi bekerja.”
Pak Soleh mengangguk.
“Pak Odih bisa membaca
Al-Qur’an?” Kabayan berpaling pada Pak Odih.
“Tidak bisa, Jang Ustadz,”
sahut Pak Odih.
“Mau bisa?”
“Mau, tapi malu
sama-orang-orang. Masa sudah aki-aki baru belajar hurup Al-Qur’an,” kata Pak
Odih.
“Buang rasa malu. Di alam
kubur nanti, jika Pak Odih suka membaca Al-Qur’an dan hapal sedikit saja ayat
Al-Qur’an, maka di dalam kuburan yang gelap pekat itu akan diterangi sedikit
cahaya. Sekarang saya mau tanya, nanti di alam kubur mau gelap-gelapan atau
diterangi cahaya?”
“Ingin diterangi cahaya,”
sahut Pak Odih.
“Maka belajarlah Al-Qur’an
dan menghapalnya. Masih ada waktu untuk belajar sebelum dijemput oleh Malakal
Maut. Kira-kira mau berapa minggu lagi
Pak Odih hidup di alam dunia?”
“Wah, inginnya masih
lama,” sahut pak Odih.
Semuanya tertawa
cekikikan.
“Tuh kan, hidupnya masih
ingin lama. Kalau saja Pak Odih bisa hidup sampai lima tahun lagi, dalam lima
tahun itu banyak sekali yang bisa dilakukan. Jika dalam waktu itu dipakai oleh
Pak Odih untuk belajar Al-Qur’an dan menghapalnya, entah berapa puluh surat dan
berapa ratus ayat yang bisa dihapal. Dijamin Pak Odih tidak akan mengalami
kegelapan di alam kubur. Siap belajar Al-Qur’an?”
“Insya Allah, Jang
Ustadz.”
“Sekarang berapa surat
yang hapal?”
“Surat Al-Fatihah,” sahut
Pak odih.
“Surat Al-Ikhlas hapal?”
“Tidak hapal, kalau qulhu
hapal.”
Semuanya tersenyum. Pak
Odih tidak tahu kalau qulhu itu sama dengan Surat Al-Ikhlas.
“Qulhu itu adalah Surat
Al-Ikhlas. Baiklah, mulai besok Shubuh Pak Odih belalajar Al-Qur’an bersama
saya. Jangan merasa malu. Apakah Pak Odih siap?”
“Siap, Jang Ustadz.”
“Anak-anakku yang baik dan
shaleh, Rasulullah bersabda, ‘Tidaklah
berkumpul suatu kelompok di suatu rumah dari rumah-rumah Allah, mereka membaca
Kitab Allah dan mempelajarinya sesama mereka, melainkan akan turunlah
ketenangan kepada mereka, akan diliputi oleh rahmat Allah dan dilindungi oleh
malaikat dan akan disebut oleh Allah dalam lingkungan orang di sekelilingnya.’
Di Mushola ini kita akan
belajar dan menghapal Al-Qur’an bersama. Kita ramaikan mushala kecil ini dengan
ayat-ayat Allah. Siapa pun yang memuliakan ayat-ayat Allah, maka Allah akan
memuliakannya.
Kita jadikan mushala ini tempat kita menuntut ilmu
dan mencari ridha Allah. Suatu saat nanti mushala ini akan kita rubah menjadi
sebuah mesjid yang besar dan penuh dengan manusia yang bertaqwa kepada Allah,
yaitu orang-orang ta’at kepada perintah Allah dan menjauhi semua larangan-Nya.
Dan dari mesjid ini akan muncul orang-orang shaleh yang akan berjalan-jalan
menyebarkan agama Allah ke seluruh permukaan bumi. Inilah amanat dari almarhum
Ajengan Usup sebelum meninggal. Semoga kita bisa mewujudkan-nya.”
“Amiiinn!” sahut semuanya
dengan khidmat.
“Demikian yang bisa
kusampaikan saat ini, semoga ada manfaatnya bagi kita semua. Beberapa saat lagi
kita akan melakukan shalat Isya bersama. Yang batal wudhunya silahkan berwudhu
kembali. Wassalaamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh!”
“Wa’alaikum salam
warahmatullaahi wabarakaatuh!”
***
Ustadz Kabayan
______________________________________
8 MENUNDA-NUNDA
PERBUATAN BAIK
Malam itu malam Jum’at, saatnya acara pengajian mingguan di mushala.
Berbeda dengan malam-malam biasa, kali ini mushala lebih banyak pengunjungnya.
Selain Pak Soleh dan Pak Odih serta anak-anak yang biasa mengaji, warga yang
lain juga ikut datang ke mushala. Setengah mushala nampak terisi oleh
bapak-bapak dan anak-anak. Ada juga beberapa orang ibu-ibu yang sengaja datang
sambil membawakan makanan dan minuman.
Setelah shalat Isya, acara
pengajian dimulai.
Kabayan menyuruh Pak Soleh untuk memberikan sambutan.
Pak Soleh kaget, tapi kemudian ia menyiapkan diri.
“Assalaamu’alaikum
warahmatullaahi wabarakaatuh!” Pak Soleh menyampaikan salam.
“Wa’alaikum salam
warahmatullaahi wabarakaatuh!” sahut semuanya.
“Hamdan wasyukran lillah.
Allahumma shalli ‘alaa muhammad, wa’alaa aalihi washahbihi wasallam. Amma
ba’du. Hadirin yang dimulyakan Allah, alhamdulillah kita bisa berkumpul kembali
dalam acara pengajian mingguan. Sebelumnya saya ingatkan kepada ibu-ibu yang
lupa mematikan kompor atau mening-galkan dapur dalam keadaan sedang memasak,
tolong dimatikan dahulu agar tidak terjadi kebakaran.”
“Aduh!” Ma Isah tiba-tiba
terperanjat. Ia segera pergi meninggalkan mushola.
“Ada apa, Mak?” tanya yang
lain.
“Lupa belum mematikan
listrik di wc, biar irit bayar listrik,” sahut Mak Isah.
“Hadirin yang dimulyakan
Allah, kita berkumpul di sini untuk mengikuti pengajian mingguan. Sebelumnya
mari kita bacakan do’a untuk almarhum Ajengan Usup. Semoga beliau diterima di
sisi Allah SWT. Mari kita bacakan surat Al-Fatihah bersama-sama.
Alfaatihah....”
Semuanya membacakan surat
Al-Fatihah bersama-sama.
“Selanjutnya, saya
serahkan acara pengajian ini kepada Ustadz Kabayan, mari kita dengarkan apa
yang akan disampaikan olehnya. Wassalaamu’alaikum warahmatullaahi
wabarakaatuh!”
“Wa’alaikum salam
warahmatullaahi waba-rakaatuh!”
“Terima kasih, Pak Soleh,”
kata Kabayan. Ia kemudian bersiap-siap untuk berceramah.
“Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalaamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh!”
“Wa’alaikum salam
warahmatullaahi wabarakaatuh!” sahut semuanya.
“Buah waluh malam-malam
dibelah dengan kapak. Duh salamnya alhamdulillah dijawab dengan kompak!”
Belum apa-apa penghuni
mushala sudah tertawa.
“Alhamdulillah, hari ini
kita masih bisa tertawa. Padahal di belahan bumi yang lain, saat ini banyak
orang yang menangis sedih. Ada yang kehilangan ayahnya karena mati dalam
peperangan, ada yang kehilangan ibunya karena diculik dan dibunuh penjahat
perang, ada yang kehilangan anaknya karena terkena bom, ada yang kehilangan
anggota keluarganya karena jahatnya perang yang melanda negara-negara mereka.
Ada juga yang menangis karena kelaparan, ada juga yang menangis karena terkena
bencana alam, kebakaran, banjir, gempa, dan bencana-bencana lainnya.
Mari kita bersyukur kepada Allah atas segala nikmat
yang kita terima dan rasakan saat ini. Hari ini tubuh kita sedang sehat, tidak
sedang sakit di pembaringan atau berada di rumah sakit, hari ini kita masih
bisa makan dan memberi nafkah kepada keluarga kita dengen rezeki yang halal,
hasil keringat kita sendiri bukan hasil mencuri atau korupsi. Bencana bagi kita
di dunia dan akherat bagi orang yang makan dari makanan yang tidak halal. Bisa
saja selamat di dunia, tapi akherat nanti tubuh kita yang dipenuhi dengan
makanan haram akan membengkak hingga sampai ke tanah lalu dia harus berjalan
dengan menyeret perutnya sendiri. Hari ini kita masih diberi umur yang panjang,
padahal setiap hari di belahan bumi ini banyak orang yang dicabut umurnya oleh
malakal maut. Dua minggu yang lalu guru kita almarhum Ajengan Usup harus
menghadap Allah SWT tanpa terduga oleh semuanya. Beliau sedang dalam keadaan
sehat. Semoga Allah menempatkannya di alam kubur yang indah dan menyenangkan
sesuai janji-Nya kepada orang-orang Shaleh. Amiiin!”
“Amiiin!” sahut semuanya.
“Hari ini kita masih
diberi nikmat keamanan dan kedamaian di kampung kita, umumnya di negara kita.
Tidak ada kerusuhan, tidak ada perang, sehingga masyarakat menikmati hidup yang
aman dan damai. Mari kita bersyukur untuk semua kenikmatan itu. Janji Allah
sesuai dengan yang tertera dalam Kitab Suci Al-Qur’an, ‘Bersyukurlah kalian
kepada-Ku, maka akan kutambah nikmatmu. Tapi jika kalian tidak mensyukuri
nikmat-Ku atau kufur, tunggulah azab dari-Ku yang sangat pedih!”
Semua penghuni mushala
mengangguk-angguk.
“Pak Odih kenapa
mengangguk-angguk? Ngerti atau ngantuk?”
“Ngerti!” sahut Pak Odih.
“Apanya yang ngerti?”
“Kita harus bersyukur!”
“Benar sekali. Seratus
buat Pak odih!”
Penghuni mushala tertawa.
“Lalu bagaimanakah cara
mensyukuri nikmat yang telah diberikan oleh Allah SWT kepada kita? Caranya
adalah dengan bertaqwa kepada Allah, menjalankan segala perintah-Nya dan
menjauhi segala yang dilarang oleh-Nya. Perintah Allah ada yang berhubungan
dengan Allah langsung atau disebut hablumminallah, seperti ibadah shalat,
zakat, puasa, dan naik haji. Ada juga yang berhubungan dengan sesama manusia
atau disebut hablumminannas seperti memberi makan fakir miskin, menyantuni anak
yatim, membantu setiap orang yang membutuhkan sesuai dengan kemampuan kita.
Kemudian menjauhi segala yang dilarang oleh-Nya seperti mencuri, berjudi,
berzina, mabuk-mabukan, memakan harta riba, memakan daging babi, dan segala
sesuatu yang dilarang sesuai ketetapan dari Allah. Apakah Bapak dan Ibu
semuanya siap bersyukur?”
“Siaaapp!” sahut semuanya.
“Nanti dulu, ini siap
di mulut saja
atau dengan hati?”
Orang-orang nampak
bingung.
“Kebanyakan manusia siap
di mulut tetapi hatinya merasa ragu. Hatinya tidak punya keinginan yang kuat
untuk melaksanakan aturan Allah. Maka manusia seperti itu akan selalu
menunda-nunda perbuatan baik, dan menunda-nunda untuk bertobat. Rasulullah Muhammad SAW memperingatkan : ‘Sungguh, pasti celaka orang-orang yang
selalu akan berada dalam kebaikan.’
Sekarang
saya ingin bertanya sekali lagi, apakah Bapak-bapak dan Ibu-ibu semuanya siap
bersyukur?”
“Siaaapp!” sahut semuanya.
“Siap di mulut dan di
dalam hati?”
“Siaaapp!”
“Alhamdulillah. Jika
demikian, semua penduduk di kampung ini akan berada dalam baraqah dan ridho
Allah SWT, akan dicukupi segala kebutuhannya oleh Allah SWT yang Maha Kaya.”
“Amiiinn!”
“Karena Bapak-bapak dan
Ibu-ibu sudah siap bersyukur
di mulut dan di dalam hati,
nanti Shubuh, mushala ini akan
penuh oleh Bapak-bapak yang melaksanakan shalat berjama’ah. Dan Ibu-ibu akan
melaksanakan shalat Shubuh di rumah, kemudian menyiapkan kopi susu atau teh
hangat menyambut suaminya pulang dari mushala,” ujar Kabayan.
Sesaat mushala bergemuruh
“Berani bicara, harus
berani bertanggung jawab!” tegas Kabayan.
Ibu-ibu dan anak-anak
tertawa cekikikan.
“Warga Kampung Cinta yang
paling baik sedunia....”
Kembali semuanya tertawa.
“Kenapa tertawa? Semoga
saja kampung kita ini jadi kampung yang paling baik sedunia. Kalau semua
masyarakatnya bersyukur pasti bisa!”
“Amiiinn!” sahut semuanya.
“Nah begitu bagus. Hadirin
yang dimuliakan Allah, banyak orang yang senantiasa menunda-nunda perbuatan
baik, mereka disebut kaum Musawifun. Sudah ada niat mau sodaqah kepada fakir
miskin, ketika uangnya sudah ada tiba-tiba tidak jadi sodaqahnya. Mau
menyumbang pembangunan mesjid kalau sudah menerima hasil pekerjaan, setelah
uangnya ada tiba-tiba tidak jadi. Menjual tanah untuk berangkat haji, setelah
tanahnya terjual tiba-tiba uangnya dibelikan untuk keperluan lain.”
Kabayan menoleh kepada Pak
Odih, “Kenapa Pak Odih jadi gelisah? Kesindir ya sama saya?” tanya Kabayan.
“Bukan! Ini ada tumbila
menggigit pantat saya!” sahut Pak Odih.
Semuanya tertawa-tawa
sambil memandang ke arah Pak Odih yang
nampak menggaruk-garuk pantatnya.
“Suatu waktu Iblis datang
menemui Nabi Musa. Dia berkata kepada Nabi Musa sambil mengangkat kepala : ‘Jika engkau berjanji akan melakukan
kebaikan dan akan meninggalkan keburukan, di situlah aku akan menggagalkannya.
Sebab antara janji dengan pelaksanaan ada jarak yang cukup panjang untuk
membatalkannya. Janganlah engkau berikrar akan bersedekah, sebab aku paling
suka kepada orang yang berikrar hendak bersedekah. Lantaran sebelum sedekah itu
dikeluarkannya, aku akan menghampiri dan bersahabat dengannya sehingga secara
halus dapat kuurungkan niatnya. Begitulah Iblis berupaya menghalangi perbuatan
baik manusia.’
Bapak-bapak dan
Ibu-ibu, apakah ada
yang merasa sering menunda-nunda
perbuatan baik?”
“Adaaa!” sahut semuanya.
“Nah ternyata mengaku. Lebih baik mengaku lebih
dulu daripada harus dipaksa mengaku. Kalau sudah mengakui kesalahan selama ini,
maka segeralah bertobat. Mulai sekarang jangan suka menunda-nunda perbuatan
baik. Ayo Mak Isah bagikan makanan dan minumannya. Kita istirahat dulu
sebentar. Saya juga haus dari tadi ngomong belum minum!”
Semua yang hadir di mushala cekikikan. Mak Isah
segera membagikan makanan dan minuman. Khusus untuk Ustadz Kabayan diberi air
putih satu gelas besar. Kabayan segera meminum airnya, diikuti oleh yang
lainnya.
“Baiklah kita lanjutkan. Rasulullah SAW bersabda, ‘Ketika
Allah telah menciptakan bumi, maka bumi itu berguncang. Lalu Allah menciptakan
gunung-gunung. Allah memerintahkan gunung-gunung tersebut untuk berada di atas
bumi, maka bumi menjadi tenang tidak lagi berguncang. Para malaikat merasa
kagum dengan kekokohan gunung-gunung.
Mereka bertanya, ‘Wahai Tuhanku, apakah ada
makhluk-Mu yang lebih kokoh dibanding gunung-gunung?’
Allah berfirman, ‘Iya, dia adalah besi.’
Para malaikat bertanya kembali, ‘Wahai Tuhanku,
apakah masih ada makhluk-Mu yang lebih kuat daripada besi?’
Allah berfirman, ‘Iya, dia adalah api.’
Para malaikat bertanya kembali, ‘Wahai Tuhanku,
apakah masih ada makhluk-Mu yang lebih kuat daripada api?’
Allah berfirman, ‘Iya, dia adalah angin.’
Para malaikat bertanya kembali, ‘Wahai Tuhanku,
apakah masih ada makhluk-Mu yang lebih kuat daripada angin?’
Allah berfirman, ‘Iya, dia adalah anak cucu Adam
yang mengeluarkan sedekah dengan tangan kanannya yang tidak diketahui oleh
tangan kirinya’.”
Kening Pak Odih nampak berkerut. Ia melihat tangan
kanannya, kemudian melihat tangan kirinya. Kelihatan oleh Kabayan.
“Maksudnya, ia merahasiakan sedekahnya kepada siapa
pun, sehingga seolah-olah tangan kirinya pun tidak tahu,” Kabayan memberi
penjelasan.
Semuanya mengangguk-angguk.
“Adikku yang
tinggal di desa sebelah
seperti
itu,” bisik Pak odih kepada Pak Soleh.
“Adikmu yang mana?” tanya Pak Soleh.
“Jang Dudut yang punya isteri dua. Kalau ngasih
uang ke isterinya yang muda, isteri tuanya gak dikasih tahu.”
“Hus! Itu lain lagi ceritanya!” Pak Soleh melotot.
“Hadirin yang dimuliakan Allah, sebelum saya
mengakhiri acara pengajian malam ini, mari kita bershalawat bersama kepada Nabi
Muhammad SAW. Sabda Rasulullah Muhammad SAW, ‘Barangsiapa membaca shalawat untukku, dosanya akan diampuni dan
kesedihannya akan dihilangkan. Perbanyaklah membaca shalawat pada malam Jum’at
dan hari Jum’at, karena shalawat kalian akan diperlihatkan kepadaku.
Barangsiapa membaca shalawat untukku satu kali, maka Allah akan membalas 10
shalawat untuknya.’
Allahhumma
shalli ‘alaa Muhammad,
wa’alaa aali Muhammad. Kamma
shallaita ‘alaa Ibraahim, wa ‘alaa aali Ibraahim. Wabaarik ‘alaa Muhammad, wa ‘alaa aali Muhammad. Kamaa
baarakta ’alaa Ibraahim, wa ‘alaa aali Ibraahim. Fil ‘aalaminnainnaka
hamiddummajiid.
Demikian ceramah yang bisa saya sampaikan malam
ini. Semoga ada manfa’atnya bagi semuanya. Mohon maaf atas segala kesalahan dan
kekurangan. Saya Kabayan, ustadz paling terkenal sedunia pamit. Kita bertemu
lagi minggu depan kalau saya tidak ada undangan mengaji ke Timur Tengah atau tidak
ada undangan berdakwah ke Amerika. Billaahi taufik wal hidayah. Wassalaamu’alaikum
warahmatullaahi wabarakaatuh!”
“Wa’alaikum salam warahmatullaahi wabarakaatuh!”
sahut semuanya sambil tersenyum.
***
Ustadz Kabayan
______________________________________
9 TUGAS BERDAKWAH
Kabayan menyadari, ilmunya untuk berdakwah sangat kurang. Ia tidak
memiliki dasar pesantren. Modal dasarnya hanya hapal Surat Al-Fatihah dan
surat-surat pendek. Karena itu ia berusaha keras untuk menghapal ayat-ayat Al-Qur’an yang lebih banyak. Ia mendatangi
orang-orang berilmu di sekitar desa yang dikenalnya untuk bertanya tentang
masalah agama. Ia meminjam buku-buku agama yang mudah dipahami olehnya.
Kemudian Ia pun membeli sebuah kitab suci Al-Qur’an yang dilengkapi dengan
terjemaahannya. Ia berusaha untuk menjadi manusia yang lebih baik.
Firman Allah, “Dan sesungguhnya telah kami muliakan
anak-anak Adam, kami angkut mereka di daratan dan di lautan. Kami berikan
mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan
yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.” (QS Al-Israa :
70)
Manusia sebagai makhluk
yang dimuliakan dan diberi kelebihan dengan keindahan bentuk serta akal sebagai
alat untuk berfikir, cakap berbicara, berikhtiar untuk mencari sumber hidup,
diberi kewenangan untuk mengolah apa saja di atas bumi untuk kesejahteraan
hidupnya. Di dalam diri manusia terdapat potensi berupa keindahan tubuh,
keluwesan lidah, kecantikan rupa, cahaya mata, kehalusan hati dan kelembutan rasa.
Bangunkanlah potensi yang sedang tidur itu!
Kabayan mulanya bukan
siapa-siapa, hanya seorang warga biasa, kini ia mengelola sebuah mushala kecil
peninggalan almarhum Ajengan Usup. Walau ia diberi amanat sebuah mushala kecil,
tapi Kabayan memiliki harapan besar untuk memberi warna dalam dunia dakwah di
negeri ini. Dimulai dari mushala kecil, menggapai dunia lewat dunia dakwah.
Dakwah adalah sebuah
perbuatan mulia, memberi pencerahan bathin kepada sesama manusia dengan segala
latar belakang yang mereka miliki. Tentu saja dengan dakwah itu mereka harus
tersentuh hatinya, harus bisa merubah tabiat manusia dari jelek menjadi baik.
Harus membawa manusia dari dunia kegelapan kepada dunia yang terang benderang.
Seorang juru dakwah mempunyai
tugas yang berat yaitu memberikan siraman rahani bagaimana menyadarkan hati
yang lalai, dan bagaimana menghidupkan ruhnya yang mati. Bagaimana pun hebatnya
materi dakwah dikemas oleh seorang juru dakwah, jika tidak memberikan suntikan
penyembuhan terhadap hati yang lalai dan ruhnya yang mati, tidak akan membekas.
Tentu saja menyampaikan dakwah itu harus
kondisional. Tergantung siapa orang yang harus diberikan dakwah. Kalau salah
memberikan formula dakwah, mereka yang didakwahi bukannya tersentuh hatinya
untuk berubah menjadi manusia yang lebih baik, malah mereka akan sakit hati
sehingga semakin jauh dari rahmat Allah. Bukankah tujuan dakwah itu ingin
mengubah manusia menjadi lebih baik? Membawa manusia ke dalam ridha Allah,
menyelamatkan kehidupan mereka di dunia dan akherat. Bukan untuk menyakiti
umat, membuat mereka semakin tenggelam dalam kebusukan hati dan kehilangan
tujuan hidup di dunia.
Pada zaman Khalifah
Al-Makmun, banyak orang yang membencinya karena perilaku sang khalifah yang
dianggap sering menyakiti hati rakyatnya. Suatu waktu khalifah Al-Makmun
mengadakan kunjungan ke kota Basrah. Ia melaksanakan shalat Jum’at di mesjid
besar kota itu. Kebetulan khatib yang bertugas pada Jum’at itu adalah khatib
yang benci terhadap kelakuan khalifah. Dalam khutbahnya ia mengkritik Khalifah
Al-Makmun dengan keras dan kata-kata yang pedas. Khalifah yang mendengar segala
keburukannya dibeberkan di muka umum oleh Sang Khatib, mengurut dada berusaha
untuk bersabar. Ia membiarkan Khatib itu meneruskan khutbahnya hingga selesai.
Setelah acara Jum’atan, ia pun sebagai penguasa tidak memanggil atau menangkap
Sang Khatib itu.
Di lain waktu, di sebuah
kota yang berbeda, Khalifah kembali bertemu dengan Sang Khatib itu pada acara
shalat Jum’at di mesjid besar. Kembali Khatib itu mengkritik dengan keras dan
kata-kata yang pedas kepada Khalifah. Malah di akhir khutbahnya mendo’akan
semoga Khalifah Al-Makmun dilaknat oleh Allah SWT.
Khalifah Al-Makmun merasa
bahwa sikap Khatib itu sudah keterlaluan. Ia kemudian menyuruh anak buahnya untuk memanggil Sang Khatib ke
istana untuk menanyakan berbagai ganjalan dalam hatinya. Sang Khatib menolak
dengan berbagai alasan, karena ia takut Khalifah Al-Makmun akan menghukumnya.
Tapi kemudian ia memenuhi panggilan itu. Setelah berhadap-hadapan, Khalifah
Al-Makmun bertanya, “Kira-kira lebih baik mana antara anda dan Nabi Musa?”
“Tentu lebih baik Nabi
Musa,” sahut Sang Khatib.
“Terus mana yang lebih
jelek, saya atau Fir’aun?” Khalifah kembali bertanya.
“Lebih jelek Fir’aun,”
sahut Sang Khatib.
“Maaf, Pak Khatib,
bagaimana pun jahatnya Fir’aun sampai mengaku Tuhan, tapi Allah memerintahkan
kepada Nabi Musa untuk berkata lembut kepada Fir’aun sesuai yang ada dalam
Kitab Suci Al-Qur’an Surat Thaha ayat 43 dan 44, ‘Pergilah kamu berdua kepada Fir'aun,
sesungguhnya dia telah melampaui batas; maka berbicaralah kamu berdua kepadanya
dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut.’
Mengapa
anda begitu keras terhadap saya? Padahal saya tidak lebih jelek daripada
Fir’aun dan Anda tidak lebih baik daripada Nabi Musa. Apakah tidak bisa
memperingatkan saya dengan kata-kata yang lebih sopan dan lebih baik? Sehingga
saya sebagai manusia merasa lebih dihargai dan tidak kehilangan harga diri di
depan masyarakat banyak.”
Sang
Khatib terdiam. Ia tak bisa membantah apa yang diucapkan oleh Khalifah
Al-Makmun karena Firman Allah dalam Al-Qur’an Surat Thaha ayat 43 dan 44 benar
demikian bunyinya.
Kemudian
di dalam Kitab suci Al-Qur’an Surat An-Nahl ayat 125 Allah berfirman, “Serulah manusia ke jalan Tuhanmu dengan
bijaksana, dengan nasehat yang baik, dan bantahlah (berhujah) dengan cara yang
lebih baik.”
Semoga
hal ini menjadi pedoman bagi seluruh juru dakwah di belahan bumi mana pun
berada. Kalau masih bisa menggunakan kata-kata yang baik dan lembut, mengapa harus
menggunakan kata-kata yang kasar dan keras?
***
Ustadz Kabayan
______________________________________
10 ILMU NABI KHIDIR
Seperti biasa menjelang adzan Isya Kabayan memberikan ceramah singkat
kepada anak-anak didiknya. Pak Soleh, Pak Odih dan beberapa orang lainnya ikut
mendengarkan.
“Anak-anakku serta para
Bapak sekalian, manusia tidak diberi dalam urusan ilmu kecuali sedikit.
Sedangkan ilmu Allah sangat banyak. Jika seluruh air yang ada di lautan
dijadikan tinta, dan seluruh pohon yang ada di bumi dijadikan pena, semua itu
tak akan cukup untuk menuliskan ilmu Allah. Kalau ada di muka bumi ini seorang
profesor yang sangat pintar, ilmunya dibandingkan dengan ilmu Allah bagaikan
buih di lautan yang sangat luas. Tidak ada apa-apanya. Ada seorang profesor Yahudi sangat pintar dalam merancang
bangunan tinggi. Suatu hari ia datang ke Indonesia. Ia terkejut ketika lewat di
pinggir jalan melihat sebuah bangunan
kecil di atas sungai. Bangunan itu tidak memakai atap. Dindingnya terbuat dari
terval. Di bawahnya terlihat air yang deras. Yang membuatnya kaget adalah ada
asap yang mengepul dari dalam bangunan itu. Padahal di bawahnya air dan di
atasnya langit. Ia berpikir bahwa Indonesia hebat, ada bangunan sederhana tapi
bisa mengeluarkan asap. Tidak ada kompor tidak ada bahan bakar. Ia tidak tahu
bahwa bangunan itu adalah jamban darurat. Yang ia sangka hebat karena ada
asapnya, ternyata orang yang lagi buang air sambil merokok.”
Semua yang mendengarkan cerita itu tersenyum.
“Orang di dalam jamban itu pasti kamu, Dih!” Pak
Soleh menunjuk Pak Odih.
“Kok tahu?
“Orang yang suka buang air sambil merokok cuma
kamu!”
Pak Odih mencubit paha Pak Soleh sambil cekikikan.
“Baiklah kita lanjutkan dengan sebuah cerita
tentang Nabi Musa dan Nabi Khidir,” kata Kabayan. “Nabi Musa merasa bangga
terhadap dirinya, karena merasa ilmunya sudah cukup. Allah memberikan perhatian
kepada Nabi Musa, ‘Hai Musa, janganlah
kamu merasa bangga, sebab masih ada umat kami yang pengetahuannya di atas kamu,
dialah Khidir.’
Nabi Musa penasaran, ‘Ya
Allah, di mana aku bisa bertemu dengan Khidir?’
Firman
Allah, “Di sebuah tempat bertemunya dua
lautan, di sana kamu akan bertemu dengan Khidir.’
Nabi Musa mengajak salahseorang muridnya berangkat untuk
mencari tempat bertemunya dua lautan. Beberapa tahun Nabi Musa dan muridnya
melakukan perjalanan, hingga akhirnya sampailah di sebuah tempat bertemunya dua
lautan.
Benar di
tempat itu ia
bertemu dengan Nabi Khidir.
Nabi Musa berkata, ’Aku jauh-jauh datang ingin berguru padamu, Wahai Khidir. Mulai
sekarang aku akan mengikuti kamu ke mana
pun kamu pergi.’
Nabi Khidir
menjawab, ‘Sesungguhnya kamu
tidak akan kuat bersamaku, sebab ilmu kamu masih sedikit, tak akan bisa
bersabar.’
‘Insya
Allah aku akan bersabar, dan tidak akan membantah terhadapmu,’ kata Nabi Musa
‘Kalau benar kamu akan ikut padaku, jangan sekali-kali bertanya sebelum
kujelaskan lebih dahulu,’ kata Nabi Khidir.
Akhirnya Nabi Musa
mengikuti Nabi Khidir. Mereka sampai di sebuah tempat tambatan perahu nelayan.
Nabi Khidir menghampiri sebuah perahu kemudian dilubangi. Nabi Musa marah
melihat tindakan Khidir yang seenaknya melubangi perahu milik orang lain.
“Aduh! Kenapa ya dirusak?”
Pak Soleh kaget.
Pak Odih menggelengkan
kepala.
“Nah, begitu juga Nabi
Musa. Ia kaget dengan tindakan Khidir. Sehingga Nabi Musa bertanya kepada Nabi
Khidir, ‘Kenapa kamu merusak perahu milik
orang lain? Kasihan pemiliknya. Kamu sudah membuat kesalahan besar!”
Nabi Khidir menjawab, ‘Sesungguhnya kamu Musa, tidak akan bisa bersabar bersamaku.’
Nabi Musa teringat
janjinya, ia berkata, ‘Maafkan aku
Khidir, aku lupa dengan janjiku. Kumohon kamu jangan menghukumku. Aku tak akan
membantahmu lagi.’
Nabi Khidir dan Nabi Musa
meneruskan perjalanan, hingga sampailah ke sebuah tempat, ada seorang anak kecil
sedang bermain. Anak itu ditangkap
oleh Nabi Khidir, kemudian dibunuh.”
“Aduh! Benar dibunuh,
Ustadz?” Pak Soleh dan Pak Odih sangat kaget.
“Begitulah ceritanya. Nabi
Khidir membunuh anak itu. Nabi Musa sangat kaget dan marah melihat kejadian
itu.
‘Kamu sungguh kejam wahai Khidir! Anak kecil yang sedang asyik bermain
seenaknya kamu bunuh. Anak kecil seperti dia belum memiliki dosa apa-apa. Kamu
benar-benar tidak memiliki perikemanusiaan! Kenapa kamu membunuhnya?’ kata Nabi Musa memarahi Khidir. Ia tak bisa
menerima kejadian itu.
‘Sesungguhnya kamu Musa,
tidak akan bersabar bersamaku. Diamlah jangan banyak bicara,’ sahut Nabi
Khidir.
Nabi Musa tertegun, ia
menyadari telah melanggar janjinya kepada Nabi Khidir. Ia berkata, ‘Maafkan aku tak bisa menahan emosi.
Baiklah, mulai sekarang aku tak akan protes. Aku berjanji, kalau sekali lagi
melanggar, biarlah aku tak ikut lagi
denganmu.’
Akhirnya
Nabi Khidir dan Nabi Musa sampai ke sebuah tempat, sebuah perkampungan. Tapi di
kampung itu tak ada seorang pun penduduk yang menyambut kedatangan Nabi Musa
dan Nabi Khidir. Tak ada seorang pun yang memberikan air minum kepada mereka
yang kehausan karena telah melakukan perjalanan jauh.
“Wah kikir banget! Sampai
minuman pun tak ada yang ngasih!” kata Pak Soleh marah.
“Kalau ada
tamu yang datang ke rumah kita, jangankan cuma air, kopi susu dan
makanannya kita berikan,” sahut Pak Odih.
“Akhirnya
mereka sampai di sebuah rumah yang kondisinya rusak. Rumah itu diperbaiki oleh
Nabi Khidir. Nabi Musa kesal, ia bertanya kepada Nabi Khidir, ‘Kenapa kamu mau memperbaiki rumah ini?
Padahal penduduknya sangat kikir, sehingga tak ada seorang pun yang memberi
kita makanan, bahkan sekedar minuman pun tak ada yang mau memberi.’
Kata
Nabi Khidir, ‘Hai Musa, karena kamu banyak
bertanya, mulai sekarang kamu jangan mengikutiku lagi.’
Nabi
Musa terhenyak. Ia menyadari dirinya telah melanggar janji untuk tak bertanya
apa pun kepada Nabi Khidir.
Kemudian kata Nabi Khidir,
‘Sekarang akan kujelaskan kenapa aku
bertindak hal-hal yang tak kau mengerti sehingga kamu terus bertanya. Aku
melubangi perahu karena pemiliknya seorang nelayan yang miskin. Sebentar lagi
akan ada penguasa yang dzalim merampas perahu-perahu yang bagus. Aku lubangi
perahu itu sehingga menjadi rusak sedikit agar tidak dibawa oleh penguasa yang
kejam. Kalau cuma bolong sedikit, nanti juga akan mudah diperbaiki oleh nelayan
miskin tersebut’.”
Semua yang mendengarkan
ceramah Kabayan mengangguk-angguk.
“Nabi Khidir melanjutkan,
‘Anak kecil yang sedang bermain kubunuh karena nanti setelah dia besar dia akan
membuat kerusakan di kampung itu. Ia akan membunuh orang tua dan penduduk di
kampung itu. Daripada nantinya akan membuat kerusakan, lebih baik dia dibunuh
ketika masih kecil.”
Kembali semuanya
mengangguk-angguk.
“Selanjutnya kata Nabi
Khidir, ‘Aku memperbaiki rumah karena pemilik rumah adalah dua orang anak
yatim. Di bawah rumah itu ada harta karun peninggalan orang tuanya. Kalau rumah
itu tidak diperbaiki, harta karunnya takut ditemukan oleh orang-orang
jahat di kampung itu. Kalau anak-anak
itu sudah dewasa, mereka akan menemukan harta karun itu untuk bekal mereka
beribadah. Begitulah Musa, aku bertindak bukan berdasarkan napsu, tetapi demi
kebaikan masa depan.’
Nah, begitulah cerita Nabi
Musa dan Nabi Khidir,” Kabayan menutup ceritanya.
“Wah, Nabi Khidir sakti
ya, bisa mengetahui tabir masa depan,” kata Pak Soleh.
“Aku juga bisa,” kata Pak
Odih.
“Bisa apa?” bentak Pak
Soleh.
“Di rumahku sekarang ada
ayam yang sedang bertelur. Aku tahu telur itu nanti akan menjadi anak ayam,”
sahut Pak Odih.
Pak Soleh melotot.
***
Ustadz Kabayan
______________________________________
11 DO’A GUNDAH GULANA
Suatu hari Pak Soleh kedatangan adiknya dari kota. Namanya Pak Duloh.
Di Jakarta, ia bekerja sebagai pedagang di pasar. Ia pulang dalam keadaan
seperti depresi. Katanya ia terlilit hutang kepada seorang rentenir. Kalau
hutangnya tak segera terbayar, kiosnya akan diambil oleh rentenir itu. Pak
Duloh datang ke kampung untuk meminta tolong kepada Pak Soleh sambil menenangkan
diri karena hatinya yang gundah gulana karena menghadapi masalah tersebut.
Sejak kedatangan adiknya itu, dua hari ini Pak Soleh nampak selalu pergi ke
mushola bersamanya.
Pak Soleh membawa adiknya ke rumah Kabayan selepas
shalat Asyar.
“Assalaamu’alaikum!” Pak Soleh memberi salam di
depan pintu rumah.
Kabayan yang sedang membaca buku-buku agama
menyahut dari dalam, “Wa’alaikum salam!”
Kabayan membuka pintu.
“Eh ada Pak Soleh
dan Pak Duloh. Mari masuk, Bapak-bapak,” Kabayan mempersilahkan.
“Maaf mengganggu, Pak Ustad,”
kata Pak Duloh.
“Ah tidak apa-apa.
Malah senang kedatangan
tamu. Menurut keterangan, ketika tamu pulang dari rumah kita, sebagian dosa
kita akan dibawa oleh tamu-tamu itu,” kata Kabayan.
“Wah, saya pulang nanti membawa dosa, dong!” kata
Pak Soleh.
“Dosanya akan dibuang di jalan, tidak akan
membebani Pak Soleh,” lanjut Kabayan.
“Oh begitu. Mulai besok akan kusuruh Si Odih setiap
hari bertamu ke rumahku,” kata Pak Soleh.
Kabayan tersenyum, “Silahkan duduk, Bapak-bapak,”
ucap Kabayan.
Mereka duduk di atas karpet.
Beberapa saat kemudian isteri Kabayan datang
mengantarkan minuman.
“Aduh, tidak usah merepotkan, Neng,” kata Pak
Soleh.
“Saya juga ingin mendapat ganjaran, Pak,” sahut Umi
Nisa sambil tersenyum. Ia kemudian kembali ke dalam.
“Pak Duloh mau lama tinggal di sini?”
“Saya sebenarnya betah di sini, tapi saya punya
kios di Jakarta, kalau ditinggal lama-lama dari mana saya menafkahi keluarga?”
kata Pak Duloh.
“Begini Jang Ustadz, saya datang ke sini bersama
adik saya karena ingin mendapatkan petuah dari Jang Ustadz. Adik saya ini
sedang memiliki masalah besar. Ia mempunyai utang kepada rentenir. Kalau tidak
segera dibayar utangnya, kios milik adik saya akan diambil. Sedangkan kios itu
satu-satunya sumber penghasilan untuk menafkahi keluarganya,” kata Pak Soleh.
“Ya. Begitulah Pak Ustadz, saya
datang menemui kakak saya untuk
memohon bantuan dan menenangkan diri karena hati saya yang gundah gulana. Kakak
saya mengajak ke rumah Pak Ustadz untuk meminta petunjuk yang sesuai dengan agama,”
kata Pak Duloh.
“Pak Duloh suka shalat, kan?” tanya Kabayan.
“Ya... kadang-kadang masih tertinggal,” sahut pak
Duloh.
“Mulai sekarang jangan tinggalkan shalat, ya!”
“Iya, Pak Ustadz.”
“Pak Duloh percaya kepada do’a, bahwa do’a itu akan
sampai kepada Allah?”
“Percaya, Pak Ustadz.”
“Saya akan bercerita tentang sebuah kisah yang
disebutkan dalam sebuah hadits. Pada suatu waktu Rasulullah Muhammad SAW masuk
ke dalam mesjid. Beliau melihat ada seseorang yang bernama Abu Umamah sedang
diam di dalam mesjid, padahal bukan waktunya shalat.
Rasulullah bertanya, ‘Hai Abu Umamah, sedang apa
kamu diam di mesjid padahal bukan waktunya shalat?’
Abu Umamah menjawab, ‘Aku sedang gundah gulana
karena memilik banyak utang.’
Kata Rasulullah, ‘Aku akan memberimu sebuah bacaan,
yang insya Allah membuang rasa gundah gulanamu, dan hutang-hutangmu akan
terbayar. Baca olehmu setiap pagi dan sore ; Allahhumma innii a’uudzubika minal hamma wal hazani, wa a’uudzubika
minal ajri wal kasali, wa’auudzubika minal jubni wal bukhli, wa ‘auudzubika min
ghalabatiddaini waqohrirrojali. Ya Allah sesungguhnya aku berlindung
kepada-Mu dari kebingungan dan kesedihan, dan aku berlindung kepada-Mu dari
sifat lemah dan pemalas, dan aku berlindung kepada-Mu dari banyak ketakutan dan
sifat kikir, dan aku berlindung kepada-Mu dari lilitan hutang dan paksaan
orang-orang.’
Abu Umamah berkata, ‘Maka aku melaksanakan perintah
Rasulullah, kemudian Allah menghapuskan kegundahan dan memberi jalan keluar
untuk melunasi hutang-hutangku.’
Demikian kisah Abu Umamah yang diceritakan dalam
hadits tersebut,” Kabayan mengakhiri pembicaraannya.
“Pak Ustadz, beri saya do’a yang tadi, saya akan
mengamalkannya,” kata Pak Duloh.
“Ya, nanti saya berikan,” ucap Kabayan.
“Jang Ustadz, kenapa tidak dari kemarin-kemarin memberitahukan
hal itu kepada saya? Saya juga punya utang bekas memperbaiki rumah,” kata Pak
Soleh.
“Kan Bapak tidak bertanya!” sahut Kabayan sambil
tersenyum.
Sesungguhnya Allah mengundang umat-Nya untuk
berdo’a jika menghadapi sebuah kesulitan dalam hidupnya.
Firman Allah, “Apabila
hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah) bahwa Aku dekat.
Aku mengabulkan permohonan orang-orang yang berdo’a apabila ia memohon
kepada-Ku.” (QS Al-Baqarah : 186)
Rasulullah bersabda, “Berdo’alah kalian kepada Allah dengan hati yang yakin untuk
dikabulkan. Ketahuilah, bahwa Allah tidak menerima do’a dari hati yang lalai
terpedaya oleh dunia.”
Hadirkan hati, satukan pikiran dan ucapan, kemudian
berdo’alah dan terus berdo’a. Allah ingin menyaksikan keistiqamahan dan
kesinambungan permohonan seorang hamba kepada-Nya. Yakinlah dan berbaik sangka
kepada Allah agar segera dikabulkan-Nya.
***
Ustadz Kabayan
______________________________________
12 TUBUH YANG SEMPURNA
Pengajian mingguan kembali tiba. Pengunjung mushala lebih penuh
daripada minggu sebelumnya. Masyarakat penasaran ingin mendengar ceramah Ustadz
Kabayan yang mengaku sebagai ustadz paling terkenal sedunia. Kabar tentang itu
terus beredar di masyarakat.
Selesai shalat Isya, acara pengajian dimulai. Pak
Soleh membuka acara dan kembali mengingatkan kepada ibu-ibu yang lupa mematikan
kompornya di rumah. Selesai sambutan dari Pak Soleh, Kabayan memulai
ceramahnya.
“Bismillaahirrahmaanirrahiim, assalaamu’alaikum
warahmatullahi wabarakaatuh!”
“Wa’alaikum salam warahmatullaahi wabarakaatuh!”
sahut semuanya.
“Hamdan wasyukran lillah. Washalaatu wassalaamu
‘alaa Sayyidina Muhammad. Wa ‘alaa aalihi washahbihi wasallam. Amma ba’du.
Allah berfirman dalam surat At-Tiin ayat 4, ‘A’uudzubillaahi minashshaithaanirrajiim.
Bismillaahirrahmaanirrahiim. Laqad khalaknal insaana fii ahsani taqwiim.’
Artinya apa Ujang?” Kabayan bertanya kepada anak didiknya.
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam
bentuk yang sebaik-baiknya,” sahut Ujang lancar.
“Tepuk tangan buat Ujang!” kata Kabayan.
Penghuni mushala bertepuk tangan.
“Kalian dengar kan? Murid Ustadz Kabayan hebat. Si
Ujang ini baru dua minggu mengaji dan menghapal Al-Qur’an di sini sudah hapal
lima surat pendek bersama terjemaahnya. Coba mana Bapak Ujang?” Kabayan
mencari-cari.
“Saya!” Pak Osid mengacungkan tangan.
“Bapak bangga punya anak pintar mengaji?”
“Wah bangga sekali, Jang Ustadz,” sahut Pak Osid.
“Bapak bisa gak mengaji Al-Qur’an?”
“Sedikit-sedikit.”
“Sedikit bagaimana?”
“Cuma bisa baca Surat Al-Fatihah saja,” Pak Osid
malu-malu.
“Tidak apa-apa. Mulai sekarang Bapak belajar
membaca dan menghapal Al-Qur’an. Di rumah juga tidak apa-apa belajar kepada
Ujang. Jangan malu belajar kepada anak kalau anak kita lebih mampu daripada
kita. Siap, Pak?”
“Siap Jang Ustadz!”
“Nah ini baru aki-aki shaleh”
Penghuni mushala cekikikan.
“Sudah
aki-aki tapi masih
mau belajar Al-Qur’an. Semoga khusnul khatimah. Amin.”
“Amiiin!” sahut semuanya.
“Hadirin yang Allah mulyakan, berdasarkan Surat
At-Tiin ayat 4 yang dibacakan tadi, Allah menegaskan bahwa manusia diciptakan
dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Mari kita buktikan. Jika ada di kampung ini
manusia yang paling jelek rupanya. Ayo kita bawa ke kebun binatang. Kita
sandingkan dengan Gorila, dengan Monyet, dengan Siamang atau dengan Beruk.”
Penghuni mushala tertawa cekikikan.
“Masih cakepan manusia yang paling jelek, kan?”
tanya Kabayan.
“Yaaa!” sahut semuanya.
“Makanya manusia sejelek apa pun wajah dan
penampilannya, harus bersyukur kepada Allah karena lebih baik daripada binatang.
Manusia diberikan tubuh yang tegak. Mempunyai wajah lengkap dengan dua mata,
dua telinga, satu hidung, satu mulut yang ada lidah dan giginya kecuali bayi
dan orang jompo, memiliki dua tangan dan dua kaki.
Sekarang mari kita perhatikan. Manusia memiliki
wajah yang mengarah ke depan, tidak mengarah ke belakang. Bagaimana kalau wajah
kita berada di belakang? Kalian tidak akan bisa melihat aku berceramah. Kalau
kentut dan buang air akan terasa baunya. Dengan wajah ke depan saja sudah
tercium baunya, apalagi kalau wajah kita menghadap ke belakang.”
Penghuni Mushala tertawa-tawa mendengar-kannya.
“Sekarang perhatikan mata kita. Mata kita mempunyai
dua kelopak mata yang bisa menutup dan membuka secara otomatis sesuai kehendak
kita. Coba kalau tidak ada kelopak matanya. Waktu tidur pasti melotot. Kalau
ada asap atau debu bagaimana? Kalau tersorot cahaya lampu senter bagaimana?
Satu saja kelopak mata kita tak bisa menutup, orang-orang yang melihat kita
akan tertawa.”
Orang-orang mengangguk-angguk sambil tersenyum-senyum,
sebagian ada yang tertawa cekikikan.
“Lalu perhatikan hidung kita. Memiliki lubang dua
yang menghadap ke bawah. Tidak menghadap atas. Kalau menghadap ke atas, saat
kita kehujanan pasti repot karena kemasukan air. Kalau kita mandi harus ditutup
dulu lubang hidungnya. Selesai mandi dibuka kembali. Rata-rata berapa menit
kita mandi? Sepuluh menit! Kalau lubang hidung kita ditutup sepuluh menit pasti
keburu pingsan!”
Semuanya tertawa.
“Kemudian perhatikan telinga kita. Ada dua,
kedua-duanya elastis seperti karet. Kalau telinga kita keras seperti besi, kita
tidak akan bisa tidur miring. Kalau tidur miring maka bantal kita akan cepat
habis. Terus kita akan sering ditangkap polisi kalau bawa sepeda motor. Kenapa?
Karena kita gak akan bisa memakai helm!”
Semuanya tertawa kembali.
“Selanjutnya gigi kita. Gigi kita ini keras
dan bertumbuh. Tapi pertumbuhannya terbatas. Ia berhenti tumbuh pada
usia tertentu. Coba kalau gigi kita terus tumbuh. Semakin lama semakin panjang.
Kita akan semakin lelah karena mulut kita semakin menganga lebar seiring dengan pertumbuhan
kita. Semakin tua mulut manusia semakin menganga. Karena terganjal giginya.”
Pak Somad
yang giginya tonggas
tertawa sendirian. Ia membayangkan jika giginya yang tonggas semakin
panjang. Ia akan semakin repot. Semua orang yang mendengar tawa Pak Somad ikut
tertawa sampai tergelak-gelak.
“Ayo tertawa mumpung kita berada di alam dunia,
karena setelah nyampai akherat tak akan ada yang bisa tertawa sedikit pun
karena beban yang mereka alami masing-masing sangat berat.”
Kabayan minum sambil menunggu orang-orang
menyelesaikan tawanya.
“Baiklah kita lanjutkan ceramahnya. Allah
menciptakan manusia dengan perencanaan yang sangat sempurna. Selain tubuh yang
bagus dan proporsional, juga manusia diberi akal. Dengan akalnya itu manusia
bisa mengolah alam dunia ini. Dengan akalnya manusia bisa mengubah dunia ini.
Mengubah gunung-gunung menjadi perkampungan, perkotaan, tempat-tempat wisata.
Dengan akalnya manusia menciptakan alat transfortasi mulai dari becak yang
paling sederhana hingga pesawat terbang yang canggih. Dengan akalnya manusia
membangun jalan-jalan dan jembatan. Dengan akalnya manusia menciptakan listrik
yang menyalakan lampu. Menciptakan radio, televisi, komputer, telepon, hand
phone, dan alat-alat canggih lainnya. Dengan akalnya manusia menciptakan
berbagai fasilitas untuk kesenangan hidupnya. Sehingga terlenalah manusia dalam
kenikmatan dunia. Mereka tertipu oleh nikmatnya kehidupan dunia yang hanya
sementara. Pantas saja Allah berfirman dalam Kitab Suci Al-Qur’an Surat At-Tiin
ayat berikutnya : Tsumma radadnaahu
asfalasaa filiin. Bacakan artinya Jang!” Kabayan menoleh pada Ujang.
“Kemudian kami kembalikan dia ke tempat yang
serendah-rendahnya yaitu neraka.”
“Nah! Ini yang gak enak. Manusia yang diciptakan
oleh Allah dalam bentuk yang sempurna, kemudian dikembalikan ke neraka. Kenapa?
Karena kebanyakan manusia tidak bersyukur atas segala nikmat yang telah
diberikan oleh Allah kepadanya. Matanya lebih banyak ia gunakan untuk melihat
maksiat daripada digunakan untuk ayat-ayat Al-Qur’an. Telinganya lebih banyak
ia gunakan untuk mendengar hal-hal jelek daripada mendengarkan alunan ayat
Al-Qur’an atau dakwah tentang agama. Mulutnya lebih banyak ia gunakan untuk
berkata yang kotor dan sia-sia daripada digunakan untuk berdzikir, membaca
Al-Qur’an dan berkata baik. Otaknya lebih banyak ia gunakan untuk memikirkan
rencana jelek daripada memikirkan rencana baik. Tangannya lebih banyak ia
gunakan untuk mengambil hak orang lain daripada memberikan manfaat kepada orang
lain. Kakinya lebih banyak ia langkahkan untuk berbuat keburukan daripada
melangkah kepada kebaikan.”
Kabayan memandangi wajah orang-orang yang nampak
khusyu mendengarkan ceramahnya.
“Siapa yang mau masuk neraka?” tanya Kabayan.
Tak ada yang menjawab.
“Naudzubillaahi mindzalik. Neraka jahanam itu
tempat pembalasan yang getir menakutkan. Di dalamnya penuh dengan macam-macam
siksaan dan kesengsaraan bagi penghuninya. Penjaganya para malaikat yang kejam
dan bengis. Manusia dan jin yang menjadi penghuni neraka setiap waktu
menjerit-jerit hingga jeritannya membahana, berbaur dengan suara air neraka
yang mendidih. Karena panasnya api neraka, kalau satu lobang jarum saja
besarnya dikeluarkan ke bumi kita, maka bumi ini akan terbakar dan hancur.”
Semua orang yang mengikuti pengajian di mushala
nampak tegang mendengarnya.
“Sekarang siapa yang ingin masuk ke dalam surga?”
Semua tersenyum.
“Wah, kelihatannya semuanya ingin masuk surga, ya?
Kalau semuanya ingin masuk ke dalam syurga, mari kita syukuri tubuh kita yang
bentuknya sangat indah ini, dengan cara bertaqwa, menta’ati segala perintah
Allah, dan menjauhi apa yang dilarang oleh Allah, agar jika kita kelak kembali
menghadap-Nya, kita terhindar dari api neraka, tapi mendapat surga Allah yang
sangat luas dan penuh dengan kebahagiaan.
Demikian yang bisa saya sampaikan pada ceramah kali
ini. Saya ustadz Kabayan, ustadz paling terkenal sedunia, ustadz yang mengerti bahasa binatang, undur
diri dari hadapan semuanya. Billaahi taufik walhidayah, wassalaamu’alaikum warahmatullaahi
wabarakaatuh!”
“Wa’alaikum salam warahmatullaahi wabarakaatuh!”
sahut semuanya.
Sebagian orang berpandangpandangan. Apakah benar
Ustadz Kabayan bisa bahasa binatang?
***
Ustadz Kabayan
______________________________________
13 UNDANGAN
CERAMAH PERTAMA
Selesai Shalat Dhuhur, Kabayan kedatangan tamu dari kampung
sebelah, namanya Pak Haji Sobari. Ia diantar oleh Pak Soleh. Setelah duduk dan
minum, Pak Haji Sobari menyampaikan maksudnya.
“Begini Jang Ustadz, saya akan mengadakan acara
syukuran karena terpilih menjadi calon anggota legislatif. Saya ingin Jang
Ustadz menjadi penceramah-nya. Katanya Jang Ustadz mengerti bahasa binatang.
Istri dan anak-anak saya penasaran ingin mendengar ceramah Jang Ustadz.
Acaranya nanti jam delapan malam,” ujar Pak Haji Sobari.
“Oh begitu,” Kabayan tersenyum.
“Kira-kira Jang Ustadz bersedia gak?” tanya Pak
Haji Sobari.
“Saya terserah kepada Pak Soleh. Kalau Pak Soleh
bersedia mengantar saya, pasti saya akan datang, soalnya Pak Soleh punya sepeda
motor, saya bisa numpang pada Pak Soleh,” sahut Kabayan.
“Bagaimana Pak Soleh?” Pak Haji Sobari berpaling
pada Pak Soleh
“Saya sih terserah kepada Jang Ustadz, kalau
bersedia pasti saya antar,” sahut Pak Soleh.
“Jadi bagaimana?” Pak Haji Sobari bingung.
“Insya Allah, saya akan datang. Tapi setelah
selesai mengajar anak-anak di sini dan shalat Isya dulu,” sahut Kabayan.
“Terima kasih, Jang Ustadz,” sahut Pak Haji Sobari
gembira.
Pak Haji Sobari tak lama berada di rumah Kabayan
karena masih banyak hal yang harus dipersiapkan di rumahnya.
Malam harinya selesai mengajar mengaji dan shalat
Isya, Kabayan pergi diantar oleh Pak Soleh. Mereka sampai jam delapan lebih
lima menit di rumah Pak Haji Sobari. Acara dilangsungkan di dalam rumah Pak
Haji Sobari yang besar. Kedatangan mereka langsung disambut oleh Pak Haji
Sobari dengan perasaan senang karena ustadz yang diundangnya sudah datang.
Kabayan bersalaman dengan seluruh orang yang sudah hadir lebih dahulu di rumah
Pak Haji Sobari. Selanjutnya ia bersama Pak Soleh dipersilahkan duduk
berdampingan dengan Pak Haji Sobari. Kabayan berusaha menghilangkan rasa
nervousnya.
Duh, enak banget jadi ustadz, dihormati oleh
masyarakat dan dihargai oleh orang-orang besar, kata Kabayan dalam hati. Memang
baru pertama kali ini ia diperlakukan seperti itu. Inilah penghargaan manusia
dan Allah kepada orang yang berilmu, padahal pengetahuannya soal agama masih
sedikit.
Hati Kabayan berdebar-debar, kalau sekedar ceramah
di mushala di hadapan tetangga dan anak-anak didiknya, ia tidak memiliki beban
apa-apa. Tapi kalau harus ceramah di depan masyarakat banyak seperti ini, di
depan para tokoh masyarakat dan tokoh agama yang pengetahuannya jauh lebih
tinggi daripadanya, Kabayan sangat nervous. Ia menarik napas panjang
berkali-kali untuk menenangkan hatinya.
Orang-orang yang melihat Kabayan berbisik-bisik,
“Itu Ustadz Kabayan yang bisa mengerti bahasa binatang,” katanya.
“Hebat ya, seperti Nabi Daud,” sahut temannya.
“Aku penasaran ingin segera mendengarkan
ceramahnya.”
Beberapa saat kemudian acara dimulai. Dibuka dengan
bacaan basmalah oleh pembawa acara, dilanjutkan dengan pembacaan ayat suci
Al-Qur’an dan shalawat oleh qari dari kabupaten. Suaranya terdengar sangat
merdu dengan napas yang panjang. Maklum katanya juara kedua tingkat kabupaten.
Acara selanjutnya sambutan dari Pak Haji Sobari sebagai pemilik acara. Dalam
sambutannya Pak Haji Sobari mengucapkan rasa syukur karena telah terpilih
menjadi salahseorang calon anggota legislatif dari sebuah partai besar. Lalu ia
memohon do’a dan dukungannya dari seluruh keluarga, kerabat, tetangga dekat
serta masyarakat pada umumnya. Selesai acara sambutan dari
Pak Haji Sobari,
pembawa acara kemudian
menyampaikan susunan acara berikutnya.
“Acara selanjutnya ceramah yang akan disampaikan oleh
Ustadz Kabayan, ustdaz yang bisa mengerti bahasa binatang.”
Semua mata tertuju kepada Kabayan. Kabayan
mengangguk-angguk sambil tersenyum.
“Kepada yang dimuliakan oleh Allah, Ustadz
Kabayan, kami persilahkan untuk
menyampaikan
ceramahnya,” kata pembawa acara.
Kabayan memandang sambil tersenyum beberapa saat
kepada Pak Haji Sobari.
“Silahkan, Jang Ustadz,” kata Pak Haji Sobari.
“Bismilaahirrahmaanirrahiim. Assalaamu’alaikum
Warahmatullaahi Wabarakaatuh!” Kabayan menyampaikan salam.
“Wa’alaikum salam warahmatullaahi wabarakaatuh!”
sahut semuanya.
“Teh manis
buatan Bu Salamah.
Manis amat sambutan salamnya!”
Semua yang hadir tersenyum.
“Hamdan wasyukran Lillah. Washshalaatu wassalaamu
‘alaa sayyidina Muhammad. Amma ba’du.
A’uudzubillaahi
minasy Syaithaanirrajiim. Waidzaa laqulladziina aamanu qaaluu aamanna. Waidzaa
kholau ilaa syayaatinihim, qaalu innaa ma’akum innamaa nahnu mustahziuun.
Yang saya hormati Pak Haji Sobari beserta keluarga
besarnya, semoga Allah senantiasa memuliakannya. Amiin!”
“Amiiinn!”
“Terima kasih sudah mengundang saya, Ustadz
Kabayan, ustadz paling terkenal sedunia menurut Majalah Si Kuncung yang sudah
lama tidak terbit lagi.”
Semua yang hadir tertawa.
“Karena saya diundang ke sini bersama masyarakat,
kami bisa mencicipi makanan dan minuman yang melimpah ruah. Semoga rezeki Pak
Haji Sobari dan keluarganya semakin barakah. Amin!”
“Amiiinn!”
“Karena
mengundang kami semua,
banyak sekali kebaikan yang diperoleh Pak Haji Sobari dan keluarga yang
kami rasakan. Apalagi saya. Selain dapat menikmati makanan dan minuman, mungkin
saat pulang nanti saya akan dikasih sarung dan amplop yang ada isinya.”
Semuanya tertawa.
“Maaf ya, Pak Haji. Saya memang Ustadz Philips,
terus terang, terang terus!”
Semuanya masih tertawa.
“Kemudian saya sampaikan salam hormat kepada para
tokoh ulama, para ustadz, para tokoh agama yang hadir pada acara ini. Saya
sangat menjunjung tinggi anda sekalian yang telah berjuang tanpa pamrih
menegakkan agama islam di daerah masing-masing, semoga Allah memuliakannya.
Amin!”
“Amiiinn!”
“Mohon maaf seribu maaf, saya ceramah di sini bukan
karena bisa, saya hanya keluaran pesantren kilat tingkat desa tapi tidak sampai
tamat. Prestasi saya dalam bidang agama cuma pernah juara menghapal surat-surat
pendek Al-Qur’an tingkat RW, itu juga karena saya satu-satunya peserta yang
ikut lomba.”
Semuanya tersenyum-senyum.
“Jangan salahkan saya kenapa berceramah di sini,
salahkan saja Pak Haji Sobari mengapa mengundang Ustadz Kabayan yang dangkal
ilmunya.”
Semuanya tertawa.
“Katanya beliau mengundang saya karena bisa bahasa
binatang. Banyak orang yang penasaran apakah benar Ustdaz Kabayan bisa bahasa
binatang? Tadi juga saya mendengar orang berbisik-bisik. Benar! Benar sekali
saya bisa bahasa binatang. Tadinya saya akan menggunakan bahasa binatang dalam
ceramah saya. Tapi anda semua tidak akan mengerti! Makanya saya memakai bahasa
manusia!”
Semuanya tertawa.
“Kalau berceramah di depan kebun binatang, baru
saya akan menggunakan bahasa binatang. Kalau saya menggunakan bahasa binatang
di sini, tidak akan nyambung!”
Orang-orang masih tertawa-tawa.
“Hadirin yang berbahagia. Tadi saya membacakan ayat
Al-Qur’an di awal ceramah.
A’uudzubillaahi
minasy Syaithaanirrajiim. Waidzaa laqulladziina aamanu qaaluu aamanna. Waidzaa
kholau ilaa syayaatinihim, qaalu innaa ma’akum innamaa nahnu mustahziuun.
Dan
bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan, ‘Kami
telah beriman’. Dan bila mereka kembali kepada syetan-syetan (teman-teman)
mereka, mereka mengatakan, ‘Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu, kami
hanyalah mempermainkan.’
Ayat ini diturunkan berkaitan dengan kelakuan
seorang munafik bernama Abdullah bin Ubai. Abdullah bin Ubai bersama anak
buahnya bertemu dengan sahabat-sahabat Rasulullah.
Kata Abdullah bin Ubai kepada anak buahnya,
‘Lihatlah! Aku akan mempermainkan mereka orang-orang yang tolol itu. Aku akan
mengolok-olok mereka.’
Abdullah bin Ubai kemudian menjumpai Abu Bakar
Sidiq. Ia menjabat tangan Abu Bakar dan berkata, ‘Selamat bagimu, wahai
penghulu Bani Taim dan Syaikhul Islam. Engkaulah orang kedua selain Rasulullah
tatkala bersembunyi di Goa Tsaur. Engkau telah mengorbankan harta benda dan
jiwa raga untuk beliau. Sungguh mulia sifatmu.’
Begitulah ia memuji Abu Bakar setinggi langit.
Ketika ia bertemu dengan Umar bin Khatab ia berkata,
‘Selamat kepadamu wahai pemimpin Bani Adi bin Ka’ab, yang mendapat gelar
kehormatan Al-Faruq. Engkau sangat kuat memegang agamamu, dan dengan sukarela
menyerahkan harta benda serta jiwa raga bagi perjuangan Rasulullah.’
Begitulah ia
memuji Umar bin
Khattab untuk menyenangkan hatinya.
Ketika ia bertemu dengan Sayyidina Ali r.a. ia
berkata, ‘Selamat sejahtera dan segala pujian untukmu wahai saudara sepupu
Rasulullah, pintu gerbang seluruh ilmunya, menantu terkasih yang sangat
dicintainya. Sungguh engkau prajurit yang gagah berani di medan perang. Kalau
perlu, lehermu kau serahkan untuk Rasulullah karena cintamu murni, hatimu
tulus. Dan engkaulah yang pantas menjadi pemimpin Bani Hasyim di samping
Rasulullah.’
Begitulah ia berkata memuji Sayyidina Ali.
Kemudian Abdullah bin Ubai kembali kepada anak
buahnya dan berkata, ‘Begitulah caranya jika kalian bertemu dengan mereka.
Berbuatlah seperti yang kulakukan barusan.’
Abdullah bin Ubai ini adalah dedengkotnya kaum
munafiqin. Saya benci banget kepadanya. Saking bencinya, menceritakan kisahnya
membuat saya haus. Maafkan saya ingin minum dulu.”
Kabayan meneguk air minum.
Semuanya tersenyum.
“Kenapa saya menceritakan kisah tadi? Karena di sekitar kita banyak orang bermuka dua. Di
depan bilang ya, di belakang bilang tidak. Wajah mereka tersenyum, bibir mereka
berkata manis, padahal hatinya busuk dan menyimpan rencana jahat. Apalagi
sekarang menjelang pemilihan umum. Orang-orang berdatangan menemui para calon
anggota legislatif. Semua caleg didatangi, mengaku mendukung dan siap
membantu perolehan suara,
padahal hanya untuk mendapatkan uangnya saja.
Kenapa jadi pada diam, ngerasa ya?”
Semuanya tersenyum.
Kabayan menoleh kepada Pak Haji Sobari, “Hati-hati
loh, Pak Haji. Jangan mudah terbujuk rayuan orang-orang yang datang tanpa kita
ketahui sifat dan karakternya. Berhati-hatilah mencari tim sukses. Kalau salah
memilih tim, nanti Pak Haji gak akan sukses, yang sukses malah timnya.”
Orang-orang tertawa. Pak Haji Sobari cuma tersenyum.
“Saya ingatkan kepada semuanya, jangan bermuka dua!
Ke caleg A datang untuk menyatakan mendukung, setelah dikasih bantuan pulang,
bantuannya dibawa ke rumah untuk kepentingan pribadi. Ke caleg B datang
menyatakan dukungan, setelah dikasih bantuan dibawa ke rumah sebagian,
dibagikan kepada masyarakat sebagian. Datang lagi ke caleg C untuk menyatakan
dukungan sambil meminta selang untuk masjid, selangnya dibawa ke sawah milik
sendiri. Jangan! Jangan berbuat begitu! Allah mengancam orang-orang munafik, akan
disimpan di dasar neraka jahanam! Kalau mau mendukung, dukunglah satu orang!
Orang yang kita percayai! Dengan dasar lillaahi ta’ala untuk kebaikan umat!
Untuk kemajuan daerah kita!
Aduh! Malah berkampanye nih.”
Orang-orang tertawa.
“Saya heran. Orang-orang memilih dengan dasar
materi. Saya pernah bertemu dengan beberapa orang yang mengatakan, saya akan
memilih siapa saja yang memberi uang. Kalau masyarakat biasa atau masyarakat
awam berkata seperti itu wajar, karena pengetahuan mereka dan keadaan mereka
yang masih membutuhkan bantuan. Tapi banyak orang yang mengerti soal agama,
mereka menjual suara kepada para caleg untuk membangun mesjid, madrasah, dan
sarana-sarana ibadah yang lain. Pantas saja banyak tempat ibadah yang kosong
ditinggalkan oleh umat karena bangunan tempat ibadahnya dibuat dari cara yang
tidak benar! Keramiknya dari caleg A, karpetnya dari caleg B, pengeras suaranya
dari caleg C. Belum lama dipasang keramiknya sudah pecah karena harganya murah.
Ketika dipakai shalat karpetnya tidak nyaman, bawaan shalatnya ingin cepat
selesai, ingin segera pulang ke rumah. Ketika dipanggil adzan umatnya malah
kabur tidak mau masuk ke dalam mesjid.
Hadirin yang saya hormati, Pak Haji Sobari yang
saya cintai, niat Pak Haji untuk menjadi caleg sangat mulia. Jika nanti menjadi
anggota dewan, banyak hal yang bisa diperbuat untuk kemajuan dan kemaslahatan
umat. Semoga cita-cita Pak Haji diridhai Allah SWT. Amin!”
“Amiiinn!”
“Untuk terpilih menjadi anggota dewan, syaratnya
cuma satu. Suara pemilihnya harus banyak.”
Orang-orang tertawa.
“Supaya suaranya banyak, Pak Haji harus dicintai
oleh rakyat. Ada yang mengatakan suara rakyat adalah suara Tuhan. Agar dicintai
oleh rakyat, maka harus dicintai oleh Tuhan. Saya akan menceritakan sebuah
kisah tentang seseorang yang mencari jawaban tentang ciri-ciri orang yang
dicintai oleh Allah dan dibenci oleh Allah.
Suatu hari datanglah seorang asing kepada
Rasulullah.
Rasulullah bertanya, ‘Siapa namamu?’
Orang itu menjawab, ‘Zaidhulkhail, Si Kuda Jalang.’
Rasulullah tersenyum, ‘Ganti namamu menjadi
Zaidulkhair, yang bertambah kebaikannya.’
Zaid berkata, ‘Terserah. Tidak penting masalah
nama. Saya datang ke sini ingin bertanya, apa cirinya orang-orang yang dicintai
Allah dan dibenci Allah?’
Rasul malah balik bertanya, ‘Bagaimana perasaanmu
saat bangun tidur?’
Zaid menjawab, ‘Setiap bangun tidur pagi, saya
ingin melakukan kebaikan dan rindu ingin bertemu dengan orang-orang yang
berbuat baik. Jika berbuat baik, saya hanya ingin dapat pahala semata-mata dari
Allah, bukan pujian dari manusia. Kalau saya tidak bisa berbuat kebajikan, hati
ini rasanya hancur. Jika tidak bertemu dengan orang shaleh, hatiku sedih.’
Rasul berkata, ‘Itulah ciri-ciri orang yang
dicintai Allah. Adapun orang-orang yang dibenci Allah adalah mereka yang ketika
bangun tidur sudah berencana hendak berbuat
maksiat serta ingin bersuka ria dengan para ahli maksiat.’
Nah, dari kisah tersebut, kita
tinggal mencocokkan diri saja,
apakah kita termasuk orang yang dicintai Allah atau dibenci Allah? Tapi saya
yakin, Pak Haji Sobari ini adalah orang yang dicintai Allah, karena selalu
berbuat kebaikan dan dekat dengan orang-orang shaleh. Semoga saja menjadi
pembuka jalan bagi Pak Haji Sobari untuk menjadi wakil rakyat. Amin!”
“Amiiinn!”
“Hadirin, Bapak-bapak dan Ibu-ibu sekalian, sudah
capek ya mendengarkan ceramah saya?”
“Beluuumm! Lanjuuutt!” sahut orang-orang.
“Dilanjutkan juga percuma, karena saya sudah capek.
Bapak-bapak dan Ibu-ibu enak mendengarkan, saya yang capek.”
Orang-orang tertawa.
“Saya dapat amanat tadi sebelum masuk ke rumah,
‘Pak Ustad jangan lama-lama ya, ceramahnya, kalau ceramahnya lama kapan dong
kita makan-makannya? Sudah gak tahan ingin menikmati masakan Bu Hajah Sobari
yang terkenal nikmat.’
Saya juga sama penasaran, seperti apa nikmatnya
masakan Bu Hajah Sobari.”
Semuanya tersenyum, termasuk Bu Haji Sobari.
“Semoga yang saya sampaikan dengan bahasa yang
sederhana dan dengan ucapan yang terbata-bata ada manfaatnya bagi semuanya.
Billaahi taufik wal hidayah. Wassalaamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh!”
“Wa’alaikum salam warahmatullaahi wabarakaatuh!”
Selesai Kabayan ceramah, Haji Sobari mendekat.
“Terima kasih Jang Ustadz, ceramahnya pas banget,”
bisik Pak Haji Sobari senang.
“Saya berusaha semampunya, Pak Haji,” kata Kabayan.
Acara selanjutnya berdo’a yang dipimpin oleh ketua
MUI tingkat desa. Seterusnya acara makan-makan dan mengobrol santai.
Jam setengah sebelas malam, Kabayan dan Pak Soleh
pulang. Sebelum pulang Pak Haji Sobari memberikan sarung kepada Kabayan dan Pak
Soleh, serta amplop untuk Kabayan. Pak Haji Sobari memang terkenal orang kaya
yang dermawan. Kabayan sangat bersyukur. Setelah sampai di depan rumahnya,
Kabayan dengan gemetar membuka amplop itu. Ia terharu dan matanya berkaca-kaca
melihat uang di dalam amplop. Ia mengambil uang seratus ribu untuk Pak Shaleh.
Sebagian akan ia belikan Al-Qura’an dan Sajadah untuk di mushala dan sisanya
akan diberikan kepada isterinya.
Kabayan menengadahkan kedua tangan penuh rasa
syukur. Ya Allah, aku tak meminta kepada
Pak Haji Sobari, tetapi Engkau mengetuk hatinya untuk memberikan sebagian
rezekinya kepadaku. Alhamdulillah untuk rezeki yang Kau berikan padaku malam
ini, semoga Engkau semakin sayang kepada orang yang telah memberikan rezeki
kepadaku.
***
Ustadz Kabayan
______________________________________
14 40 HARI WAFATNYA
AJENGAN USUP
Tidak terasa sudah 40 hari almarhum Ajengan Usup meninggal. Nampak ada
kesibukan di rumah Mak Sadiah, untuk memperingati meninggalnya Ajengan Usup.
Para ibu tetangga dekat Mak Sadiah sibuk membantu memasak untuk jamuan para
tamu pada acara tahlilan yang akan
dilaksanakan setelah shalat Asyar. Beberapa orang warga laki-laki ikut membantu
menyiapkan kayu bakar dan berbagai keperluan lainnya.
Tak lama setelah waktu
shalat Asyar, para warga kampung berdatangan ke rumah Mak Sadiah untuk
mengikuti acara tahlilan. Mak Sadiah telah mempercayakan acara itu kepada
Kabayan sebagai pengurus mushola yang baru menggantikan almarhum suaminya. Mak
Sadiah sudah menganggap Kabayan sebagai anaknya sendiri. Kabayan pun sering
mampir ke rumah Mak Sadiah jika selesai shalat.
Kabayan segera memimpin acara.
“Bismillaahirrahmaanirrahiim. Assalaamu’alaikum
warahmatullaahi wabarakaatuh!”
Wa’alaikum salam
warahmatullaahi wabarakaatuh!”
“Puji syukur kepada Allah
SWT yang
telah memberikan umur yang panjang kepada kita, memberi kesempatan
kepada kita untuk memperbaiki diri dan mempersiapkan diri untuk menghadapi
kematian yang baik. Shalawat serta salam semoga dilimpahkan kepada kekasih
Allah, Nabi Muhammad SAW, suri tauladan bagi kita semua.
Warga Kampung Cinta yang
hadir pada acara mengenang 40 hari wafatnya almarhum Ajengan Usup guru kita
semua, saya sebagai wakil keluarga almarhum mengucapkan terima kasih atas
kedatangannya ke tempat ini. Kita akan bersama-sama memanjatkan do’a kepada
Allah SWT agar almarhum Ajengan Usup mendapatkan kebaikan di alam kuburnya.
Selain itu kita memohon kebaikan bagi kita yang masih hidup, agar mendapat
pelajaran dari setiap kematian yang dialami oleh orang lain, bahwa kita semua
juga pasti akan mati. Hanya soal waktu dan bagaimana cara kita mendapatkan
kematian.
Hadirin yang dirahmati
Allah, suatu hari rasulullah SAW melayat seorang sahabat yang meninggal. Beliau
bertanya kepada isteri sahabatnya yang meninggal itu.
‘Apakah suamimu berwasiat
sebelum wafat?’
‘Suami saya saat sedang
sakaratul maut mengatakan ; andai lebih panjang, andai yang masih baru, anda
semuanya... ia mengatakannya berulang-ulang, tapi saya tidak mengerti
maksudnya,’ sahut wanita itu.
Rasulullah berkata,
‘Sungguh yang diucapkan oleh suamimu itu benar. Ucapan pertama, andai lebih
panjang, karena ia pernah mengalami sebuah peristiwa. Suatu hari ada orang buta
yang hendak pergi ke mesjid, ia tersaruk-saruk karena tidak ada yang menuntun.
Maka suamimu yang melihat orang buta itu menuntunnya hingga sampai ke mesjid.
Saat sakaratul maut, Allah memperlihatkan pahala amal shalehnya itu. Ia
berkata, andai lebih panjang, maksudnya adalah andai saja jalan ke mesjid lebih
panjang lagi, maka pahala yang ia terima karena menuntun orang buta itu akan
lebih besar.
Ucapan yang kedua, andai
yang masih baru, karena suatu hari suamimu melihat ada seorang lelaki tua yang
sedang kedinginan di luar rumah. Suamimu mengambil sebuah jaket tebal yang
sudah lama dan memberikannya kepada lelaki tua itu. Ketika Allah memperlihatkan
pahala amalnya itu saat sakaratul maut, ia menyesal. Kalau saja yang diberikan
kepada laki-laki tua itu sebuah jaket yang masih baru, tentu pahala yang ia
terima akan lebih besar.
Ucapan yang ketiga, andai semuanya,
karena suamimu pernah didatangi orang fakir yang meminta makanan ketika suamimu
hendak makan. Suamimu memberikan setengah makanannya untuk orang fakir itu.
Ketika Allah memperlihatkan pahalanya saat sakaratul maut, suamimu menyesal,
andai saja ia memberikan semua makanannya kepada si fakir
itu, tentu pahala yang ia terima akan semakin besar.”
Kabayan berhenti beberapa
saat.
“Hadirin yang dirahmati
Allah, dari cerita itu kita ambil hikmahnya. Pada saat sakaratul maut, Allah
akan memperlihatkan kepada kita kebaikan-kebaikan maupun keburukan-keburukan
yang pernah kita lakukan. Jangan sampai kita menyesal pada saat sakaratul maut.
Maka perbanyaklah kebaikan-kebaikan dalam hidup kita, berlomba-lombalah dalam
kebaikan. Mumpung kita masih diberi waktu oleh Allah SWT. Ingat lima perkara
sebelum lima perkara. Sehat sebelum sakit, muda sebelum tua, kaya sebelum
miskin, lapang sebelum sempit, hidup sebelum mati.
Sabda Rasulullah SAW : ‘Tidak ada satu rumah pun melainkan malaikat
maut berdiri di pintunya, setiap hari lima kali. Jika dia mendapatkan seseorang
sudah selesai makannya dan berakhir ajalnya, maka dia mendatangkan awan
kematian di atas dirinya, lalu kesusahan menghimpitnya dan sakaratul maut
melingkupinya. Di antara anggota keluarganya ada yang mengurai rambutnya,
memukul wajahnya, menangis karena sedih, meratap dengan suara meraung. Pada
saat itu malakal maut berkata, ‘Calakalah kalian, untuk apa kalian sedih dan
karena apa kalian terguncang? Demi Allah, aku tak merebut rezeki dari kalian,
tidak menyegerakan ajal baginya, aku tidak mendatanginya sebelum aku
diperintah, aku tidak mencabut ruhnya sebelum aku diizinkan. Sesungguhnya aku
akan kembali, kemudian kembali lagi kepada kalian, hingga aku tidak membiarkan
seorang pun di antara kalian tetap hidup.’
Demikianlah malaikat
maut, setiap waktu
bekerja melaksanakan tugas dari Allah untuk mengambil nyawa manusia yang
telah sampai pada ketetapannya. Maka kita harus selalu siap menghadapi
kematian, karena kematian tidak pernah memberitahu kapan ia akan datang
menjemput kita.
Firman Allah : “Dan Allah
sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila telah datang
waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengenal apa yang kamu kerjakan.” (QS Al-Munaafiqun : 11)
Sebagai
tausiah saya cukupkan sampai di sini. Selanjutnya mari kita melaksanakan tahlil
bersama.”
Kemudian Kabayan memimpin
acara tahlil.
***
Ustadz Kabayan
______________________________________
15 SYAFA’AT RASULULLAH
Semua orang yang akan mengikuti acara pengajian mingguan sudah hadir di
mushala. Kabayan sangat senang melihat warga Kampung Cinta yang semakin rajin
datang ke acara pengajian mingguan setiap malam Jum’at ba’da shalat Isya.
Selain itu para ibu dengan sukarela membawa makanan dan minuman yang dimakan
bersama setelah acara pengajian.
Kabayan bersiap-siap untuk
memulai acara pengajian.
“Bismilallaahirrahmaanirrahiim. Assalaamu’alaikum
Warahmatullaahi Wabarakaatuh!”
“Wa’alaikum salam warahmatullaahi wabarakaatuh!”
“Hamdan wasyukran lillah. Washshalaatu wassalaamu
‘alaa sayyidina Muhammad. Amma ba’du. Qaala ta’aala filqur’aanil adzim. Wahua
asdaqul qaa’ilin. A’uudzubillaahi minasy Syaithaanirrajiim. Wama taufiiqii
illaa billaah. ‘Alaihi tawakkaltu wailaihi uniib. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dari Allah. Hanya kepada Allah
aku bertawakal dan hanya kepada-Nya aku kembali. (QS Hud : 88)
Bapak-bapak yang dicintai
oleh Ibu-ibu dan anak-anaknya.
Ibu-ibu yang disayangi
oleh Bapak-bapak dan anak-anaknya.”
Semuanya tersenyum.
“Mari kita bersyukur
kepada Allah Subhanahu Wata’ala, hingga saat ini kita masih diberi umur yang
panjang, rezeki yang halal, tubuh yang sehat, tempat yang aman, isteri yang
shalehah, anak yang shaleh, suami yang baik dan bertanggung jawab. Di kampung
ini sudah lama tak ada isteri yang kabur dari rumah, atau suami yang kabur dari
rumah.”
Sebagian penghuni mushala
tertawa.
“Alhamdulillah, semuanya
menuju ke arah yang lebih baik. Taufik dan hidayah itu berasal dari Allah.
Namun kita manusia harus berupaya untuk berubah dari waktu ke waktu agar
menjadi semakin baik. Kalau kita tak punya keinginan untuk berubah, Allah tak
akan merubahnya.
Hadirin yang dimuliakan
Allah, pada ceramah mingguan kali ini, saya akan membahas tentang syafa’at
Rasulullah pada hari kiamat. Sebelumnya mari kita membaca shalawat
bersama-sama.”
Kemudian semuanya
bershalawat.
“Allahhumma
shalli ‘alaa Muhammad, wa’alaa aali Muhammad. Kamma shallaita ‘alaa Ibraahim,
wa ‘alaa aali Ibraahim. Wabaarik ‘alaa Muhammad, wa ‘alaa aali Muhammad. Kamaa
baarakta ’alaa Ibraahim, wa ‘alaa aali Ibraahim. Fil ‘aalaminnainnaka
hamiddum-majiid.”
“Hadirin, warga Kampung
Cinta yang saya cintai. Di alam akherat nanti, seluruh manusia mulai dari zaman
Nabi Adam hingga manusia yang meninggal paling akhir karena kejadian kiamat,
akan mengalami tinggal di Padang Mahsyar selama seribu tahun. Ada tujuh
matahari yang sangat dekat di atas Padang Mahsyar. Untuk manusia yang melakukan
perbuatan dosa semasa hidupnya di dunia, ia akan merasakan kepanasan dan
kehausan. Tubuhnya penuh dengan keringat, bahkan banyak orang yang tenggelam
dalam keringatnya sendiri. Semakin banyak dosa yang ia lakukan selama di dunia,
maka semakin tenggelam ia dalam lautan keringat.”
“Wah, keringatnya kok
banyak amat ya?” kata Pak Odih kepada Pak Soleh.
“Dosanya banyak!” sahut
Pak Soleh.
“Jangan bandingkan dengan
keadaan di dunia. Di dunia banyak pepohonan, banyak angin, banyak tempat untuk
berteduh, dan mataharinya ada satu dengan jarak yang sangat jauh. Sedangkan di
Padang Mahsyar tak ada tempat berteduh sedikit pun. Dan matahari ada tujuh
dengan jarak yang sangat dekat. Sungguh manusia saat itu dalam keadaan payah.
Maka pada saat itu manusia mencari syafa’at, mencari orang yang bisa memberikan
pertolongan atas penderitaan yang mereka alami. Agar penderitaan mereka segera
berakhir.
Rasulullah bersabda, ‘Aku
adalah tuannya seluruh manusia pada hari kiamat. Apakah kalian tahu kenapa bisa
demikian? Allah akan mengumpulkan semua orang dari generasi awal sampai
generasi akhir di sebuah dataran tinggi. Sehingga orang yang melihat bisa
meliputi keberadaan mereka semua dan orang yang menyeru bisa membuat mereka
semua mendengar suara seruannya. Pada hari itu matahari akan mendekat ke
ubun-ubun manusia sehingga sebagian orang ada yang berkata, ‘Tidakkah kalian
melihat bagaiamana kondisi kalian? Bentuk siksa apa yang akan kalian terima?
Tidakkah kalian mencari orang yang bisa memberi syafa’at untuk kalian kepada
Tuhan kalian?’
Sebagian orang berkata,
‘Lebih baik datang kepada ayah kalian, Adam’.
Lalu mereka mendatangi
Nabi Adam untuk meminta syafa’at. ‘Wahai Adam, Anda adalah nenek moyang
manusia. Allah telah menciptakanmu langsung ke dalam jasadmu. Allah telah
memerintah para malaikat untuk bersujud kepadamu sehingga mereka pun bersujud.
Bahkan Allah telah menempatkanmu di dalam surga. Tidakkah anda memohonkan
syafa’at untuk kami kepada Tuhanmu? Tidakkah Anda menyaksikan kondisi kami dan
tempat apa yang akan kami capai?’
Nabi Adam berkata,
‘Tuhan-Ku telah murka dimana sebelumnya Dia tidak pernah murka seperti itu, dan
juga tidak akan pernah murka seperti ini sesudahnya. Allah telah melarangku
untuk mendekati pohon, namun aku malah melanggar perintah-Nya. Pada hari ini
aku juga akan mengajukan permohonan maaf untuk diriku sendiri. Oleh karena itu,
pergilah kalian menghadap Nuh!’
Lalu semuanya pergi menghadap Nabi Nuh, kemudian mereka berkata, ‘Wahai
Nuh, Anda adalah rasul pertama yang diutus oleh Allah kepada penduduk bumi.
Allah telah memberimu julukan sebagai seorang hamba yang gemar bersyukur.
Tidakkah Anda melihat kondisi kami? Tidakkah Anda melihat tempat yang akan kami
capai? Tidakkah Anda memohon syafa’at untuk kami kepada Tuhanmu?”
Nabi Nuh menjawab,
‘Tuhanku pada hari ini telah murka dimana Dia belum pernah semurka hari ini dan
tidak akan pernah murka sesudahnya seperti hari ini. Pada hari ini aku juga
akan mengajukan permohonan maaf untuk diriku sendiri. Datanglah kalian kepada
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam!
Lalu orang-orang
mendatangiku sehingga aku bersujud di bawah ‘Arsy.
Allah berfirman, ‘Wahai
Muhammad, angkatlah kepalamu! Mintalah syafa’at, maka kamu akan diberi wewenang
untuk memberi syafa’at. Mintalah kamu, maka permintaanmu akan diberi.’
Maka kemudian Nabi
Muhammad SAW memberikan syafa’at kepada seluruh manusia agar terbebas dari
penderitaan yang berat di Padang Mahsyar.”
Kabayan berhenti, ia
meminum air putih dari gelas di depannya.
“Siapa yang ingin
mendapatkan Syafaat dari Rasulullah?”
Semuanya mengacungkan
tangan.
“Ma Isah! Berapa kali dalam
sehari bershalawat?” Kabayan
bertanya.
“Tidak tentu, kadang ingat
kadang tidak,” sahut Mak Isah.
“Sering-seringlah membaca
shalawat, untuk menunjukkan rasa cinta kita kepada Rasulullah, agar nanti
mendapatkan syafaa’at Rasulullah di Padang Mahsyar.”
“Insya Allah, Jang
Ustadz.”
“Rasulullah sangat mencintai
umatnya di dunia hingga sampai ke akherat. Dalam sebuah hadits disebutkan,
suatu hari Rasulullah SAW membaca firman Allah tentang pembelaan Nabi Musa dan
Nabi Isa kepada umatnya, lalu Rasulullah mengangkat kedua tangannya sambil
bersabda, ‘Ya Allah, umatku... umatku... ‘ Rasulullah meneteskan air matanya.
Maka Allah SWT berfirman, ‘Wahai Jibril, pergilah kamu kepada Muhammad!
Bertanyalah kepadanya, apa yang membuatnya menangis?’ Lalu Malaikat Jibril
mendatangi Rasulullah untuk bertanya kepada beliau. Rasulullah akhirnya
memberitahu. Allah SWT berfirman, ‘Wahai Jibril, pergilah kamu kepada Muhammad!
Katakan kepadanya, sesungguhnya Kami (Allah) akan meridhaimu dan tidak
membuatmu sedih mengenai urusan umatmu.’
Do’a dan cucuran air mata
Rasulullah itulah bukti betapa sayangnya Rasulullah kepada umatnya. Sungguh
mulia Rasulullah. Kasih sayangnya demikian besar hingga akhir zaman, bahkan
sampai di akherat dengan syafa’atnya.
Ada sebuah kisah tentang
sebuah pohon kurma yang menangis karena rasa rindunya kepada Rasulullah. Pada
tahun ketujuh Hijriah Rasulullah sudah menggunakan mimbar setiap berkhutbah.
Sebelumnya beliau hanya berdiri di atas gundukan tanah yang di sampingnya ada
pohon kurma untuk bersandar. Tetapi setelah beliau menggunakan mimbar baru, batang
pohon kurma tidak lagi dipergunakan. Merasa ditinggalkan oleh Rasulullah,
batang pohon kurma tersebut merasa rindu kepada beliau. Kerinduan itu berubah
menjadi kesedihan lalu batang pohon itu menangis seperti tangisan anak kecil.
Para sahabat pun mendengarnya. Suara tangisan itu semakin keras sehingga
terdengar oleh semua orang dalam majelis itu, sehingga yang mendengar merasa
kasihan dan iba. Maka turunlah Rasulullah dari mimbar lalu mendekatinya dan
memeluknya, seketika itu juga batang pohon kurma tersebut diam. Lalu Rasulullah
bersabda, ‘Seandainya aku tidak memeluknya, sungguh ia akan merindukanku sampai
kiamat.’
Kemudian Rasulullah
memerintahkan kepada para sahabat untuk menguburkan batang pohon kurma itu di
bawah mimbar.
Sungguh menakjubkan, sebatang
pohon kurma merindukan Rasulullah SAW, sedangkan kita tidak merindukannya.”
Semua yang hadir dalam
pengajian di mushala tersentuh hatinya mendengar kisah itu. Mereka berjanji
dalam hati, mulai sekarang akan sering membaca shalawat kepada Rasulullah SAW.
***
Ustadz Kabayan
______________________________________
16 UNDANGAN
ACARA
KHITANAN
Suatu hari Kabayan kedatangan Pak Suhada, salah-seorang jema’ah di
mushala. Pak Suhada kemudian mengutarakan maksudnya.
“Begini Jang Ustadz, cucu
saya Jang Usep akan dikhitan besok. Malam harinya akan dilaksanakan acara
syukuran. Saya disuruh oleh Karim anak saya untuk mengundang Jang Ustadz
sebagai penceramah. Kami memohon dengan sangat agar Jang Ustadz bisa datang
pada waktunya,” kata Pak Suhada penuh harap.
“Insya Allah saya akan
datang, Pak Suhada. Apalagi Pak Suhada ini termasuk warga yang rajin datang
berjama’ah ke mushala menemani saya.
Masa saya gak datang. Acaranya setelah shalat Isya, kan?”
“Iya. Terima kasih atas
kesedian Jang Ustadz,” kata Pak Suhada.
“Sama-sama Pak Suhada. Ayo
diminum dulu teh manisnya.”
Pak Suhada meminum teh
manis yang disuguhkan padanya.
“Maaf ya Pak Suhada, jangan dulu pulang sebelum
minumannya habis,” kata Kabayan.
“Memangnya kenapa,
Jang Ustadz?” Pak Suhada heran.
“Sisa minuman Pak Suhada tak akan ada yang meminum,
nantinya mubazir. Jangan sampai ada rezeki yang mubazir walaupun cuma seteguk
air.”
“Oh begitu ya?” Pak Suhada mengangguk-angguk.
“Ya, kita berdosa kalau membiarkan ada makanan dan
minuman yang mubazir,” kata Kabayan.
Setelah ngobrol beberapa saat sambil menghabiskan
minumannya, Pak Suhada kemudian pamit. Ada saja manfaatnya kalau bertamu kepada
orang yang berilmu, katanya dalam hati. Ia berjanji dalam hati tak akan lagi
membiarkan ada makanan dan minuman yang
mubazir.
Tepat pukul delapan malam, Kabayan naik ke atas
panggung di depan rumah Karim yang punya acara khitanan, untuk menyampaikan
ceramahnya.
“Bismillaahirrahmaanirrahiim. Assalaamu’alaikum
Warahmatullaahi Wabarakaatuh!”
“Wa’alaikum salam warahmatullaahi wabarakaatuh!”
“Hamdan wasyukran lillah. Washshalaatu wassalaamu
‘alaa sayyidina Muhammad. Amma ba’du.
Qaala Ta’ala filqur’aanil kariim. Wahua asdaqul
qaa’iliin. A’uudzubillaahi minasy Syaithaanirrajiim. Tsumma auhainaa ilaika
anittabi’ millata ibrahiima haniifa. Wamaa kaana minal musyrikiin. Al-ayah.
Yang saya hormati dan mudah-mudahan dimulyakan oleh
Allah, Bapak-bapak dan Ibu-ibu yang telah
datang untuk melaksanakan
thalabul ilmi ke tempat ini.
Yang saya sayangi dan mudah-mudahan disayangi oleh
orang tua dan disayangi oleh Allah, para pemuda dan pemudi serta anak-anak
sekalian.
Yang saya kasihani dan mudah-mudahan dikasihani
oleh Allah, Bapak Karim sekeluarga yang telah melaksanakan acara khitan
putranya yaitu Jang Usep Saefullah. Semoga anak yang dikhitan segera sehat.
Amiin!”
“Amiin!”
“Semoga dia menjadi anak yang shaleh. Amiin!”
“Amiiin!” sahut semuanya.
“Dan jika Pak Karim punya hutang setelah acara
khitanan ini, semoga hutangnya cepat lunas. Amiin!”
“Amiiinn!” sahut semuanya sambil tersenyum.
“Bapak-bapak, siapa diantara Bapak-bapak yang belum
dikhitan?”
Semuanya tertawa.
“Tidak ada! Semuanya sudah gundul!” kata seseorang
disambut tawa oleh yang lainnya.
“Syukurlah kalau semua sudah dikhitan. Kalau masih
ada yang belum dikhitan, besok pergi ke hutan, bawa kampak yang tajam.”
Semuanya tertawa-tawa.
“Siapa yang mau dikhitan dua kali?” Kabayan
bertanya lagi.
Suara tawa makin riuh rendah.
“Rugi dong kalau dikhitan dua kali!” teriak seorang
ibu yang membuat suasana semakin heboh.
“Sudah dulu ketawanya. Tadi di awal ceramah saya
membacakan salahsatu ayat Al-Qur’an Surat An-Nahl ayat 123. ‘A’uudzubillaahi
minasy Syaithaanirrajiim. Tsumma auhainaa ilaika anittabi’ millata ibrahiima
haniifa. Wamaa kaana minal musyrikiin.’
Artinya, ‘Kemudian Kami
wahyukan kepadamu (Muhammad): "Ikutilah agama Ibrahim seorang yang
hanif" dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.’
Itulah ayat Al-Qur’an yang
menjadi dasar pelaksanaan khitan. Dalam khitan ini Allah memerintahkan kepada
Nabi Muhammad dan umatnya agar mengikuti sunnah Nabi Ibrahim sebagai Bapak para
Nabi.
Selain itu Rasulullah SAW
bersabda, “Akhtatana ibrahiimu ba’da tsamaaniina wakhtatana bil qaduum.”
Artinya, Ibrahim berkhitan setelah mencapai usia 80 tahun, ia bekhitan dengan
Al-Qaduum.”
Al-Qadum itu adalah alat
pemotong kayu, kampak, atau suatu nama alat pemotong di daerah Syam. Bayangkan
bagaimana kalau kita dikhitan menggunakan kampak? Mendingan kalau motongnya pas
kulit kulupnya, bagaimana kalau salah sasaran?”
Semuanya tertawa.
“Kenapa
Nabi Ibrahim berkhitan menggunakan kampak? Karena teknologi pada saat itu belum
ada pisau atau laser seperti sekarang. Yang ada cuma kampak. Berkhitan dengan
memakai teknologi modern pun anak-anak masih menangis, apalagi kalau pakai
kampak, sebelum dikhitan pasti sudah pingsan duluan. Dan bapak-bapak serta
ibu-ibu pasti khawatir kalau ada acara khitanan. Apalagi kalau tukang khitannya
sudah tua dan punya penyakit rabun, masa depan anak kita terancam. Secakep apa
pun anak kita kalau terpotong anunya
saat dikhitan, masa
depannya pasti suram!
Kalau sudah dewasa gak bakal laku kalau nyari
jodoh!”
Semuanya tertawa kembali.
“Kalaupun laku, dijamin
seminggu kemudian isterinya akan meminta cerai. Ngapain kawin sama laki-laki
ganteng tapi anunya buntung!”
Suara
tawa semakin bergemuruh.
“Nah
saya akan tanya kepada Bu Wati,” Kabayan menunjuk bu Wati yang berada di depan.
“Bu Wati, coba ibu pilih. Punya suami kaya raya tapi anunya buntung, atau punya
suami gak kaya tapi anunya normal?”
“Mendingan
punya suami kaya dan normal,” sahut Bu Wati sambil tertawa. Semua ikut tertawa.
“Bisa
aja Bu Wati ini. Tuh kan, ibu-ibu ingin punya suami yang anunya normal.
Beruntunglah kita tidak hidup di zaman Nabi Ibrahim. Karena sejak Nabi Ibrahim
dikhitan, pastinya banyak umatnya yang dikhitan padahal usia mereka sudah
banyak yang tua, malah ada yang kakek-kakek. Sedangkan di zaman Rasulullah,
khitan dilakukan saat masih anak-anak. Kecuali orang yang tadinya kafir, mereka
dikhitan sesuai usia mereka setelah masuk Islam. Sabda Rasulullah bagi mereka
yang baru masuk Islam, ‘Alqi anka tsa’ral kufri wakhtatin.’ Artinya,
‘Hilangkanlah rambut kekafiran yang ada padamu dan berkhitanlah.’
Bagi
kita di zaman sekarang, banyak orang tua yang mengkhitan anaknya sebelum masuk
ke SD. Sebetulnya dianjurkan pelaksanaan khitan itu pada hari ketujuh setelah
kelahirannya.
Jabir
r.a. meriwayatkan, ‘Rasulullah mengaqiqah Hasan dan Husen dan mengkhitan
mereka pada hari ketujuh.’ (HR Thabrani).
Ibnu
Abas r.a. meriwayatkan, ‘Ada tujuh sunah bagi bayi pada hari ketujuh yaitu
pemberian nama, khitan....” (HR Thabrani).
Jadi
minimal usia khitan adalah tujuh hari setelah kelahiran bayi. Pelaksanaan
khitan saat masih bayi akan menyebabkan pertumbuhan anak menjadi pesat baik
tubuhnya maupun kecerdasannya. Terus kalau ia dibawa oleh orang tuanya ke
mesjid belajar shalat dan mengaji saat masih kecil, tak akan ada keraguan
masalah nazis yang menempel di celananya karena ia sudah dikhitan. Sedangkan
maksimal pelaksanaan khitan adalah sebelum akil baligh atau sekitar usia lima
belas tahun.
Apakah hanya anak laki-laki
saja yang dikhitan?” Kabayan bertanya kepada para mustami.
Tak
ada yang menjawab.
“Maaf,
ya. Di rumah tadi belum sempat minum karena takut terlambat shalat maghrib.
Sampai Isya berada di mushala. Pas datang ke sini disuguhi kopi susu panas,
belum sempat diminum sudah dipanggil ke atas panggung.”
Semuanya
tertawa. Kabayan meminum dulu air putih yang disediakan di atas meja.
“Baiklah
kita lanjutkan. Apakah yang dikhitan itu hanya anak laki-laki saja? Menurut
pendapat umum para ulama, wajib khitan bagi laki-laki dan sunnah bagi
perempuan. Berkhitan bagi laki-laki adalah memotong kulit yang menutupi ujung
kemaluan atau yang disebut kulup atau kupluk. Sedangkan berkhitan bagi
perempuan adalah memotong kulit bagian atas kemaluan.
Tujuannya
apa? Khitan pada laki-laki bertujuan untuk membuang najis
bekas kencing pada kulup. Sedangkan pada wanita khitan bertujuan untuk
mengurangi syahwat.
Kenapa
bengong Pak?” Kabayan menunjuk seorang
pria yang duduk
paling depan. “Baru tahu ya kalau wanita juga dikhitan?”
“Iya,”
sahut pria itu.
“Pak,
wanita yang tidak dikhitan syahwatnya besar. Seperti harga bahan bakar dan gas,
maunya naik melulu.”
Semuanya
tertawa.
“Dengan
dikhitan, syahwatnya akan menjadi normal. Tapi jangan terlalu dalam
mengkhitannya, takut-takut syahwatnya berkurang, nanti bapak-bapak jadi repot
kalau punya isteri kurang gairah, bisa-bisa ngamuk melulu.”
Suara
tawa makin gaduh.
“Sudah
ketawanya, mari kita lanjutkan ke bahasan berikutnya. Hadirin yang dimulyakan
oleh Allah. Kita sebagai orang tua memiliki berbagai kewajiban kepada anak-anak
kita. Sebab anak adalah amanat dari Tuhan kepada kita orang tuanya. Sejak bayi
kita berkewajiban memelihara mereka. Setelah cukup umur untuk dikhitan kita
berkewajiban mengkhitan mereka. Selanjutnya kita memiliki kewajiban untuk
mendidik mereka lahir dan bathinnya. Mengajari mereka mengaji atau
menitipkannya kepada seseorang yang dipercaya untuk mengajari mereka mengaji
agar mereka mengetahui masalah agama. Dimasukkan ke
sekolah agar mereka menjadi pintar
dalam pengetahuan umum.
Di dalam Al-Qur’an ada
salahsatu surat yaitu Surat Luqman. Luqman adalah nama seorang manusia
yang shaleh dalam masa hidupnya. Ia melakukan apa yang harus dilakukan oleh
setiap manusia yang beriman.
Pertama,
selalu berpedoman kepada kitab Allah dalam segala tindak-tanduknya. Sebab kitab
Allah adalah petunjuk dan rahmat
bagi orang-orang yang ingin
menjalankan kebajikan.
Kedua,
tidak berkata yang sia-sia untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah. Misalnya
dengan janji-janji manis tanpa bukti sehingga jalan Allah diperolok-olokan oleh
orang.
Ketiga,
tiap kali mendengar kitab Allah dibacakan, dicamkan dan diresapi maknanya dengan
tekun untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Orang-orang yang berpaling
dari ayat Allah, seolah-olah belum pernah mendengar ayat-ayat itu sepanjang
hidupnya, mereka bagaikan tersumbat kedua telinganya, yang berarti tersumbat
pula mata bathinnya. Siapa di antara Bapak-bapak dan Ibu-ibu yang telah
melaksanakan ketiga hal tersebut?” tanya Kabayan kepada para mustami.
Semuanya
terdiam.
“Bagus.
Semuanya diam berarti semua telah melaksanakan ketiga hal itu tetapi tidak mau
ada orang lain yang tahu.”
Semuanya
tersenyum.
“Bapak-bapak
dan Ibu-Ibu serta para pemuda dan pemudi, saya sedang menceritakan seorang
hamba Allah bernama Luqman yang dijamin masuk surga. Siapa yang ingin masuk
surga contohlah Luqman. Ayo acungkan tangan siapa yang ingin masuk surga?”
Semuanya
mengacungkan tangan.
“Apakah
hidup sudah berpedoman kepada Al-Qur’an?”
“Beluuumm!”
“Apakah sudah
meninggalkan perkataan yang sia-sia?”
“Beluuumm!”
“Apakah
sudah menerapkan isi Al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari?”
“Beluuumm!”
“Nah
ini dia penyakit kita, mau enaknya tapi giliran susahnya gak mau!”
Semuanya
tertawa.
“Kita
memang seperti bertepuk sebelah tangan, mendambakan masuk surga tetapi kelakuan
kita tidak melaksanakan amalan manusia-manusia ahli surga. Enak saja lo!”
Semuanya
masih tertawa-tawa.
“Sekarang
perhatikan dan camkan bagaimana cara Luqman menasehati anak-anaknya. Ini
penting sebagai pedoman bagi kita dalam menasehati anak-anak kita. Kata Luqman,
‘Anak-anakku, jangan sekali-kali mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang
lain. Karena mempersekutukan Allah adalah kedzaliman yang paling besar.’ Apakah
pernah Bapak dan Ibu berkata seperti itu kepada anak-anak?” tanya Kabayan.
“Tidaaakk!” sahut semuanya.
“Kata Luqman kepada
anak-anaknya, ‘Anak-anakku, Allah telah memerintah agar manusia selalu berbuat
baik kepada orang tuanya. Ibumu telah mengandungmu dalam kepayahan yang
menanjak. Makin lama kandungannya makin besar, makin berat bebannya, dan
menyapihmu setelah dua tahun. Bersyukurlah kepada ibu bapakmu. Ta’atilah perintah
Allah karena kepada Allah kita akan kembali.’ Apakah Bapak dan Ibu pernah
berkata seperti itu kepada anak-anak?”
“Tidaaakk!”
“Kata Luqman kepada
anak-anaknya, ‘Anak-anakku, andaikata ada kebajikan sebesar biji sawi
tersembunyi di balik batu, di langit atau pun di bumi, niscaya Allah bakal
membayarkan balasannya karena Dia Maha Lembut dan Maha Tahu. Untuk itu
dirikanlah shalat, ajaklah manusia menjalankan kebajikan, dan cegahlah mereka
mengerjakan kemunkaran. Bersabar dan tabahlah menghadapi segala cobaan hidup.
Sesungguhnya kesabaran merupakan suatu keharusan dalam menerima ujian dan
musibah.’ Apakah Bapak dan Ibu pernah berkata seperti itu kepada anak-anak?”
“Tidaaakk!”
“Kata Luqman kepada
anak-anaknya, ‘Anak-anakku janganlah kamu membuang muka dengan penuh
kesombongan kepada sesama manusia. Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi
dengan angkuh karena Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan
senantiasa membangga-banggakan diri. Bersahajalah kamu kalau sedang melangkah.
Lunakkan suaramu, jangan kasar dan menyakitkan telinga.
Apakah Bapak dan Ibu pernah
berkata seperti itu kepada anak-anak?”
“Tidaaakk!”
“Terus-terusan tidak, untung
saja kelakuan anaknya tidak seperti Fir’aun.”
Semuanya tertawa.
“Bapak-bapak dan Ibu-ibu. Di
tangan kita para orang tua terdapat sebuah tanggung jawab yang besar untuk
mencetak anak-anak kita menjadi orang yang shaleh. Maka janganlah kita
membiarkan anak-anak kita berbuat sesuka hati. Bimbinglah mereka dan didiklah
mereka dengan ilmu agama dan pengetahuan umum. Kesuksesan mereka tergantung
bagaimana cara kita mendidik mereka. Jangan selalu berharap tapi tidak pernah
berbuat. Berharap anak-anak kita pintar mengaji tapi tidak pernah disuruh
mengaji. Berharap anak-anak kita pintar di sekolah tapi tidak pernah dibimbing
di rumah untuk belajar yang baik. Bahkan kita sering tidak peduli apakah
anak-anak kita punya PR atau tugas dari gurunya di sekolah? Kita berharap
anak-anak kita menjadi anak yang shaleh tapi tidak pernah membimbing mereka
menjadi anak shaleh dan memberikan contoh sebagai orang shaleh kepada mereka.
Maka mulai sekarang berbuatlah sesuatu untuk mencetak anak kita menjadi orang
shaleh! Contohlah Luqman dalam membimbing dan mendidik anak-anaknya, karena
contoh yang ada dalam Al-Qur’an adalah contoh yang paling baik.
Bapak-bapak dan Ibu-ibu,
apakah mau mempunyai anak yang shaleh?”
“Mauuu!”
“Apakah siap menasehati
anak-anak?”
“Siaaapp!”
“Apakah siap membimbing mereka
menjadi anak yang shaleh?”
“Siaaapp!”
“Karena semuanya
sudah siap, maka
sudah
waktunya saya turun dari panggung. Semoga apa yang
saya sampaikan dari awal sampai akhir ada manfaatnya. Billaahi taufik wal
hidayah. Wassalaamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh!”
“Wa’alaikum salam
warahmatullaahi wabarakaatuh!” sahut semuanya sambil terkaget-kaget. Kirain
ceramah Ustadz Kabayan masih panjang.
***
Ustadz Kabayan
______________________________________
17 MANFAATKAN WAKTU
Malam itu selesai shalat Isya, Kabayan pulang bareng Pak Soleh dan Pak Odih
karena rumah mereka satu arah.
“Jang Ustad, menjenguk
orang sakit, yuk!” kata Pak Odih.
“Siapa yang sakit?”
Kabayan kaget.
“Saudaranya Pak Jamal dari
Jakarta, namanya Pak Suhaya, ia terkena struk,” sahut Pak Odih.
“Kapan datangnya?”
“Tadi setelah Ashar.
Kasihan dia, padahal dulu dia gagah dan pemberani. Dulu saya pernah diajak
bekerja oleh Pak Jamal membangun rumah Pak Suhaya di wilayah Jakarta.”
“Memang kerjanya di mana?”
“Dulu katanya pejabat di
salahsatu instansi pemerintah.”
“Nasib orang siapa yang
tahu, dulu gagah dan pemberani, sekarang lemah setelah tua, apalagi terkena
struk,” kata Pak Soleh.
“Kalau begitu ayo kita ke
rumah Pak Jamal, kewajiban kita orang
yang sehat menjenguk
orang yang sakit.”
Mereka bertiga
kemudian pergi ke rumah
Pak Jamal, orang yang cukup terpandang di kampung itu. Tak lama kemudian
mereka sampai di rumah Pak Jamal. Ternyata bukan cuma mereka yang datang,
nampak warga yang lain telah lebih dulu datang menjenguk.
“Assalaamu’alaikum!”
Kabayan memberi salam kepada semuanya.
“Wa’alaikum salam!” sahut
semuanya.
“Eh ada Jang Ustadz,
terima kasih sudah datang ke sini,” kata Pak Jamal.
“Iya, barusan saya dikasih
tahu di jalan pulang dari mesjid, katanya ada yang sakit keluarga Pak Jamal.”
“Betul, Jang Ustadz. Dia
paman saya dari Jakarta. Terserang struk sejak sebulan lalu. Ia tidak bisa
apa-apa, hanya terbaring saja di tempat tidur,” kata Pak Jamal.
“Boleh saya melihatnya?”
tanya Kabayan.
“Silahkan, itu di dalam di
ruang keluarga,” kata Pak Jamal.
Kabayan melihat ke dalam
diikuti oleh Pak Soleh dan Pak Odih. Nampak seorang laki-laki tua terbaring di
atas kasur di tengah ruangan, dikelilingi oleh beberapa orang kerabatnya. Ia
nampak tak berdaya. Kabayan ikut duduk dekat orang yang sakit itu di tempat yang masih kosong.
Mata Pak Suhaya orang yang
struk itu nampak terpejam. Tapi terlihat ada air mata yang
mengalir keluar dari matanya.
“Maaf, Bu. Apakah Pak
Suhaya masih bisa bicara?” tanya Kabayan.
“Sudah tiga hari ia tak
bisa apa-apa. Makan juga
cuma masuk bubur encer,” kata isteri Pak Suhaya. Ia kemudian menghapus air
mata suaminya.
Kabayan mengangguk-angguk.
Beginilah manusia, kalau
Allah sudah mencabut kekuatannya, ia tak bisa apa-apa.
Hanya terbaring sambil menyesali perjalanan hidupnya yang telah lalu.
Kabayan menengadahkan
tangannya berdo’a kepada Allah, agar Pak Suhaya mendapat ampunan Allah atas
segala kesalahan yang pernah dilakukannya. Kalau saja hidup orang tua itu akan
segera berakhir, semoga ia meninggal dalam keadaan baik dan diridhai Allah.
Setelah beberapa lama
berada di rumah Pak Jamal, Kabayan pamit kepada semuanya. Kemudian ia pulang
bersama Pak Odih dan Pak Soleh.
“Kasihan ya, Pak Suhaya,”
kata Pak Odih.
“Daripada sakit lama
begitu, mendingan seperti almarhum Ajengan Usup, gak sakit dulu langsung
meninggal,” kata Pak Soleh.
“Orang pemarah seperti
kamu matinya bakal terkena struk dulu.”
“Amit-amit! Seenaknya saja
kamu ngomong!” Pak Soleh melotot pada Pak Odih.
Setelah beberapa hari di
rumah Pak Jamal, Pak Suhaya dibawa kembali
ke Jakarta dalam keadaan sakit makin parah. Tiga hari kemudian
terdengar kabar Pak Suhaya meninggal dunia di rumah sakit di Jakarta.
Kabayan tertegun mendengar
kabar itu.
“Innalillaahi wa inna ilaihi raaji’un.” Ya, semua
orang akan mati. Tapi yang menjadi pelajaran baginya adalah tentang seorang Pak
Suhaya yang gagah pada masa lalunya, tapi di akhir hidupnya lenyap semua
kegagahannya itu. Ia menjadi seseorang yang lemah tak berdaya. Menjadi sosok
yang mengundang rasa kasihan orang lain yang melihatnya.
Allah menciptakan manusia paling sempurna di antara
makhluk yang lain. Tetapi semua itu ada waktunya, karena hidup di dunia
tidaklah kekal. Setiap manusia memiliki masa keemasannya, masa kejayaannya.
Setelah habis waktunya, segalanya akan sirna. Jabatan yang dimilki oleh
seseorang ada waktunya, tak akan selamanya ia menikmatinya, ada batasnya
pensiun, habis masa jabatan, atau bahkan mati. Jabatannya akan digantikan oleh
orang lain yang diberikan kesempatan berikutnya. Betapa kedudukan yang Allah
berikan kepada seseorang ada batasnya, ada waktunya, ada masa kejayaannya, ada
masa keemasannya. Kemudian semua itu berlalu. Kegagahan berubah menjadi uzur,
ketampanan berubah menjadi keriput dan tua, kekuatan menjadi lemah, semua sirna
ditelan waktu. Alangkah ruginya orang yang menyia-nyiakan waktu. Jika waktu tak
dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk
berbuat kebajikan, akan ada sesal
di kemudian hari.
Wali Allah, Sunan Kalijaga menyusun sebuah syair
yang berjudul Lir Ilir ;
Ilir-ilir tandure wis sumilir
Tak ijo royo-royo tak sengguh temanten anyar
Bocah angon penekno blimbing kuwih
Lunyu-lunyu ya penekno kanggo masuh dodotira
Dodotira kumintir bedhah ing pinggir
Dondomana jrumatana kanggo seba mengko
sore
Mumpung padhang rembulane, mumpung jembar kalangane
Ilir-ilir tanaman sudah bersemi
Tampak menghijau ibarat pengantin baru
Wahai penggembala panjatlah blimbing itu
Meski licin panjatlah untuk mencuci kain
Kain yang sedang robek pinggirnya
Jahitlah dan tamballah untuk menghadap nanti sore
Mumpung bulan lagi terang, mumpung luas tempatnya.
Lewat
syairnya itu Sunan Kalijaga ingin me-nyampaikan pesan agar manusia
melakukan kebaikan sebanyak-banyaknya untuk bekal pulang ke akherat. Supaya
bersemangat melakukan kebaikan seperti seorang pengantin baru yang penuh
gairah. Dunia penuh dengan tipuan, licin sehingga mudah tergelincir, namun
tetap harus dilalui dengan penuh kewaspadaan. Dan manusia sangat mudah
melakukan kesalahan, baik ucapan maupun perbuatannya. Karena itu bersiaplah
bersuci, membersihkan tubuh, hati dan pakaian, beribadahlah, tambal dan
jahitlah kesalahan-kesalahan dengan berdzikir dan memohon ampunan kepada Allah
SWT di waktu sore, mumpung ada umur panjang dan waktu luang.
***
Ustadz Kabayan
______________________________________
18 PENYAKIT HATI
Sehari-hari Kabayan memiliki aktivitas di kebun dan sawah peninggalan
ayahnya. Ia pergi ke sawah sekitar jam tujuh pagi setelah shalat Dhuha. Ia
mencangkul, membersihkan rumput, memberi pupuk, menyemprot hama tanaman dan
melakukan pekerjaan-pekerjaan lainnya sebagai seorang petani kecil. Kalau
sedang tak ada pekerjaan di sawah dan kebunnya, ia kadang bekerja pada orang
lain. Tapi setelah ia mengurus mushala kecil peninggalan almarhum Ajengan Usup,
ia tak lagi bekerja kepada orang lain. Kalau tak ada pekerjaan di sawah dan kebunnya,
ia lebih memilih diam di rumah membaca dan menghapal Al-Qur’an atau membaca
buku-buku soal agama.
Umi Nisa istri Kabayan mempunyai aktivitas sendiri
di rumah. Memasak, mencuci, memberi makan ayam dan ikan di kolam kecil di
belakang rumahnya. Setelah selesai menjalankan aktivitas rumah tangga, ia
menjalankan usaha pribadinya menjahit pakaian pesanan para tetangga. Ada juga
pelanggan dari kampung lain yang sengaja datang untuk menjahit pakaiannya
karena jahitan Umi Nisa bagus dan rapi. Sekarang Umi Nisa memiliki tugas baru
dari suaminya, menghapal Al-Qur’an. Kata Kabayan, setiap surat yang bisa
dihapal akan dikasih hadiah, entah apa hadiahnya. Makanya kalau sedang tak ada
pekerjaan jahitan, Umi Nisa nampak rajin membaca dan menghapal Al-Qur’an. Saat
ini ia sudah hapal sepuluh surat pendek, tetapi Kabayan belum juga memberikan
hadiah.
Umi Nisa menceritakan masalah hadiah itu kepada Ceu
Imas tetangga dekatnya.
“Kamu ingin dikasih hadiah apa sama suami kamu?”
tanya Ceu Imas.
“Inginnya sih perhiasan, kalung atau gelang,” sahut
Umi Nisa.
“Bagaimana kalau ia ngasih hadiah isteri baru?” Ceu
Imas bercanda.
“Amit-amit Ih!” Umi Nisa sewot. “Kang Kabayan gak
ada bakat selingkuh, apalagi sekarang dia sudah jadi ustadz,” katanya lagi.
“Eh jangan salah, banyak ustadz yang punya isteri
lebih dari satu. Kalau mereka pergi diundang ceramah, bertemu dengan wanita
yang lebih cantik, wanitanya juga mau... jadi deh menikah!”
“Jangan la yaw!” Umi Nisa cemberut.
Umi Nisa memang sensitif. Di usia pernikahannya
yang sudah memasuki usia tiga tahun dengan Kabayan, ia belum juga mempunyai
keturunan. Ia sangat takut suaminya melirik wanita lain.
Umi Nisa pulang ke rumah dengan perasaan kesal karena candaan Ceu
Imas. Ia menyesal telah menceritakan soal hadiah dari suaminya kepada Ceu Imas,
pantas saja suaminya melarang untuk bicara urusan rumah tangga kepada orang
lain.
Hari itu Kabayan sedang berada di rumah karena tak
ada pekerjaan di sawah dan kebun. Kabayan sedang membaca buku kumpulan hadits.
Melihat suaminya sedang sibuk membaca, Umi Nisa berjalan menuju ke mesin
jahitnya untuk meneruskan pekerjaannya. Saat sedang menjahit, tiba-tiba
terdengar hp suaminya berbunyi.
“Hallo, assalaamu’alaikum,” Kabayan mengangkat hp.
“Wa’alaikum salam,” terdengar suara wanita
samar-samar.
Umi Nisa terkesiap, telinganya dibuka lebar-lebar
menguping pembicaraan itu. Ia sengaja menghentikan kegiatan menjahitnya.
“Iya betul saya Ustadz Kabayan.”
“Ini dengan .... Sari,” itu yang bisa didengar oleh
Umi Nisa karena suara hp yang samar-samar.
“Oohh, saya kira siapa. Tentu dong saya masih
ingat.”
Hati Umi Nisa terasa panas. Ia kesal karena tak
bisa mendengar perkataan wanita yang menelepon suaminya secara jelas.
“Iya, insya Allah saya datang. Setelah Ashar ya
acaranya? Ya saya berangkat jam tiga dari rumah, mau shalat Asyar di sana takut
terlambat.”
Kabayan nampak tersenyum-senyum.
Umi Nisa menghampiri suaminya. Ia tiba-tiba telah
berdiri di samping suaminya.
“Telepon dari siapa?”
“Astaghfirullaahal adzim! Umi bikin Abi kaget
saja,” kata Kabayan.
“Barusan siapa yang nelepon? Sari ya? Sari mana?”
Umi Nisa memberondong suaminya dengan pertanyaan dengan wajah memerah, seperti
mau menangis.
“Umi kenapa? Kesurupan, ya?” Kabayan makin kaget.
“Abi malah mainin aku....” mata Umi Nisa
berkaca-kaca.
“Stop Umi jangan nangis dulu, Abi paling takut air
mata Umi jatuh, nanti Abi akan dimintai pertanggungjawaban di akherat. Barusan
Abi ditelepon sama Bu Hajah Sobari, istri Pak Haji Sobari yang jadi caleg itu.
Ia meminta Abi mengisi acara pengajian ibu-ibu di mesjid mereka. Kalau gak
percaya nih telepon sama Umi!” Kabayan menyodorkan hp-nya.
Umi Nisa terdiam seketika.
“Umi cemburu, ya?” Kabayan memeluk isterinya.
“Iya, maafkan aku, Abi....” ucap Umi Nisa.
“Umi, selingkuh itu tidak gampang. Banyak hal yang
harus dikorbankan. Abi tak mungkin mengkhianati Umi. Kenapa? Karena Abi jelek.
Mana ada wanita yang mau sama Abi? Abi dapat isteri sebaik dan secantik Umi
adalah anugerah. Tapi Umi mendapatkan Abi yang jelek ini adalah musibah. Iya,
kan?”
Umi Nisa mencubit pinggang suaminya.
“Jangan ragukan kesetiaan Abi, ya! Bagi Abi
menyakiti ciptaan Allah sama saja dengan menyakiti Allah. Menyakiti Umi sama
saja dengan menyakiti Allah,” kata Kabayan merayu.
Perasaan Umi Nisa tersanjung.
“Kecuali... kalau Umi mengizinkan.”
“Mengizinkan apa?” Umi Nisa kembali galak.
“Ampun! Duh isteri Abi kalau lagi marah makin
cantik saja. Jadi teringat kisah Rasulullah dengan Siti Aisyah.”
“Kisah yang mana?” kata Umi Nisa melunak.
Kabayan membimbing isterinya duduk di sebuah kursi
panjang. Lalu duduk berdekatan.
“Suatu malam Siti Aisyah merasa curiga dan cemburu
karena Rasulullah keluar rumah dengan berjingkat-jingkat. Siti Aisyah
mengikutinya. Rasulullah mengetahui isterinya mengikutinya. Ia berbalik hingga
bertemu dengan isterinya itu.
‘Kenapa kamu mengikutiku?’ tanya Rasulullah.
‘Aku cemburu ya Rasulullah,’ sahut Siti Aisyah.
‘Berarti setan telah mengunjungi kamu,’ sahut
Rasulullah.
‘Apakah ada setan dalam diriku ya Rasulullah?”
tanya Siti Aisyah.
‘Ada
pada setiap orang.
Juga dalam diriku, tetapi Allah telah menolongku
untuk mengalahkan setan sehingga
aku selamat dari tipu dayanya.’
Nah, tadi ketika Umi cemburu kepada Abi, Setan
telah mengunjungi Umi!” Kabayan memijit hidung isterinya.
Umi Nisa tersipu malu.
“Sabda Rasulullah, ‘Sesungguhnya setan itu meletakkan
paruhnya di hati keturunan Adam. Namun, jika mereka ingat kepada Allah,
pergilah setan itu. Akan tetapi, bila mereka melupakan Allah, disengatlah
hatinya oleh setan.’
Begitu Umi, mulai sekarang jangan marah kalau gak
ada judulnya, ya!”
“Ada judulnya! Kapan Abi mau ngasih hadiah?
Kan Umi
sudah hapal sepuluh
surat-surat pendek,”
kata Umi Nisa merajuk.
“Oh ya? Kenapa baru laporan? Nanti aja hadiahnya
malam, ya?” Kabayan mengedipkan mata.
“Mau sekaraaang!”
“Nanti sepulang berceramah, Abi mau beliin Umi
kerudung yang bagus, yang kayak artis di tivi seperti yang Umi mau. Bu Hajah
Sobari kan jualan kerudung. Pasti ada yang seperti itu.”
***
Ustadz Kabayan
______________________________________
19 PENGAJIAN IBU-IBU
Jam empat sore Kabayan sudah berada di depan ibu-ibu pengajian pimpinan
Ibu Hajah Sobari. Ia berangkat dari rumah jam tiga sore bersama Pak Soleh.
Mereka shalat Ashar di mesjid dekat rumah Pak Haji Sobari.
“Bismillaahirrahmaanirrahiim. Assalaamu’alaikum
warohmatullaahi wabarakaatuh!”
“Wa’alaikum salam warahmatullaahi wabarakaatuh!”
“Hamdan wasyukran Lillah. Washshalaatu wassalaamu
‘alaa sayyidina Muhammad. Amma ba’du.
A’uudzubillaahi minasy Syaithaanirrajiim. Qaala kam
labistum fil ardhi ‘adada siniina. Qaaluu labisnaa yauman au ba’dha yaumin fas
alil ‘aaaddiin. Qaala in labistum illa qaliilal lau annakum kuntum ta’lamuun.
Allah
bertanya : ‘Berapa tahunkah lamanya kamu tinggal di bumi?” Mereka menjawab : “Kami tinggal (di bumi)
sehari atau setengah hari, maka tanyakanlah kepada orang-orang yang
menghitung.” Allah berfirman : “Kamu
tidak tinggal (di bumi) melainkan sebentar saja, kalau kamu bener-benar
mengetahui. (QS Al-Mu’minun 112-114)
Ibu-ibu
jama’ah pengajian Al-Baraqah pimpinan Ibu Hajah Sobari yang saya junjung
tinggi, dimulyakan oleh Allah dan disayangi suami apalagi kalau
lagi butuh malam hari.”
Ibu-ibu tersenyum, malah
ada yang tertawa cekikikan.
“Kalau berada di depan
wanita-wanita shalehah di acara pengajian seperti ini, terasa damai di hati dan
tak ingin pergi, ingin terus mengaji dan memuji kebesaran Ilahi. Betapa suci
istri-istri yang pandai mengaji dan bisa menjaga diri. Wajah suami pasti
berseri-seri kalau punya isteri seperti ini.
Tapi saya penasaran,
apakah kalau di dalam rumah di depan suami, ibu suka tampil cantik dan wangi
seperti ini?”
Ibu-ibu tersenyum.
“Iya!
“Tidak!”
Ada yang menjawab ya ada
yang menjawab tidak.
“Ibu kenapa menjawab
tidak?” tanya Kabayan kepada seorang ibu yang masih muda.
“Bahaya Pak Ustadz, kalau
di rumah berdandan terus seperti ini pasti Bapaknya anak-anak gak mau kerja
nyari uang!” sahut Ibu itu.
Semuanya tertawa.
“Ah, itu mah suaminya saja
pemalas. Bu, seharusnya seorang isteri selalu tampil cantik di depan suaminya.
Itu kata Rasulullah, biar tercipta suasana yang romantis dan harmonis antara
suami isteri. Sang suami selalu rindu kepada isterinya. Kalau sudah rindu tak
akan punya niat menggandeng yang lain. Selama ini kebanyakan para isteri
berdandan cantik dan wangi kalau mau ke pasar, ke kondangan, ke acara-acara
arisan. Tapi kalau berada di depan suami, keteknya bau juga cuek saja.”
Ibu-ibu tertawa beberapa
saat.
“Maaf ya, Bu, di awal
ceramah saya ini, saya membahas masalah itu. Karena modal isteri agar disayangi
suami yang paling mendasar adalah itu, penampilan isteri yang cantik dan
menarik. Kenapa saya tahu? Karena saya ini seorang lelaki. Dan tema-teman saya
suka menceritakan masalah itu. Rata-rata pendapatnya sama. Mereka sering curhat
kalau isterinya bau mulut, bau badan, pakaiannya alakadarnya. Makanya bu
sering-sering gosok gigi, jangan telat mandi, dan berpakaianlah yang layak dan
wangi, seperti saat ini.”
Ibu-ibu cekikikan mengakui
perbuatannya selama ini.
“Ibu-ibu yang sangat saya
junjung tinggi. Sebuah hadits mengatakan, ‘sebaik-baiknya
perhiasan dunia adalah isteri yang shalehah.’
Betapa bangganya dunia ini
jika dipenuhi oleh wanita yang shalehah. Dia bisa menjadi isteri yang baik bagi
suaminya, dia bisa menjadi ibu yang baik bagi anak-anaknya, dan dia bisa
menjadi hamba yang baik bagi Allah SWT. Maka dunia ini akan menjadi damai dan
tenteram. Berbeda jika dunia ini diisi oleh wanita-wanita yang tidak shalehah,
akan banyak terjadi kekacauan di muka bumi ini. Akan ada banyak laki-laki yang
saling berkelahi atau saling berbunuhan karena berebut isteri orang, akan ada
banyak anak-anak yang tidak jelas siapa bapaknya, akan bermunculan berbagai
masalah yang akan mengacaukan seluruh isi dunia.
Alhamdulillah, saya punya
seorang isteri yang shalehah. Berbakti kepada suami, rajin
mengaji, kalau malam tak jauh dari pelukan suami, tapi sayang punya satu
penyakit yang kadang-kadang kambuh, kalau ada yang menyuntik suaminya mau kawin
lagi, ia suka mengamuk.”
Ibu-ibu bergemuruh.
“Sama ibu-ibu di sini juga
begitu?”
“Samaaa!” sahut Ibu-ibu
menjawab kompak sambil tertawa-tawa.
“Saya punya teman yang
berniat ingin poligami, tetapi tidak diizinkan oleh isterinya. Ia kemudian
pura-pura sakit agar isterinya kasihan. Setelah seminggu pura-pura terbaring
sakit, akhirnya hati isterinya luluh.
Ia berkata kepada
suaminya, ‘Kang, silahkan saja kalau mau menikah lagi, daripada akang sakit
begini.’
Teman saya senang banget.
Terus isterinya bilang,
‘Tapi ada syaratnya Kang.’
Teman saya bertanya, ‘Apa
syaratnya?”
Isterinya menjawab, ‘Pertama,
akang harus tetap sayang sama aku
dan anak-anak.”
Teman saya berkata,
‘Siap!’
Isterinya kembali berkata,
‘Yang kedua, akang harus tetap menafkahi aku dan anak-anak.’
Dijawab oleh teman saya,
‘Siap!’
Kemudian isterinya
memberikan uang dua puluh ribu.
Teman saya bertanya
keheranan, ‘Ini uang untuk apa?’
Isterinya menjawab,
‘Syarat yang ketiga tolong beliin obat
nyamuk cair ke warung, aku akan
bunuh
diri jika akang menduakan aku’!”
Semua yang ada di tempat
pengajian itu tertawa-tawa.
“Sampai saat ini gak jadi
Bu poligaminya.”
Ibu-ibu masih tertawa.
“Ibu-ibu yang dimulyakan
Allah, tadi di awal ceramah saya membacakan beberapa ayat Al-Qur’an Surat
Al-Mukminun.
A’uudzubillaahi
minasy Syaithaanirrajiim. Qaala kam labistum fil ardhi ‘adada siniina. Qaaluu
labisnaa yauman au ba’dha yauminn fas alil ‘aaaddiin. Qaala in labistum illa
qaliilal lau annakum kuntum ta’lamuun. Allah bertanya : ‘Berapa tahunkah
lamanya kamu tinggal di bumi?” Mereka
menjawab : “Kami tinggal (di bumi) sehari atau setengah hari, maka tanyakanlah
kepada orang-orang yang menghitung.”
Allah berfirman : “Kamu tidak tinggal (di bumi) melainkan sebentar saja,
kalau kamu bener-benar mengetahui. (QS Al-Mu’minun 112-114)
Ibu-ibu,
hidup di dunia ini ternyata sebentar. Kalau dibandingkan dengan hari yang ada
di akherat, hidup kita di dunia hanya satu hari atau setengah hari di alam
akherat. Kalau cuma sehari atau setengah hari, hanya cukup untuk berkunjung ke
saudara kita yang berada di desa lain. Pagi berangkat, sore kembali ke rumah.
Tapi dalam hidup yang sebentar ini banyak orang yang celaka di akherat yang
alamnya kekal. Dan yang bikin ngeri bagi para wanita, menurut sebuah hadits,
neraka itu paling banyak penghuninya dari golongan wanita.
Kenapa ya? Padahal Ibu-ibu
banyak sekali kebaikan yang dilakukannya. Sudah capai mengandung anak sampai
melahirkan dan menyusui, mengabdi kepada suami, berbuat kebaikan pada tetangga,
dan sebagainya. Ternyata dosa para wanita yang menyebabkan banyak berada di
neraka yaitu karena auratnya, karena durhaka kepada suaminya, dan karena sering
berbuat ghibah atau membicarakan aib orang lain. Para wanita ini sering sekali
berbuat ghibah karena hobi ngerumpi bersama teman-temannya atau para
tetangganya. Ibu-ibu adalah wartawan yang paling cepat menyampaikan berita.
Wartawan asli butuh waktu cukup lama untuk mencari sebuah berita, tetapi
ibu-ibu bisa lebih cepat melakukannya.”
Ibu-ibu tersenyum-senyum.
“Seharusnya kita jangan
berbuat ghibah. Kalau ada tetangga kita yang mempunyai aib, tutuplah
rapat-rapat jangan disebarluaskan. Sebuah hadits mengatakan, barangsiapa yang
menutup rahasia orang lain, maka Allah akan menutup rahasianya di akherat.
Suatu hari seorang ulama
besar di Khurasan yang bernama Khatim bin Alwan kedatangan tamu seorang wanita
cantik keturunan bangsawan. Ia datang untuk menanyakan sebuah urusan. Ketika
wanita cantik itu hendak duduk, tak sengaja ia kentut. Tentu saja ulama itu
mendengarnya. Jangankan suara kentut, suara daun jatuh terdengar olehnya.”
Ibu-ibu tertawa.
“Wanita itu sangat malu
karena kentut di depan seorang ulama. Wajahnya sampai memerah. Bagaimana kalau
ulama itu menceritakan kentutnya kepada orang lain, semua orang di daerah itu
pasti akan mengetahuinya. Ia akan menjadi bahan lelucon semua orang. Wibawanya
sebagai seorang wanita bangsawan akan jatuh.
Dalam rasa malu yang
memenuhi diri, wanita itu kemudian berkata, ‘Maaf saya tak sengaja,’ ucapnya.
‘Apa? Maaf, aku tak
mendengar apa yang kamu katakan. Sudah seminggu pendengaranku terganggu karena
sakit demam. Tolong bicara yang keras padaku!’ Imam Khatim pura-pura budek
untuk menjaga perasaan wanita itu.
‘Jadi Pak Kyai kurang
mendengar?’ tanya wanita itu dengan keras.
‘Sudah seminggu
pendengaranku terganggu karena sakit demam.’
Wanita cantik itu bernapas
lega. Ia berkata dalam hati, untung
ulamanya budek, jadi kentutku tadi tak akan terdengar olehnya.”
Semua yang hadir di acara
pengajian tertawa.
“Rasa malu dalam diri
wanita itu hilang sudah. Wajahnya kembali berseri-seri. Ia yakin Imam Khatim
tak mendengar suara kentutnya. Lalu ia menyampaikan maksudnya dengan suara
keras dan lantang. Maka sejak itu Imam Khatim pura-pura budek selama wanita
bangsawan itu hidup dan tinggal di kota yang sama. Itulah sebabnya Imam Khatim
tersohor dengan sebutan Al-Asham atau si budek. Budek yang penuh kemulian
karena menutup aib orang lain.”
Kabayan berhenti ceramah
beberapa sesaat untuk minum.
“Ibu-ibu yang dimulyakan
Allah, mulai saat ini siap berhenti melakukan ghibah?”
“Siaaapp!”
“Siap berdandan untuk
suami?”
“Siaaapp!”
“Siap menutup aurat selain
kepada suami?”
“Siaaapp!”
“Siap tidak berbuat
durhaka kepada suami?”
“Siaaapp!”
“Siap diduakan oleh
suami?”
“Siaaapp!”
Tapi beberapa
saat kemudian mereka
tersadar karena salah menjawab.
“Tidak la yaw!” kata
seorang ibu.
Semuanya tertawa-tawa.
“Ibu-ibu ini takut amat
diduakan oleh suami. Tidak usah takut, Bu. Tidak semua suami ingin menduakan
isterinya. Masih banyak suami yang setia kepada satu isteri seperti saya. Saya
pernah bilang kepada isteri saya tercinta, Jangan ragukan kesetiaan Abi. Bagi
Abi menyakiti ciptaan Allah sama saja dengan menyakiti Allah. Menyakiti Umi
sama saja dengan menyakiti Allah. Wah, kalau semua wanita memiliki suami setia
seperti saya, tak akan ada air mata seorang isteri yang jatuh sia-sia.”
Semua tertawa senang.
“Katanya Siti Aisyah
isteri Rasulullah duduk pada daun pisang, saking panasnya karena dimadu, sampai
daun pisangnya layu. Entah siapa yang menyebarkan kisah itu. Itu bohong Bu! Di
Arab tidak ada pohon pisang! Yang ada pohon kurma!”
Semuanya tertawa.
“Ada sebuah kisah tentang
laki-laki yang berpoligami. Modalnya berbohong. Kalau sedang berada di rumah
isteri tua, ia bilang, ‘Ibu pembawa rezeki di dalam rumah kita. Bapak bisa kaya
seperti ini karena menikah dengan Ibu. Walaupun ada isteri muda, tetapi hati
Bapak lebih menyayangi Ibu.’ Kalau berada di rumah isteri yang muda, ia bilang
‘Neng belahan jiwa Aa. Yang membawa semangat dalam hidup Aa. Kalau tidak ada
Neng hati Aa hampa. Neng jadi nomor dua karena kita terlambat berjumpa. Kalau
kita bertemu sejak dulu, pasti cinta dan kasih sayang Aa cuma untuk Neng
seorang’.”
Ibu-ibu tersenyum-senyum
mendengarnya.
“Suatu waktu kebetulan mereka sedang ber-kumpul bertiga di rumah isteri yang tua.
Isteri yang tua bertanya karena ingin memanas-manasi isteri yang muda, ‘Siapa
diantara kami yang paling Bapak sayangi?’
Laki-laki itu menjawab,
‘Dua-duanya juga kusayangi, tak akan kubeda-bedakan.’
Isteri yang muda merasa
tak puas dengan jawaban itu, sebab ia merasa bahwa suaminya lebih
menyayanginya. Ia bertanya, ‘Kalau kita bertiga sedang berada di atas perahu di
sebuah danau yang dalam, siapa yang akan ditolong lebih dahulu?’
Laki-laki itu bingung.
Kalau salah menjawab pasti akan terjadi keributan. Kalau menjawab akan menolong
isteri yang muda, takut digampar oleh isteri yang tua. Kalau menjawab akan
menolong yang tua, takut yang muda marah dan meminta cerai, padahal ia masih
sangat mencintainya. Akhirnya ia menjawab, ‘Aku juga tidak bisa berenang.
Kayaknya kita akan mati bersama-sama’!”
Ibu-ibu tertawa
tergelak-gelak.
“Ibu-ibu yang shalehah,
rupanya pertemuan kita di tempat yang mulia ini cukup sampai di sini. Bukannya
tidak ingin lebih lama lagi bersama Ibu-ibu semuanya. Mudah-mudahan kita
bertemu lagi pada kesempatan berikutnya. Terima kasih saya ucapkan kepada Ibu
Hajah Sobari yang telah mengundang saya untuk berceramah, sehingga saya bisa
menyampaikan ilmu yang sedikit. Mudah-mudahan Ibu Hajah Sobari yang sangat
peduli kepada kemajuan agama terutama di lingkungan ini diberi umur yang
panjang serta manfaat, diberikan kesehatan dan keselamatan, dibukakan pintu
rezekinya. Kalau rezekinya banyak, pasti ngasih amplopnya juga tebal, hehehe.
Maaf Bu Hajah, cuma bercanda. Sering-seringlah mengundang Ustadz Kabayan,
ustadz paling terkenal sedunia.”
Semuanya tersenyum, ada
juga yang cekikikan.
“Mohon maaf atas segala
kelemahan dan kekurangan. Dengan apa yang telah saya sampaikan tadi semoga
Ibu-ibu semua semakin dicintai oleh suami, dan semakin dicintai oleh Allah!
Amiin!”
“Amiiinn!”
“Billaahi taufik walhidayah, wassalaamu’alaikum
warahmatullaahi wabarakaatuh!”
“Wassalaamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh!”
***
Ustadz Kabayan
______________________________________
20 ISLAM, IMAN, IHSAN
Dalam pengajian mingguan berikutnya, Kabayan membahas tentang masalah
Islam, Iman dan Ihsan.
“Bismillaahirrahmaanirraahiim. Assalaamu’alaikum
Warahmatullaahi Wabarakaatuh!”
“Wa’alaikum salam warahmatullaahi wabarakaatuh!”
“Hamdan wasyukran Lillah. Washshalaatu wassalaamu
‘alaa sayyidina Muhammad. Amma ba’du.
Hadirin, warga Kampung Cinta yang diridhai Allah.
Pada ceramah kali ini kalian jangan tertawa, ya! Saya akan menyampaikan hal
yang serius. Malah sangat serius. Boleh tertawa asal jangan keluar dari mulut.”
Orang-orang malah tertawa.
“Susah ya menahan tawa. Boleh deh tertawa, tapi
tertawanya di bagian-bagian yang layak ditertawakan. Jangan tertawa di bagian
yang tidak lucu, apalagi tertawa sendirian, nanti dikira punya gejala oleh
orang lain.”
Orang-orang masih tertawa.
“Baiklah kita lanjutkan. Allah
SWT berfirman dalam Kitab Suci Al-Qur’an Surat An-Nisaa ayat 136, ‘Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah
beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada
Rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir
kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari
kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.’
Ayat tersebut adalah dasar
keimanan yang harus diterima oleh setiap manusia jika ingin diakui sebagai
orang yang beriman. Jika tidak meyakini terhadap hal-hal tersebut di atas,
hilang sudah keimanan dalam dirinya.”
Kabayan menoleh kepada Pak
Odih.
“Pak Odih, percaya kepada
adanya hari kiamat?”
“Percaya!” sahut Pak Odih.
“Sudah menyiapkan diri jika
terjadi kiamat?”
Pak Odih terdiam, ia bingung
harus menjawab apa.
“Sama, saya juga bingung
makanya bertanya kepada Pak Odih,” kata Kabayan disambut tawa semuanya.
“Kita harus percaya kepada
semua yang disebutkan oleh ayat itu. Kalau tidak percaya, kita termasuk orang
yang sesat.
Pada suatu hari ketika Rasulullah
sedang dikelilingi para sahabatnya di sebuah majelis, didatangi seorang laki-laki muda yang
berpakaian serba putih, tampan, dan tidak tampak seperti telah melakukan
perjalanan jauh. Tak seorang pun baik kaum Muhajirin maupun Anshar yang
mengenalnya. Sang tamu memberi salam dan dijawab oleh semuanya. Rasulullah
mempersilahkannya duduk bersila tepat di
hadapannya.
Sang tamu bertanya, ‘Apakah
Islam itu?”
Rasulullah menjawab, ‘Islam
adalah Syahadat, Shalat, Zakat, Puasa dan Haji.’
Sang tamu berkata, ‘Shadaqta!’
Para sahabat
ada yang bingung.
Tamu itu yang bertanya, ia juga yang membenarkan.
Sang tamu bertanya lagi, ‘Apa
itu Iman?’
Rasul menjawab, ‘Iman adalah
yakin adanya Allah, Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-Nya, takdir baik dan
takdir buruk, dan hari kiamat.’
Sang tamu berkata, ‘Shadaqta.’
Kemudian Sang tamu bergeser
duduknya sambil menindih salahsatu kaki Rasulullah, lalu bertanya lagi, ‘Apa
itu Ihsan?’
Rasulullah menjawab, ‘Yang
bertanya lebih mengetahui daripada yang ditanya.’
Kata Sang tamu, ‘Ihsan adalah
meyakini bahwa Allah melihatmu, meskipun kamu tidak melihat-Nya.’
Setelah mengucapkan itu Sang
tamu pamit, kemudian meninggalkan Rasulullah dan para sahabat.
Diantara para sahabat ada yang
bertanya, ‘Ya Rasulullah siapakah dia?’
Sahut Rasulullah, ‘Dia adalah
Malaikat Jibril, Ia datang kepada kalian untuk mengajarkan agama kepada
kalian.’
Demikianlah Allah
memperlihatkan kekuasaan-Nya, sehingga Malaikat Jibril hadir menyampaikan wahyu
dalam wujud manusia kepada Rasulullah dan para sahabat. Ada sebuah pelajaran
yang penting yaitu bagaimana upaya kita agar Islam, Iman dan Ihsan bersatu
dalam diri kita sehingga menjadi sebuah kekuatan yang dahsyat dan bekal yang
hebat dalam menempuh kehidupan ini. Iman hakiki yang dimaksud dalam Al-Qur’an
dan Sunnah adalah suatu hakikat yang terdiri atas makrifat tentang ajaran
Rasulullah, diyakini oleh hati, diikrarkan dengan lidah, dipatuhi dengan
kecintaan kepadanya, diamalkan dalam lahir bathin, dan didakwahkan sesuai
dengan kemampuan. Kesempurn-annya terletak kepada cinta karena Allah, benci
karena Allah, memberi karena Allah, menolak karena Allah, menjadikan Allah
semata sebagai Ilah yang disembah dengan jalan mengikuti Rasuluulah SAW
sepenuhnya dan tidak menoleh kepada selain Allah dan Rasul-Nya. Demikian
definisi Iman menurut Al-Jauziah.
Kekuatan Islam, Iman dan Ihsan
pada diri seseorang akan menuntun dan mendekatkan kepada Allah, sehingga
melahirkan cinta (mahabbah). Jika kita mencintai Allah, Allah akan mencintai
kita. Jika Allah telah mencintai kita, Allah jadikan pendengarannya yang ia
pergunakan untuk mendengar, matanya yang ia pergunakan untuk melihat, tangannya
yang ia pergunakan untuk berbuat, dan kakinya yang ia pergunakan untuk
melangkah. Dan jika ia meminta kepada Allah, pasti Allah memberi kepadanya, dan
bila meminta perlindungan kepada Allah, niscaya Allah akan memberikan
perlindungan kepadanya. Dan Allah sebaik-baiknya pelindung.”
Kabayan berhenti dulu
beberapa saat, ia melihat mustami yang nampak kebingungan
mendengarkan ceramahnya kali ini.
“Kenapa pada bengong? Makanya
tadi kubilang, jangan tertawa dalam ceramahku kali ini. Gak ada yang
bisa ditertawakan.”
Orang-orang tersenyum-senyum.
Kabayan meminum dulu air putih dalam gelas yang ada di depannya.
“Ada sebuah kisah yang ingin kuceritakan
tentang masalah keimanan. Tolong serius mendengarkannya. Ada seorang pemuda
yang berputus asa karena banyak utang. Imannya goyah sehingga ia memutuskan
untuk bunuh diri. Ia kemudian membawa tali ke atas sebuah pohon untuk
menggantung diri. Tali itu ia ikatkan ke sebuah dahan. Ujung tali yang satu
lagi ia ikatkan ke lehernya. ‘Selamat tinggal dunia!’ teriaknya sambil meloncat
ke bawah sambil memejamkan mata. Begitu tubuhnya menggantung, ternyata dahannya
rapuh sehingga patah. Tubuhnya jatuh ke kotoran kerbau yang ada di bawah
pohon.”
Penghuni mushala tertawa
semuanya.
‘Sialan! Mau mati malah dapat
tahi kebo!’ ia memaki-maki.
Orang-orang di mushala makin
tertawa-tawa.
“Pemuda itu kemudian bangkit
mencari air untuk membersihkan tubuhnya yang penuh dengan kotoran tahi kerbau.
Ia mandi dan mencuci pakaiannya. Sambil menunggu pakaiannya kering, ia
duduk-duduk sambil memikirkan bagaimana cara bunuh diri yang mudah. Tiba-tiba
terlintas dalam pikirannya untuk bunuh diri di jalan raya. Ia segera bangkit menuju
ke jalan raya. Beberapa saat ia berdiri di pinggir jalan. Ketika melihat sebuah
bis lewat, ia segera berlari ke tengah jalan. ‘Selamat tinggal dunia yang
kejam!’ teriaknya sambil memejamkan mata. Tetapi supir bus yang melihat manusia
di tengah jalan segera banting strir ke sebelah kiri. Bus itu terperosok ke
dalam jurang hingga sopir dan seluruh penumpangnya mati. Pemuda itu kaget.
Kembali ia gagal bunuh diri.
‘Aku yang mau mati malah orang
banyak yang mati,’ begitu kata pemuda itu menyesali kejadian itu.”
Pak Soleh dan Pak Odih
geleng-geleng kepala.
“Sialan tuh pemuda! Bikin mati
orang lain!” gerutu Pak Soleh.
“Kalau belum waktunya mati, ya
gak akan mati!” kata Pak Odih.
“Pemuda itu tertegun di
pinggir jalan sambil melihat mayat-mayat orang yang tadi berada dalam bus. Ia
makin merasa putus asa. ‘Ya Tuhan! Kenapa susah banget mau bunuh diri!’ ia
menggerutu. Kemudian ia meninggalkan tempat itu. Ia berhenti di sebuah tempat
yang tinggi. Di bawahnya ada hamparan kebun teh yang luas. Di sini tempat yang
cocok untuk bunuh diri, katanya dalam hati. Ia memejamkan mata. ‘Selamat
tinggal dunia yang kejam!” teriaknya sambil meloncat ke bawah. Ia kemudian
tidak ingat apa-apa lagi. Matikah dia?
Ketika terbangun, ia berada di
depan seorang wanita cantik yang sedang mengobatinya. Ternyata tadi ia jatuh ke
hamparan rumput yang empuk sehingga ia tidak mati, hanya mengalami luka-luka
ringan. Ia ditolong oleh janda cantik pemilik kebun teh. ‘Nah ini baru enak,
mau bunuh diri malah dapat janda cantik!’ Kata pemuda itu dalam hati.”
Orang-orang di mushola
tertawa-tawa.
“Pemuda itu berada di tempat
itu sampai dia sembuh. Dan ternyata Si Janda cantik tertarik kepada pemuda itu.
Jadilah pemuda ketemu Janda. Mereka kemudian menikah.”
“Wah, enak banget dia!” kata
Pak Soleh.
“Kenapa? Kamu ngiri ya?” sahut
Pak Odih.
“Orang durhaka malah dapat
rezeki!” Pak Soleh menggerutu.
“Nasib orang siapa tahu,” kata
Pak odih.
“Akhirnya pemuda itu hidup
senang. Punya isteri cantik, hutangnya lunas karena dibayar oleh isterinya,
tinggal di rumah yang besar dengan lingkungan yang nyaman, kekayaan milik
isterinya melimpah. Ia menjadi lupa niatnya mau bunuh diri. Malah sekarang
karena kenikmatan yang ia rasakan, ia jadi takut mati!”
“Waahh, gak bener tuh!” kata
Pak Soleh.
“Kalau sudah hidup enak, ya jadi takut mati!”
sahut Pak Odih.
“Suatu malam ia bermimpi
didatangi malaikat. ‘Besok kamu akan mati!” kata malaikat dalam mimpinya itu.
Ia terbangun dini hari dalam keadaan ketakutan. Ia ingin lari dari tempat itu
untuk menghindari malakal maut. Walaupun hujan lebat, ia pergi membawa sepeda
motor untuk menjauhi tempat itu. Ia tak peduli pada isterinya yang cantik dan
harta kekayaan yang melimpah. Karena dalam keadaan galau, ia tergelincir lalu
jatuh ke dalam jurang. Matilah dia.”
“Itu baru cocok!” kata Pak
Soleh.
“Wah, kasihan,” kata Pak Odih.
“Pelajaran yang dapat kita
ambil dari cerita itu adalah, jangan berputus asa ketika kita diuji dengan
kepahitan hidup. Apalagi sampai nekat mau bunuh diri. Kemudian ketika diberi
kenikmatan, syukurilah dan berbuatlah kebaikan untuk bekal nanti pulang ke
akherat, agar kita siap menghadapi kematian.
Ayo siapa yang ingin mati?”
Orang-orang terdiam. Pak Soleh
dan pak Odih berpandangan.
“Berarti semuanya juga takut
mati. Kalau takut mati jangan hidup!”
***
Ustadz Kabayan
______________________________________
21 DO’A ABU NAWAS
Sambil menunggu waktu shalat Isya tiba, seperti biasa Kabayan memberikan
ceramah singkat kepada murid-muridnya serta beberapa orang tua yang tidak
pulang ke rumah setelah shalat Maghrib. Dan yang paling setia adalah Pak Soleh
dan Pak Odih. Mungkin karena keduanya sebagai sesepuh di kampung itu.
“Anak-anak, siapa yang mau
masuk neraka?”
Semuanya terdiam.
“Amit-amit jabang bayi!”
sahut Pak Soleh beberapa saat kemudian.
“Siapa yang mau masuk surga?”
Semuanya mengacungkan
tangan.
Kabayan tersenyum.
“Sudah mempersiapkan diri
untuk masuk surga?”
Semuanya terdiam.
“Masuk neraka gak mau.
Masuk surga belum melakukan perbuatan dan ibadah ahli surga. Begitulah kita
semua. Tidak mau masuk neraka dan ingin masuk surga dengan mudah. Pantas saja
Abu Nawas, seorang tokoh legenda Islam pada zaman khalifah Harun Al-Rasyid
menyusun sebuah do’a yang mashur dan sering kita lantunkan sambil menunggu
waktu shalat tiba.
Illahilastu
lilfirdausi ahla, wala aqwa ‘alannaril jahiimi, fahabli taubatan waghfir
dzunubi. Fainnaka ghafiruz dzanbil ‘adhimi. Tuhanku aku ini tak pantas menjadi penghuni surga, tapi
aku tak tahan terhadap panasnya neraka, karena itu terimalah taubatku, dan
ampuni dosa-dosaku. Sesungguhnya Engkau dzat yang mengampuni dosa besar.”
Kabayan menoleh kepada Pak Odih.
“Pak Odih sudah hapal kan, doa itu?” tanya Kabayan.
“Alhamdulillah, Jang Ustadz,” sahut Pak Odih.
“Masa sudah tua gak tau do’a itu!” komentar Pak
Soleh.
“Do’a yang tadi diberi judul Al-I’tiraf yang
berarti sebuah pengakuan. Susunan do’a lengkapnya sebagai berikut ;
Tuhanku aku ini tak pantas menjadi penghuni surga,
tapi aku tak tahan terhadap panasnya neraka, karena itu terimalah taubatku, dan
ampuni dosa-dosaku. Sesungguhnya Engkau dzat yang mengampuni dosa besar.
Dosa-dosaku laksana hamparan pasir, maka terimalah
taubatku wahai Dzat Yang Maha Agung. Usiaku setiap hari terus berkurang,
sedangkan dosaku terus bertambah. Bagaimana aku harus menanggungnya?
Ya Tuhanku, aku datang kepada-Mu dengan beban dosa-dosaku. Ampunilah dosaku
dan kabulkan do’aku pada-Mu. Dan sekiranya Engkau menolaknya, maka siapakah
yang kuharapkan selain-Mu?
Nah itulah Al-I’tiraf
karya Abu Nawas. Kalau syairnya dilantunkan dengan penuh perasaan dan
penghayatan, melantunkannya nikmat, mendengar-kannya juga nikmat.”
Kabayan menoleh
kepada Pak Odih, “Nikmat mendengarkannya kan, Pak Odih?”
“Nikmat sekali, jadi
pingin lagi mendengar-nya,” sahut Pak Odih.
“Gampang, beli saja
kasetnya di toko kaset,” sahut Kabayan.
Semuanya tertawa.
“Al-I’tiraf berisi
ungkapan dan jeritan hati seorang hamba yang shaleh yang menyadari segala
kekurangan dan keterbatasanya dalam pengabdiannya kepada Allah. Tapi ia tidak
berputus asa terhadap rahmat Allah. Dan ia sangat takut terhadap kemurkaan
Allah atas dirinya.
Siapa pun tidak akan lepas
dari kesalahan dan kekhilafan. Bahkan para Nabi pun mengakui kesalahannya.
Nabi Musa a.s, mengakui
kesalahannya karena khilaf. Firman Allah dalam Al-Qur’an Surat Al-Qashash ayat
16, ‘Musa berdo’a : “Ya
Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri karena itu ampunilah aku.” Maka Allah
mengampuninya, sesungguhnya Allah Dialah Yang
Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.’
Nabi Adam dan Hawa berdo’a memohon ampun setelah
terbujuk setan memakan buah khuldi. Firman Allah dalam Al-Qur’an Surat Al-A’raf ayat 23, ‘Keduanya berkata: "Ya Tuhan kami, kami telah
menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi
rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi.”
Kabayan
memandangi anak didiknya
serta orang-orang yang hadir di mushala.
“Kalau
para Nabi saja berdo’a kepada Allah memohon maaf atas kesalahan-kesalahan
mereka, kenapa kita tidak berdo’a? Kenapa kita malas berdo’a kepada Allah untuk
mengadukan masalah kita dan memohon ampunan?”
Kabayan
menoleh pada Pak Odih.
“Pak
Odih suka berdo’a tidak?”
“Kadang-kadang
kalau lagi tidak punya uang,” sahut pak Odih.
“Apa
bunyi do’anya?”
“Allahumma
baariklana fiima rozaktanaa waqinaa adzaabannar.”
Semuanya
tertawa mendengarnya.
“Salah
Dih! Itu do’a untuk makan!” kata Pak Soleh.
“Yang
hapalnya cuma itu,” sahut Pak Odih polos.
Beberapa
saat semuanya tertawa-tawa.
“Sudah,
jangan keterusan tertawanya. Ada sebuah kisah anak kecil yang suka berdo’a,
tetapi belum banyak do’a yang ia hapal. Suatu hari ia pulang mengaji malam
hari. Ketika lewat di jalan yang ada pohon Beringin, ia melihat sebuah makhluk
yang tinggi besar. Anak kecil itu takut, tanpa pikir panjang ia segera berdo’a,
‘Allahumma baariklana fiima rozaktanaa waqinaa adzaabannar.’
Kalian
tahu apa yang terjadi kemudian?” tanya Kabayan.
Semuanya
terdiam dengan penuh rasa penasaran.
“Makhluk tinggi besar
yang ternyata jin itu
kaget mendengar do’a anak kecil itu. Ia langsung kabur! Dikiranya anak
kecil itu akan memakan dia.”
Semua
yang ada di mushala tertawa-tawa.
***
Ustadz Kabayan
______________________________________
22 UNDANGAN
ACARA PERNIKAHAN
Kabayan mendapat undangan untuk berceramah pada sebuah acara perkawinan di
desa tetangga. Ia berangkat seletah shalat Maghrib bersama Pak Soleh. Anak-anak
yang mengaji di mushala ia titipkan kepada anak didiknya yang paling besar.
Mereka tiba di rumah keluarga Pak Misbah yang menikahkan putrinya ba’da Isya.
Kabayan dan Pak Soleh shalat Isya dulu di Mesjid yang tak jauh dari rumah Pak
Misbah. Setelah shalat mereka kembali ke rumah Pak Misbah. Acara dimulai jam
delapan malam. Setelah pembukaan oleh pengatur acara, dilanjut dengan acara
pembacaan ayat suci Al-Qur’an dan shalawat. Lalu tibalah giliran Kabayan untuk
menyampaikan ceramahnya. Kabayan naik ke atas panggung diikuti oleh tatapan
semuanya yang penasaran ingin mendengarkan ceramah Ustadz Kabayan yang namanya
sudah sangat terkenal.
“Bismillaahirrahmaanirrahiim. Assalaamu’alaikum
warahmatullaahi wabarakaatuh!”
“Wa’alaikum salam
warahmatullaahi wabarakaatuh!”
“Hamdan wasyukran lillah. Washshalaatu wassalaamu
‘alaa sayyidina Muhammad. Amma ba’du.
Qaala Ta’ala filqur’aanil kariim. Wahua asdaqul qaa’iliin.
A’uudzubillaahi minasy Syaithaanirrajiim. Wamin kulli syai’in khalaqnaa
zaujhaini la’allakum tadzakkaruun. Al-ayah.
Yang saya hormati Pak Misbah beserta keluarga
besarnya, semoga Allah senantiasa memuliakannya. Amiin!”
“Amiiinn!”
“Saya sungguh berdebar-debar diundang untuk
berceramah oleh Pak Misbah dalam acara
syukuran pernikahan putrinya. Kalau melihat orang yang menikah, saya jadi kabita, rasanya ingin menikah lagi.”
Semua yang hadir tertawa.
“Semoga setelah acara hajatan ini, kalaulah Pak
Misbah punya hutang cepat terbayar hutangnya. Amiin!”
“Amiiinn!” sahut semuanya sambil tersenyum.
“Kepada pengantin, saya do’akan semoga mereka
menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah warrahmah. Amiin!
“Amiiinn!”
“Semoga cepat membuat rumah sendiri. Amiin!”
“Amiiinn!”
“Semoga punya anak yang shaleh dan shalehah. Amiin!”
“Amiiinn!”
“Kemudian saya sampaikan salam hormat kepada para
ulama, para ustadz, para tokoh agama yang hadir pada acara ini. Saya sangat
menjunjung tinggi anda sekalian yang telah berjuang tanpa pamrih
menegakkan agama islam
di daerah masing-masing,
semoga Allah memuliakannya. Amin!”
“Amiiinn!”
“Mohon maaf seribu maaf, saya ceramah di sini bukan
karena bisa, tapi karena diundang oleh Pak Misbah. Pak Misbah menyangka saya
ini pandai berceramah. Padahal kemampuan saya biasa-biasa saja. Pak Misbah
telah tertipu karena mengundang saya. Saya ini adalah ustadz yang paling bodoh
di antara ustadz yang ada.”
Semuanya tertawa.
“Saya jadi Ustadz di kampung saya bukan karena
bisa, tetapi karena tidak ada lagi orang yang mau jadi Ustadz. Kalau ada yang
mau jadi ustadz, saya tidak akan terpakai karena sebetulnya saya tidak bisa
apa-apa.”
Orang-orang masih tertawa.
“Sebelum ceramah saya dilanjutkan, saya ingin
bertanya dulu. Apakah saya berceramah harus menggunakan bahasa binatang atau
bahasa manusia?”
“Bahasa manusia!”
“Dengan bahasa Inggris atau bahasa Indonesia?”
“Bahasa Indonesia!”
“Nah kalau begini enak, yang ceramahnya manusia,
yang mendengarkan juga manusia. Yang ceramahnya nggak bisa bahasa Inggris, yang
mendengarkannya nggak bisa bahasa Inggris. Kita menggunakan bahasa nasional
kita, bahasa Indonesia!”
Semuanya tertawa.
“Hadirin yang dimulyakan oleh Allah, tadi di awal
saya membacakan salah satu ayat Al-Qur’an yaitu Surat Adz-Dzariyat ayat
49. A’uudzubillaahi minasy- Syaithaanirrajiim.
Wamin kulli syai’in khalaqnaa zaujhaini la’allakum tadzakkaruun. Al-ayah.
Artinya ; Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan
supaya kamu mengingat kebesaran Allah.
Ada bumi ada
langit, ada siang ada malam,
ada gelap ada terang, ada hidup ada mati, ada lapar ada kenyang, ada
sehat ada sakit, ada luas ada sempit, ada laki-laki ada perempuan. Allah
menciptakan segala sesuatu berpasang-pasangan disengaja agar manusia berpikir
betapa Allah itu Maha Besar kekuasaan-Nya. Setelah ia mampu mengingat kebesaran
Allah, maka ia akan menjadi orang yang beriman dan bertaqwa kepada Allah dengan
sebenar-benarnya keimanan dan ketaqwaan mereka.
Sekarang saya mau
bertanya, apakah di sini ada pemuda yang
sudah mau menikah tapi belum menikah?”
“Banyaaakk!”
“Tolong dengarkan
sabda Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Bukhari
dan Muslim, ‘Wahai para pemuda, siapa saja di antara kalian yang telah mampu
kawin, maka hendaklah ia menikah. Karena dengan menikah itu lebih dapat
menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan. Dan barangsiapa yang belum mampu,
maka hendaklah ia berpuasa, karena sesungguhnya puasa itu bisa menjadi perisai
baginya.’
Maka bagi para pemuda yang
sudah ingin menikah dan sudah punya kekasih, segeralah lamar calon istrimu dan
ajaklah menikah! Jangan pacaran melulu!”
“Belum punya biaya
Pak Ustadz!” teriak seseorang diikuti tawa yang lainnya.
“Nyari dong biaya buat
kawin! Jangan mau enaknya saja!”
Suara tawa makin riuh.
“Dulu saya takut menikah.
Takut tidak bisa memberi makan, takut tidak bisa membangun rumah, dan banyak
ketakutan lainnya. Ada seorang ulama yang menasehati saya. Menurut beliau
menikah itu akan menjadi pembuka pintu rezeki. Kalau saat bujangan uang seratus
ribu itu sekali kumpul dengan teman-teman habis dipakai foya-foya. Tapi kalau
sudah punya isteri, uang sepuluh ribu dibeliin garam, cabai dan terasi untuk
membuat sambal. Sisanya dibeliin ikan asin. Lalu dimakan berdua dengan isteri
tercinta, rasanya nikmat banget. Lalu saya pun menikah dengan kekasih saya.
Alhamdulillah lenyap sudah segala ketakutan itu. Saya bisa memberi makan isteri
saya, bisa membelikan dia pakaian, dan bisa membuat rumah untuk kami berdua.
Hanya memang setelah menikah saya menyesal.”
Sesaat
Kabayan terdiam.
“Saya menyesal, kalau tahu menikah itu enak banget,
kenapa tidak sejak dulu menikah?”
Semuanya tertawa.
“Makanya buat para pemuda, jangan takut urusan
rezeki setelah menikah, karena Allah sudah menjamin rezeki bagi pasangan suami
isteri asal mau berikhtiar. Asal mau melangkahkan kaki dan menggerakkan tangan
untuk mencari rezeki, kita pasti akan mendapatkannya. Seperti saya, saya
berangkat dari kampung saya ke sini untuk berceramah, banyak sekali rezeki yang
saya dapatkan di tempat ini. Tadi waktu di rumah dikasih kopi susu oleh Bu
Misbah. Naik ke panggung disediakan air putih. Sayang kalau tidak diminum.
Belum lagi nanti pulangnya pasti dikasih amplop oleh Pak Misbah.”
Semuanya tertawa.
Kabayan meminum dulu air di depannya.
“Menurut Siti Aisyah r.a. yang diriwayatkan oleh
Hakim dan Abu Daud, ‘Nikahilah olehmu kaum wanita itu, maka sesungguhnya mereka
akan mendatangkan harta atau rezeki bagi kamu.’
Jadi, wanita yang kita nikahi akan mendatangkan
rezeki dalam kehidupan rumah tangga. Saat kita belum menikah, rezeki yang
datang hanya untuk kita sendiri, setelah memiliki isteri, rezeki akan
bertambah. Kemudian punya satu anak, rezekinya akan bertambah lagi, punya dua
anak, rezekinya akan ditambah lagi. Demikian seterusnya. Darimana? Akan ada
jalannya dari arah yang tidak kita duga, karena Allah sudah menjamin rezeki
bagi setiap makhluknya. Allah tidak akan menurunkan makhluk-Nya ke bumi tanpa
disertai dengan rezeki untuknya. Maka saya tegaskan kembali kepada
orang-orang yang sudah memiliki
kemampuan untuk menikah, segeralah menikah! Nanti kehabisan baru tahu rasa!
Para pemuda siap menikah?”
“Siaaapp!” sahut sebagian pemuda diikuti tawa
mereka.
“Nah begitu dong. Menikah saja takut, masa mau
dapat enak takut?”
Semuanya tertawa.
“Tetapi jangan lupa, ada pedoman bagi seseorang
dalam mencari pasangannya. Dari Jabir r.a. yang diriwayatkan oleh Imam Muslim
dan Tirmidzi, ‘sesungguhnya perempuan itu
dinikahi laki-laki karena agamanya, kedudukannya, hartanya dan kecantikannya.
Maka pilihlah yang beragama.’ Maksudnya seorang laki-laki menikahi wanita
atas empat alasan tersebut. Tapi sebaiknya pilihlah seorang wanita untuk
dijadikan isteri yang memiliki keta’atan yang baik dalam menjalankan agamanya.
Kalau kita memilih seseorang karena kedudukannya, bisa saja kita malah jadi
pelayannya. Kalau kita memilih seseorang karena hartanya, bisa saja kita
dihina. Kalau kita memilih seseorang karena kecantikannya, bisa saja kita makan
hati karena sering cemburu karena banyak orang lain yang suka. Tapi kalau kita
mencintai seseorang karena agamanya, akan maslahat di dunia dan akherat. Karena
sikap dan perilakunya akan sesuai dengan aturan agama yang ia pegang teguh.
Sehingga ia akan menjadi pasangan yang baik bagi kita, setia, jujur,
pengertian, dan menghargai pasangannya. Maka akan terciptalah keluarga yang
sakinah mawaddah warahmah. Sabda Rasulullah SAW, ‘Barangsiapa diberi oleh Allah
isteri yang shalehah, sesungguhnya telah ditolong separuh agamanya. Dan
hendaklah bertaqwa kepada Allah separoh lainnya.’ Maksudnya adalah, seseorang yang
memiliki seorang isteri yang shalehah lebih mudah baginya dalam menyempurnakan
agamanya.”
Kabayan berhenti sesaat.
“Bukan cuma rezeki yang akan terbuka jika kita
menikah. Tetapi juga banyak keutamaan-keutamaan bagi orang yang menikah. Sebuah
hadits mengatakan, shalat 2 rakaat yang diamalkan oleh orang yang sudah
berkeluarga, lebih baik daripada 70 rakaat yang diamalkan oleh jejaka atau
perawan. Tuh! Begitu istimewanya ganjaran ibadah bagi orang yang sudah menikah.
Makanya banyak laki-laki yang sudah punya isteri menikah lagi karena tertarik
dengan ganjarannya.”
Para Bapak tertawa, sedangkan ibu-ibu bersorak
sambil menggerutu.
“Manfaat menikah itu diantaranya menyelamatkan
manusia dari perbuatan maksiat, membangun keluarga dan memperbanyak keturunan
yang shaleh yang bertaqwa kepada Allah. Dalam berumah tangga suami istri saling
mengisi, saling menutupi kekurangan dan mensyukuri kelebihan. Saling kasih
mengasihi, sayang menyayangi, penderitaan suami adalah penderitaan isteri,
kebahagiaan suami adalah kebahagiaan isteri. Kalau suami sakit, isteri merawat
dengan setia. Kalau isteri sakit, giliran suami yang merawat sang isteri.
Jangan seperti kisah Abu Nawas. Suatu hari Abu Nawas sakit, sakitnya sangat
parah. Sang isteri menemani di sisinya dengan setia.
Abu Nawas berkata kepada isterinya, ‘Sini Bu
berbaring di sisiku.’
Isterinya keheranan, ‘Untuk apa tidur di samping
kamu? Sakit parah begitu mau berbuat macam-macam.’
Abu Nawas berkata lagi, ’Ayolah berbaring di
sisiku.”
Isterinya menjawab, ‘Tidak mau, Gak ada pantasnya
yang sakit berbaring, yang nungguin ikut berbaring.’
Abu Nawas berkata, ‘Siapa tahu malaikat salah
ngambil, tadinya mau ngambil nyawa aku, malah ngambil nyawa kamu.’
Isteri Abu Nawas kabur gak mau menemani suaminya.”
Semua mustami tertawa-tawa riuh.
“Selanjutnya dalam ceramah ini saya ingin
memberikan nasehat, khusus kepada pengantin laki-laki dan pengantin perempuan.
Kepada pengantin laki-laki, saya sarankan agar secepatnya membuat rumah untuk
isterimu. Jangan berlama-lama serumah dengan mertua. Sebaik-baiknya mertua
kamu, tetap saja kamu gak akan merasa nyaman tinggal bersama mereka. Gak bebas
makan, gak bebas tidur, gak bebas merayu isteri kamu. Demikian juga isteri kamu
gak akan betah tinggal di rumah mertuanya. Akan ada rasa malu dan canggung, kadang-kadang
merasa tersindir, merasa tak enak hati, maka akan timbul bintik-bintik masalah
dalam rumah tangga, dan tak sedikit yang rumah tangganya hancur gara-gara
terlalu ikut campurnya keluarga. Walau tinggal di rumah milik mertua yang
mewah, dilimpahi berbagai kasih sayang dari mereka, tidak akan seenak berada di
rumah kamu sendiri walaupun hanya sebuah rumah yang mungil. Di rumah sendiri
mau makan berapa kali pun gak akan merasa was-was. Mau tidur seharian pun
bebas. Mau merayu isteri kamu kapan pun silahkan. Jadi yang pertama segera
membangun rumah untuk ditempati berdua. Kalau belum bisa membangun rumah,
ngontrak juga nggak apa-apa. Yang penting kalian belajar mandiri.
Selanjutnya hai pengantin lelaki, adat semua wanita
di dunia ini hampir sama. Kalau di rumah sudah gak ada beras pasti ngamuk. Maka
berikhtiarlah mencari rezeki dengan cara yang halal. Cukupilah kebutuhan
jasmani isterimu, jangan sampai di rumah gak ada beras. Sedalam apa pun cinta
kalian, kalau di rumah tidak ada beras pasti akan rame, bisa-bisa bantal guling
berserakan di tengah rumah.”
Semua mustami tertawa.
“Adat wanita yang lain adalah, kalau suaminya
bicara masalah perempuan lain, apalagi bicara soal poligami, mereka pasti akan
ngamuk. Piring dan gelas beterbangan di dalam rumah.”
Suara tawa kembali bergemuruh. Malh ada ibu-ibu
yang bersorak.
“Oleh sebab itu jagalah perasaan mereka jangan
dilukai dengan ucapan atau perbuatan yang menyinggung hati mereka. Kecuali
kalau kita punya komitmen dari awal sebelum menikah.
Dulu kalau saya dekat dengan seorang wanita, saya
suka ngomong terus terang. Nanti kalau sudah menikah, kamu harus mengizinkan
saya jika ingin berpoligami. Karena sikap terus terang saya itu, tak ada yang
mau menikah dengan saya.”
Orang-orang kembali tertawa.
“Sekarang saya ingin memberi nasehat kepada
pengantin perempuan. Ketika kamu masih gadis belum punya suami, kamu harus
turut kepada orang tuamu. Sekarang setelah kamu punya suami, maka yang harus
kamu turut adalah suami kamu. Selama suami kamu tidak menyimpang dari aturan
Allah, ikutilah dia. Tapi kalau sudah menyimpang dari aturan Allah, jangan
dituruti. Kewajiban seorang isteri itu ada dua hal. Pertama taat kepada Allah,
yang kedua taat kepada suami. Itu saja tugas seorang isteri. Sedangkan tugas
mencuci pakaian, mencuci tempat makan dan minum, membereskan rumah, memasak,
itu sebenarnya adalah tugas suami. Tapi alangkah baik dan bijaksana jika sang
isteri membantu suaminya untuk mengerjakan hal-hal tersebut.
Ada lagi tips untuk merekat cinta agar tetap
lengket. Pada umumnya sebelum menikah wanita itu suka berdandan cantik sehingga
para lelaki terpesona dibuatnya. Tetapi setelah menikah, rambut awut-awutan
dibiarin, pipi cemong dibiarin, tali gaun nyengsol dibiarin, bulu ketek bau
dibiarin.”
Semuanya tertawa-tawa.
“Maka saya berpesan khususnya kepada pengantin
baru, umumnya kepada ibu-ibu yang hadir di sini, urus dirimu, pelihara tubuhmu,
berdandanlah yang cantik untuk para suami agar mereka tak ada alasan untuk
mencari yang baru. Tidak perlu pergi ke salon atau mandi susu, mandi saja dua
kali sehari, kalau mau bersih berendam saja di sungai seharian bersihkan
tubuhmu. Kalau ketekmu masih bau cukup olesi dengan apu.”
Suara tawa para mustami terdengar riuh.
“Kesel saya, ngakunya ingin disayang sama suami,
kalau suami ngelirik cewek lain marah, tapi dirimu tidak memelihara tubuhmu dan
tidak mau berdandan untuk suamimu.”
Orang-orang masih tertawa-tawa.
“Hadirin yang dimulyakan oleh Allah, ceramah saya
cukup sekian. Mohon maaf atas segala kelemahan dan kekurangan. Billaahi taufik
wal hidayah. Wassalaamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh!”
“Wa’alaikum
salam warahmatullaahi wabarakaatuh.”
“Aduh, kirain masih panjang ceramahnya.”
“Kok rasanya sebentar, ya! Belum puas dengerinnya.”
“Beli saja kasetnya.”
“Memang ada kasetnya?”
“Ada. Aku lihat di tukang jual kaset CD bajakan.”
***
Ustadz Kabayan
______________________________________
23 DOSA
MENINGGALKAN SHALAT
Umi Nisa bercerita kepada Kabayan suaminya bahwa tetangga mereka,
Kang Dasep yang bekerja sebagai sopir sering meninggalkan shalat. Ia tahu hal
itu dari Ceu Nengsih isteri Kang Dasep. Ceu Nengsih sering menasehati suaminya,
tetapi Kang Dasep tak mengindahkannya. Malah katanya suka balik memarahi.
“Semoga saja ada jalan
keluar untuk menasehati Kang Dasep, kalau dinasehati sekonyong-konyong oleh
kita, takut dia tidak menerima,” kata Kabayan kepada isterinya.
“Maksudnya bagaimana?”
tanya Umi Nisa.
“Nunggu waktu yang pas.
Semoga saja Kang Dasep datang ke acara pengajian, atau kita yang diundang ke
rumahnya.”
“Gak mungkin Kang Dasep
mengundang kita ke rumahnya. Ngapain?”
“Mungkin saja! Gak ada
yang gak mungkin di dunia ini. Buktinya Umi yang cantik dapat Abi yang jelek.”
“Ih Abi jangan rendah diri
gitu deh, jadi malu....” Umi Nisa tersipu.
Ia lantas mencubit tangan
suaminya.
Tak lama kemudian ada
kabar mengejutkan. Kang Dasep jatuh sakit. Ia sakit setelah pulang nyopir dari
Jakarta tiga hari yang lalu mengantar sayuran ke pasar induk. Mungkin karena
kelelahan.
Kabayan dan isterinya menjenguk Kang Dasep setelah
shalat Asyar. Ternyata benar Kang Dasep sakit. Ia terbaring lemah di tengah
rumah beralas kasur tipis. Tetangga yang lain berdatangan mengikuti Kabayan dan
Umi Nisa.
“Kang Dasep sakit apa?”
tanya Kabayan.
“Demam, perut panas,”
sahut Kang Dasep pelan.
“Sudah diperiksa sama mantri?” Kabayan bertanya
lagi.
“Sudah tadi jam sembilan
pagi, obatnya sudah diminum,” sahut Ceu Nengsih.
“Syukurlah kalau begitu.”
Kabayan berpaling pada
ibu-ibu yang menjenguk Kang Dasep.
“Ibu-ibu sudah shalat
Asyar?”
“Sudah,” sahut semuanya.
“Syukurlah. Saya takut
ibu-ibu meninggalkan shalat. Ada sebuah kisah yang terjadi pada zaman Nabi
Musa.”
Umi Nisa tersenyum menatap
suaminya. Ia tahu suaminya akan menceritakan tentang hukum orang yang
meninggalkan shalat, untuk menyadarkan Kang Dasep.
“Pintar juga suamiku,”
kata Umi Nisa dalam hati dengan rasa bangga.
“Suatu hari
datanglah seorang wanita
cantik
kepada Nabi Musa. Ia berkata, ‘Wahai Nabi Allah, saya telah berzina. Dari
hasil perzinahan itu saya hamil. Setelah anak saya lahir, saya cekik lehernya
sampai mati. Sekarang saya ingin bertobat.’
Nabi Musa marah mendengar
pengakuan wanita itu.
‘Pergi kamu dari hadapanku, wanita laknat!’ Nabi
Musa mengusir wanita itu.
Wanita itu sedih. Hatinya hancur, tak ada lagi
harapan bagi dirinya. Ia berjalan tak tentu arah karena dunia terasa gelap
baginya.
Malaikat Jibril turun mendatangi Nabi Musa. Ia
berkata, ‘Mengapa engkau menolak orang yang mau bertobat? Tidakkah engkau tahu
dosa yang lebih besar daripada dosa itu?’
Nabi Musa heran. Ia bertanya, ‘Memangnya ada dosa
yang lebih besar daripada dosa perempuan itu?’
Malaikat Jibril menjawab, “Ada. Orang yang
meninggalkan shalat dengan sengaja tanpa menyesal sedikit pun. Orang itu lebih
besar dosanya daripada wanita itu.’
Nabi Musa kemudian mencari wanita itu dan
mengatakan bahwa Allah akan menerima taubatnya jika ia bersungguh-sungguh akan
bertaubat.
Nah itulah
kisahnya. Kenapa begitu? Orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja
berarti membangkang terhadap perintah Allah, seolah-olah menganggap Allah tidak
punya hak untuk mengatur dan memerintah hamba-Nya. Sedangkan orang yang berdosa
yang menyesali dirinya dan hendak bertobat, berarti masih punya iman dan ingin
kembali berada dalam jalan keta’atan kepada Allah.”
Ibu-ibu mengangguk.
“Kalau kita mati dalam keadaan tidak shalat,
penderitaanlah yang akan kita dapatkan. Saat Sakaratul maut ia akan menderita
sakit yang tak terhingga, masuk ke alam kubur mendapat siksa kubur, masuk ke
akherat mendapat siksa api neraka. Naudzubillaahi mindzalik.”
Nampak Kang Dasep seperti ingin bangun dari
tidurnya.
“Ada apa, Kang?” tanya Ceu Nengsih.
“Aku belum shalat,” katanya.
Ceu Nengsih membangunkannya. Setelah bangun dari
tidur, Kang Dasep tiba-tiba berdiri dan langsung menuju ke kamar mandi untuk
berwudhu tanpa bantuan isterinya. Rupanya Kang Dasep takut mendengarkan cerita
Kabayan. Ia tak ingin mati dalam keadaan meninggalkan shalat. Semuanya
berpan-dangan kaget.
“Terima kasih, Pak Ustadz,” ucap Ceu Nengsih.
“Sama-sama, Ceu Nengsih,” sahut Kabayan.
Beberapa saat kemudian Kabayan dan isterinya
pulang. Yang lain juga ikut pulang.
Kang Dasep ternyata kuat melaksanakan shalat walau
sedang sakit. Dan beberapa hari kemudian ia sembuh dari sakitnya. Sekarang ia
mau melaksanakan shalat. Kabayan tentu saja gembira melihat perubahan
tetangganya itu.
Pertemuan Manusia dengan Allah terjadi dalam dua
kesempatan, pertama di dunia yaitu pada saat melaksanakan ibadah shalat. Kedua
di akherat pada hari kiamat. Kalau waktu shalat adalah saat pertemuan dengan
Allah, mengapa kita tidak merindukan shalat? Seolah-olah kita tidak merindukan
pertemuan dengan Allah! Seolah-olah kita
menghindari Allah. Kalau seperti itu, bagaimana Allah akan menyayangi kita?
Bagaimana Allah akan merindukan kita?
Dalam shalat ada hak-hak
Allah. Jika manusia melaksanakan hak-hak Allah dalam shalatnya, maka ringan
baginya menghadap Allah pada pertemuan kelak. Sebaliknya, jika manusia tidak
mematuhi hak-hak Allah, maka akan berat baginya pertemuan dengan Allah di
akherat nanti.
Firman Allah, “Bacalah apa yang telah
diwahyukan kepadamu, yaitu Al-Kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat.
Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar.
Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari
ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS Al-Insan : 26)
Sabda Rasulullah, “Yang pertama diwajibkan oleh
Allah kepada umatku adalah
melaksanakan shalat lima waktu. Amal-amalan umatku yang paling dulu diangkat ke
langit adalah shalat lima waktu. Amal-amalan umatku yang paling dahulu
diperiksa juga shalat lima waktu.”
Betapa sangat bernilainya
ibadah shalat lima waktu yang dilakukan manusia. Shalat lima waktu adalah
satu-satunya perintah yang langsung diterima Rasulullah di Sidhratut Muntaha
(langit ketujuh) tanpa melalui Malaikat Jibril, sesuai kisah dalam peristiwa
Isra Mi’raj. Rasulullah secara pribadi menghadap Allah, tanpa perantara.
Sedangkan perintah rukun Islam yang lain seperti sahadat, zakat, puasa, dan naik
haji diterima melalui wahyu di dunia. Hal ini membuktikan bahwa ada hal-hal
khusus dalam shalat. Shalat adalah tiangnya agama, shalat adalah pertemuan
antara hamba dengan Allah, shalat adalah dialog seorang hamba dengan Allah.
Shalat adalah ciri dan bukti seseorang bertaqwa. Shalat adalah ibadah paling
utama.
Firman Allah, “Dan
perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam
mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.” (QS Thaha : 132)
Melaksanakan
ibadah shalat tepat waktu adalah proyek besar yang penuh dengan keuntungan,
apalagi jika dilaksanakan secara berjama’ah di mesjid, itulah yang lebih utama.
Keberkahan akan didapatkan tanpa disadarinya, lapang dadanya, bersih wajahnya,
tenang penampilannya, dan mudah segala urusannya. Rezekinya datang tanpa ia
sangka dari setiap penjuru angin, dan janji Allah surgalah kampung halamannya
nanti.
Bagi
sebagian orang ibadah shalat terasa berat, meskipun hanya menghabiskan waktu
kurang dari sepuluh menit. Jika kita menganggap shalat adalah pertemuan dengan
Allah di dunia, maka orang yang tidak melaksanakan shalat seolah-olah
menghindar dari pertemuan dengan Allah. Ia tidak merasakan rindu kepada Allah.
Ia tidak mencintai Allah yang telah menciptakan dirinya. Sungguh suatu dosa
yang besar.
***
Ustadz Kabayan
______________________________________
24 INGIN
MEMBANGUN MESJID
Dari minggu ke minggu pengajian mingguan di mushala semakin banyak yang
mengikuti. Mushala hampir penuh hingga peserta pengajian duduk berlapis-lapis.
Musahala kecil ukuran 3 x 5 meter peninggalan almarhum Ajengan Usup itu nampak
mulai sesak. Kabayan sangat ingin mengubah mushala itu menjadi sebuah mesjid
yang besar tempat orang-orang shaleh berkumpul untuk beribadah kepada Allah
sesuai keinginan Ajengan Usup almarhum. Tapi dari mana uangnya? Ia memang
sering mendapatkan sedekah dari orang-orang yang mengundangnya untuk berdakwah,
tapi masih jauh dari cukup untuk membangun sebuah mesjid yang layak.
Pada pengajian mingguan berikutnya, Kabayan
membahas pahala bagi orang-orang yang membangun mesjid.
“Warga Kampung Cinta yang paling baik sedunia, yang
dimulyakan oleh Allah. Allah berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat
25, ‘Dan sampaikanlah
berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka
disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya.’
Allah SWT menyediakan berbagai
ganjaran untuk siapa saja manusia yang beriman dan membuat kebajikan di dunia
ini. Bahkan ada 7 amal jariah yang ganjarannya tetap mengalir walaupun ia sudah
meninggal ; Pertama, orang yang membangun mesjid. Ia tetap mendapat ganjaran
selama mesjid itu dipakai untuk melaksanakan shalat. Kedua, Orang yang membuat
selokan, selama selokan itu dimanfaatkan airnya oleh siapa pun yang
membutuhkannya. Ketiga, orang yang menulis hurup Al-Qur’an, selama Al-Qur’an
itu ada yang membaca. Keempat, orang yang membuat sumur selama air sumur itu
ada yang meminumnya. Kelima, orang yang menanam sebuah pohon, selama pohon itu
ada yang memakan buahnya. Keenam, orang yang mengajarkan ilmu selama ilmu itu
dipakai untuk kemanfaatan. Ketujuh, orang yang meninggalkan seorang anak
shaleh, selama anak itu mendo’akan orang tuanya.
Berbuat kebaikan apa pun akan
mendapatkan ganjaran yang nilainya tak terhingga di hadapan Allah SWT, apalagi
membangun sebuah mesjid yang dipakai oleh manusia untuk bersujud dalam
shalatnya dan melakukan kegiatan peribadahan yang lainnya sebagai bentuk
ketaqwaan kepada Allah. Selain itu, Allah berjanji, barangsiapa yang membangun
mesjid di dunia, kelak Allah akan
membuatkan bangunan serupa itu di surga.”
Kabayan memandangi
wajah para mustami yang nampak khusyu mendengarkan
ceramahnya.
“Bapak-bapak dan Ibu-ibu,
siapa yang tidak ingin dibangunkan mesjid oleh Allah di surga?”
Semuanya terdiam.
“Berarti semuanya juga
menginginkannya. Lihatlah, mushola kita sudah penuh sesak, dan bangunannya
sudah tua. Ajengan Usup almarhum memberi
amanat kepada saya untuk membangun mushola ini menjadi sebuah mesjid yang
besar, yang penuh dengan oleh orang-orang yang bertawa, dan dari mesjid ini
akan muncul orang-orang shaleh yang akan berjalan-jalan menyebarkan agama Allah
ke seluruh permukaan bumi.”
Semua orang mengangguk-angguk.
“Apakah Bapak-bapak dan Ibu-ibu siap menyisihkan
sebagian harta untuk membangun mesjid?”
“Siap!”
“Kok suaranya pelan?”
Semuanya tersenyum.
“Siap tidak?”
“Siaaapp!”
“Alhamdulillah. Ingat, bukan berarti kita harus
mengorbankan segalanya, kita berbuat kebaikan apa pun sesuaikan dengan
kemampuan kita. Kita bisa berjuang dengan harta, tenaga dan pemikiran. Dan
tidak perlu sekaligus. Kita sisihkan sebagian harta kita mulai sekarang. Kita
buat dulu panitia yang bertugas mulai dari penyusunan rencana pembangunan
mesjid hingga pelaksanaan pembangunan mesjid nanti.”
Kabayan berhenti sesaat.
“Bapak-bapak dan Ibu-ibu warga kampung Cinta yang
berharap ingin mendapatkan cinta Allah SWT. Bayangkan dalam benak kita semua,
suatu hari nanti mushala ini menjadi sebuah mesjid yang besar. Anak-anak kita,
cucu-cucu kita, dan keturunan kita berikutnya memenuhi mesjid ini untuk
beribadah. Sedangkan kita semua telah dipanggil oleh Allah yang Maha Kuasa.
Kampung kita ini akan bersinar oleh cahaya Illahi. Dan cahaya itu akan sampai
kepada kita. Do’a-do’a yang dipanjatkan oleh anak cucu kita dari dalam mesjid
yang kita bangun, akan mengalir kepada kita. Setiap tetes keringat yang keluar
dari tubuh kita dan jatuh ke bumi ketika kita bekerja keras membangun mesjid, setiap
rupiah uang yang kita keluarkan untuk membeli bahan material untuk mesjid, akan
menjadi saksi yang meringankan kita di saat-saat genting dalam perjalanan kita
setelah kematian. Maka tekadkanlah dalam hati kita semua, kita harus membangun
mesjid itu dengan segala kemampuan yang kita miliki. Demi anak cucu kita, demi
kita semua untuk mendapatkan hidup yang mulia di dunia dandi akherat nanti.”
Setelah acara pengajian selesai, para ibu dan
anak-anak pulang. Sedangkan Bapak-bapak melaksana-kan musyawarah dulu dipimpin
oleh Kabayan sebagai sesepuh mushola. Hasil musyawarah, Pak Soleh terpilih
sebagai ketua pembangunan mesjid, bendaharanya Pak Jamal orang yang paling
mampu ekonominya di kampung itu.
Sejak saat itu panitia pembangunan mesjid bekerja
keras untuk mengumpulkan dana dari masyarakat dan berbagai pihak yang mau
menyisihkan sebagian hartanya untuk membangun rumah Allah di Kampung Cinta.
Kabayan menyadari kemampuan masyarakat di
kampungnya sangat terbatas untuk mendapatkan uang yang banyak kalau ingin
membangun sebuah mesjid yang besar.
Dalam shalat hajat di sepertiga malam, ia
sering berdo’a kepada Allah.
“Ya Allah, seperti sebuah mimpi untuk membangun
sebuah mesjid yang besar di sebuah kampung yang gersang. Tapi aku ingin
mewujudkan mimpi itu. Aku ingin membangun sebuah mesjid yang besar dan akan
kunamai Mesjid Al-Islam. Sehingga dari mesjid itu akan bersinar cahaya islam
yang kuat. Di dalamnya penuh dengan orang-orang yang bertaqwa, dan dari mesjid
ini akan muncul orang-orang shaleh yang akan berjalan-jalan menyebarkan agama
Allah ke seluruh permukaan bumi. Kirimlah orang-orang dermawan untuk membantu
perjuanganku. Dan aku Ustadz Kabayan akan menggunakan setengah dari uang yang
kudapatkan dari hasil dakwahku untuk membangun mesjid dan mencetak orang-orang
shaleh di mesjid Al-Islam. Tak ada yang tak mungkin bagi-Mu, Ya Allah.
***
Ustadz Kabayan
______________________________________
25 DIUNDANG CERAMAH
OLEH BUPATI
Kabayan makin sering mendapat panggilan untuk berdakwah, mula-mula di
sekitar kampung dan desa. Nama Ustadz Kabayan makin terkenal. Hingga ia
diundang untuk berdakwah ke tempat-tempat yang jauh. Namun tidak semua undangan
yang jauh bisa dipenuhi, apalagi kalau malam hari. Kabayan tak mau meninggalkan
anak didiknya di mushala yang semakin banyak.
Pada suatu hari, Pak Haji Sobari menghu-bunginya.
Sekarang Pak Haji Sobari sudah menjadi anggota dewan kabupaten. Katanya Pak
Bupati akan mengadakan acara pengajian di lingkungan keluarga dan kerabat
dekatnya. Pak Bupati ingin Ustadz Kabayan menjadi penceramahnya. Acaranya malam
hari selesai shalat Maghrib. Dengan berbagai pertimbangan, Kabayan menyanggupi.
Ia pun mengajak Pak Soleh untuk menemaninya.
Selesai shalat Dhuhur Kabayan pergi dengan Pak
Soleh ke rumah Pak Haji Sobari. Dari situ mereka berangkat memakai mobil Pak
Haji Sobari. Bu Hajah Sobari juga ikut. Menjelang Maghrib, mereka sampai di
rumah Pak Bupati. Pak Bupati menyambut kedatangan Ustad Kabayan, ia senang
sekali bertemu dengan Ustad Kabayan yang namanya dan gaya dakwahnya yang
berbeda sudah sangat terkenal. Kabayan juga sangat senang karena telah bertemu
dengan Pak Bupati.
Setelah shalat maghrib, para tamu undangan
berdatangan ke rumah Pak Bupati. Bukan cuma keluarga dan kerabatnya yang
datang, para pejabat dan para ulama tingkat kabupaten juga ternyata ikut hadir
pada acara itu.
Beberapa saat kemudian acara dimulai. Pembawa acara
membuka acara dengan membacakan Surat Al-Fatihah bersama-sama. Kemudian
dilanjutkan dengan pembacaan ayat suci Al-Qur’an dan shalawat oleh qari terbaik
tingkat Kabupaten. Setelah itu Pak Bupati menyampaikan sambutannya. Tak lupa
dalam sambutannya Pak Bupati mengucapkan selamat datang kepada Ustadz Kabayan,
ustadz paling terkenal sedunia dan bisa mengerti bahasa binatang, hingga para
hadirin tertawa karena mereka pun telah mendengar kisah itu. Kabayan cuma
tersenyum-senyum.
Setelah Pak Bupati selesai menyampaikan sambutan,
Ustadz Kabayan kemudian dipanggil oleh pembawa acara untuk naik ke atas
panggung. Dengan hati berdebar-debar Kabayan naik ke atas panggung. Sungguh tak
menyangka sebelumnya ia akan menyampaikan ceramah di hadapan para pejabat.
Kabayan menarik napas panjang.
“Bismilaahirrahmaanirrahiim.
Assalaamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh!”
“Wa’alaikum salam
warahmatullaahi wabarakaatuh!” sahut semuanya.
“Hamdan wasyukran Lillah.
Washshalaatu wassalaamu ‘alaa sayyidina Muhammad. Amma ba’du.
A’uudzubillaahi
minasysyaithaanirrajiim. Qaaluu
subhaanaka laa ‘ilmalanaa illaa maa ‘allamtanaa, innaka antal ‘aliimul hakiim. Mereka menjawab: “Maha Suci Engkau, tidak
ada yang kami ketahui selain dari apa yang Engkau ajarkan kepada kami,
sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS Al-Baqarah
: 32)
Yang saya hormati Bapak Bupati beserta keluarga
besarnya, semoga Allah senantiasa memuliakannya. Amiin!”
“Amiiinn!” sahut semuanya.
“Yang saya hormati para pejabat kabupaten, semoga
selalu berada dalam perlindungan Allah SWT, dan selalu berjuang untuk membela
kepentingan masyarakat. Amiiinn.”
“Yang saya hormati yang belum menjadi pejabat,
semoga menjadi pejabat nanti setelah pejabat yang sekarang tidak menjadi
pejabat lagi. Amin.”
“Amiiinn!” sahut semuanya sambil tersenyum.
“Yang saya junjung tinggi para ulama, semoga Allah
membimbing hati dan pikiran para ulama, serta diberi kekuatan untuk menyeru
kepada kebaikan dan mencegah kemunkaran. Amiiinn!’
“Amiiinn!”
“Yang saya hormati para Ibu, semoga kasih sayang
dan cinta Ibu-ibu kepada suami dan anak-anak menjadi pendorong yang baik bagi
para suami dalam menjalankan tugasnya mengabdi kepada masyarakat, dan menjadi
semangat bagi anak-anak untuk mencapai prestasi terbaik. Amin!”
“Amiiinn!”
“Berbahagialah semuanya karena malam ini bisa
bertemu dengan Ustadz Kabayan, ustadz paling terkenal sedunia, yang bisa
mengerti bahasa binatang.”
Semuanya tertawa.
“Karena saya bukan berada di kebun binatang, mohon
maaf saya tidak akan menggunakan bahasa binatang.”
Semuanya masih tertawa.
“Dan belum banyak yang tahu, saya juga menguasai
sepuluh bahasa internasional. Bahasa Inggris, bahasa Arab, bahasa Jepang,
bahasa China, bahasa Francis, bahasa Jerman, bahasa Italia, bahasa Portugis,
bahasa Latin dan bahasa Indian.”
Semuanya tersenyum. Ada yang percaya ada yang
tidak.
“Saya ingin bertanya, berapa orang di sini yang
menguasai bahasa Inggris? Silahkan acungkan tangan?”
Beberapa orang mengacungkan tangan.
“Yang menguasai bahasa Arab?”
Beberapa orang mengacungkan tangan.
“Yang menguasa bahasa China?”
Hanya dua orang yang mengacungkan tangan.
“Wah, sedikit ya yang menguasai bahasa asing.
Karena hanya beberapa orang saja yang menguasai bahasa asing, kalau saya
berceramah dengan menggunakan bahasa asing, tidak akan banyak yang mengerti,
oleh sebab itu dalam ceramah saat ini saya akan menggunakan bahasa Indonesia
ditambah bahasa Sunda.”
Semuanya tertawa.
“Hadirin yang saya cintai dan mudah-mudahan
dimulyakan oleh Allah. Ini untuk yang pertama kali saya berceramah di
hadapan para pejabat. Saya bersyukur karena punya kesempatan yang sangat
langka. Saya sampai kaget ketika mendapat kabar diundang untuk berceramah oleh
Bapak Bupati. Dari mana beliau mengenal saya seorang ustadz yang berada jauh di
kampung. Tapi kemudian saya menyadari,
tentu saja Pak Bupati akan tahu karena Ustadz Kabayan adalah ustadz
paling terkenal sedunia.”
Semuanya tertawa.
“Jangankan Pak Bupati, Presiden Amerika pun pasti
kenal terhadap Ustadz Kabayan! Kalau tidak percaya ayo berangkat besok dengan
saya ke Amerika, tolong siapkan ongkosnya untuk dua orang!”
Semuanya tertawa kembali.
“Saya seorang ustadz di daerah terpencil, yang
berangkat ke sana kemari naik ojek. Banyak suka duka yang telah saya alami
selama berceramah. Suatu hari saya pernah diundang ke sebuah daerah terpencil.
Perjalanannya lumayan jauh, sekitar tiga jam dengan sepeda motor. Saya
berangkat dari rumah setelah shalat Ashar naik motor dibonceng Pak Soleh teman
saya. Bawa uang dari rumah cuma seratus ribu. Tidak makan dulu karena berencana
akan makan di warung nasi supaya lebih nikmat. Ternyata ban sepeda motor
kempes. Terpaksa beli ban dalam baru seharga tiga puluh ribu. Lima ribu untuk
biaya memasangnya. Yang lima puluh ribu dipakai untuk beli bensin. Sisa lima
belas ribu lagi dibeliin rokok. Sampai ke tempat acara jam delapan malam. Perut
sudah keroncongan. Ternyata di tempat itu ada kebiasaan tamu baru dikasih makan
setelah acara selesai. Jam delapan lebih acara dimulai dengan Pembukaan oleh
pembawa acara, kemudian pembacaan ayat suci Al-Qur’an dan shalawat, ditambah
sambutan dari panitia, kepala desa, ketua MUI, sampai jam sepuluh. Saya terus
makan keripik.”
Semuanya tertawa-tawa.
“Jam sepuluh baru dipanggil untuk berceramah. Saya
berceramah dalam keadaan perut lapar. Tak terasa air mata bercucuran. Mau
ceramah sebentar malu. Jam setengah dua belas turun dari panggung, terdengar
ada ibu-ibu yang berkata, “Alus euy ustadz teh, ngajina nepi ka ceurik.”
(Ustadznya bagus, ceramahnya sampai nangis).
Semuanya tertawa-tawa.
“Sekali lagi saya ada yang mengundang berceramah
saat sakit gigi. Saya beritahukan bahwa saya sedang sakit gigi. Tapi dia maksa.
Akhirnya saya berangkat. Waktu ceramah di atas panggung, gigi terasa
cenat-cenut, sampai air mata saya bercucuran menahan sakit. Mau turun lagi
malu. Kata masyarakat yang mendengarkan ceramah, “Tah kudu kieu euy ngulem anu
ngaji teh. Nepi ka ceurik di panggung bakating ku husyu. Ka urangna oge milu
sedih.” (Nah harus begini ngundang penceramah, sampai menangis di panggung
saking khusunya. Aku juga ikut bersedih).
Kembali semuanya tertawa-tawa.
“Hadirin yang dimulyakan oleh Allah. Ada lima
kategori manusia dalam mengamalkan ilmunya. Pertama, banyak ilmu dan
mengamalkannya. Kedua, banyak ilmu tetapi tidak mengamalkannya. Ketiga, sedikit
ilmu dan banyak mengamalkannya. Keempat, sedikit ilmu dan tidak mengamalkannya.
Kelima, tidak punya ilmu sehingga tak bisa mengamalkan apa pun. Saat ini Ustadz
Kabayan berada dalam posisi ketiga, sedikit ilmu dan banyak mengamalkannya.
Kenapa saya mengatakan hal ini? Agar hadirin semuanya memaklumi bahwa Ustadz
Kabayan masih dangkal ilmunya. Walau ilmunya dangkal, tetapi semangat untuk
mengamalkan ilmunya sangat besar, sehinga Allah pada hari ini menakdirkan saya
untuk berceramah di depan orang-orang penting di kabupaten ini!”
Semua orang yang hadir serentak bertepuk tangan.
“Tidak usah
ditepukin, saya bukan pejabat.”
Semuanya tertawa.
“Dalam berceramah saya mengambil pelajaran dari
beberapa kisah, diantaranya kisah pada zaman Khalifah Al-Makmun.
Pada zaman Khalifah Al-Makmun, banyak orang yang
membencinya karena perilaku sang khalifah yang dianggap sering menyakiti hati
rakyatnya. Suatu waktu khalifah Al-Makmun mengadakan kunjungan ke kota Basrah.
Ia melaksanakan shalat Jum’at di mesjid besar kota itu. Kebetulan khatib yang
bertugas pada Jum’at itu adalah khatib yang benci terhadap kelakuan khalifah.
Dalam khutbahnya ia mengkritik Khalifah Al-Makmun dengan keras dan kata-kata
yang pedas. Khalifah yang mendengar segala keburukannya dibeberkan di muka umum
oleh Sang Khatib, mengurut dada berusaha untuk bersabar. Ia membiarkan Khatib
itu meneruskan khutbahnya hingga selesai. Setelah acara Jum’atan, ia pun tak
sebagai penguasa tidak memanggil atau menangkap Sang Khatib itu.
Di lain waktu, di sebuah
kota yang berbeda, Khalifah kembali bertemu dengan Sang Khatib itu pada acara
shalat Jum’at di mesjid besar. Kembali Khatib itu mengkritik dengan keras dan
kata-kata yang pedas kepada Khalifah. Malah di akhir khutbahnya mendo’akan
semoga Khalifah Al-Makmun dilaknat oleh Allah SWT.
Khalifah Al-Makmun merasa
bahwa sikap Khatib itu sudah keterlaluan. Ia kemudian menyuruh anak buahnya untuk memanggil Sang Khatib ke istana.
Sang Khatib menolak dengan berbagai alasan, karena ia takut Khalifah Al-Makmun
akan menghukumnya. Tapi kemudian ia memenuhi panggilan itu. Setelah berhadap-hadapan, Khalifah Al-Makmun
bertanya, ‘Kira-kira lebih baik mana antara anda dan Nabi Musa?’
‘Tentu lebih baik Nabi
Musa,’ sahut Sang Khatib.
‘Terus mana yang lebih
jelek, saya atau Fir’aun?’ Khalifah kembali bertanya.
‘Lebih jelek Fir’aun,’
sahut Sang Khatib.
‘Maaf, Pak Khatib,
bagaimana pun jahatnya Fir’aun sampai mengaku Tuhan, tapi Allah memerintahkan
kepada Nabi Musa untuk berkata lembut kepada Fir’aun sesuai yang ada dalam
Kitab Suci Al-Qur’an Surat Thaha ayat 43 dan 44 :
‘Pergilah kamu berdua kepada Fir'aun,
sesungguhnya dia telah melampaui batas; maka berbicaralah kamu berdua kepadanya
dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut.’
Mengapa
anda begitu keras terhadap saya? Padahal saya tidak lebih jelek daripada
Fir’aun dan anda tidak lebih baik daripada Nabi Musa. Apakah tidak bisa
memperingatkan saya dengan kata-kata yang lebih sopan dan lebih baik? Sehingga
saya sebagai manusia merasa lebih dihargai dan tidak kehilangan harga diri di
hadapan masyarakat banyak.’
Begitulah
protes khalifah.
Sang
Khatib terdiam. Ia tak bisa membantah apa yang diucapkan oleh Khalifah
Al-Makmun karena Firman Allah dalam Al-Qur’an Surat Thaha ayat 43 dan 44 benar
demikian bunyinya.
Kemudian
di dalam Kitab suci Al-Qur’an Surat An-Nahl ayat 125 Allah berfirman, ‘Serulah manusia ke jalan Tuhanmu dengan
bijaksana, dengan nasehat yang baik, dan bantahlah (berhujah) dengan cara yang
lebih baik.’
Begitulah
Kisah Khalifah Al-Makmun. Pelajaran yang bisa diambil adalah, dalam berdakwah
atau berceramah, atau memberi nasehat kepada orang lain, kalau masih bisa
menggunakan kata-kata yang baik dan lembut, mengapa harus menggunakan kata-kata
yang kasar dan keras?”
Semuanya
bertepuk tangan.
“Tidak
perlu repot-repot tepuk tangan, memangnya saya ini burung merpati?”
Semuanya
tertawa.
“Tetapi
dalam berdakwah, saya tidak akan tunduk terhadap kekuasaan seperti yang
dilakukan oleh seorang ulama penjilat bernama Ghiyats bin Ibrahim. Penasaran
kan? Bapak Bupati penasaran? Tunggu saya mau ngisi bensin dulu,” Kata Kabayan
sambil meraih gelas berisi air putih di depannya.
Semuanya
tertawa.
Kabayan kemudian meminum air
di dalam gelas itu. Lalu ia melajutkan ceramahnya.
“Ghiyats
bin Ibrahim seorang ulama penjilat pada zaman Khalifah Al-Mahdi. Suatu waktu ia
mendatangi Khalifah di istananya. Ia memergoki khalifah sedang mengadu ayam.
Maka ia membacakan sebuah hadits yang telah ditambah-tambah untuk tidak
menyinggung hati Khalifah, ‘Tidak dihalalkan melakukan pertandingan kecuali adu
memanah, adu ketangkasan kuda, dan adu ayam.”
Semuanya
tertawa-tawa.
“Padahal
bunyi hadits yang asli adalah, ‘Tidak dihalalkan melakukan pertandingan kecuali
adu memanah dan adu ketangkasan kuda.’ Untuk menyenangkan hati khalifah
ditambah dengan adu ayam. Coba kalau Khalifah sedang ngadu muncang, pasti bunyi
haditsnya menjadi, ‘Tidak dihalalkan melakukan pertandingan kecuali adu
memanah, adu ketangkasan kuda dan ngadu muncang.’
Kembali
semuanya tertawa-tawa.
“Ulama
penjilat akan memelintir sebuah hadits atau ayat untuk kepentingan dirinya dan
kepentingan kelompok atau golongan tertentu. Ia tentu saja akan mendapatkan
keuntungan, tetapi seorang ulama penjilat tidak akan dihargai oleh manusia,
apalagi oleh Allah.”
Kabayan
membetulkan sorbannya beberapa saat.
“Sekarang
saya akan bertanya. Pak Bupati, boleh bertanya kepada anak buah Bapak?” Kabayan
memandang wajah Pak Bupati.
“Silahkan,
Pak Ustadz.”
“Tenang,
Pak. Pertanyaannya tidak akan seperti pertanyaan orang BPK atau KPK.”
Semuanya
tertawa.
“Bapak
yang berkumis memakai baju koko warna coklat, apakah bapak benci terhadap
perkara yang hak?” Kabayan menunjuk seseorang yang duduk di depannya.
“Tidak,”
sahut bapak itu.
“Jadi
bapak senang ya terhadap perkara yang hak?”
“Iya.”
“Awas
kalau nanti bohong!”
Semuanya
tertawa.
“Sekarang Bapak
yang memakai baju batik kotak-kotak, apakah Bapak suka terhadap fitnah?”
Kabayan menunjuk seseorang yang duduk di sebelah kanannya.
“Tidak,”
sahut orang itu.
“Berarti
Bapak tidak suka fitnah, ya?”
“Iya.”
“Jawaban
kalian berdua bohong!” kata Kabayan.
Semuanya
tertawa-tawa.
“Katanya,
Bapak senang terhadap perkara yang hak. Perkara yang hak bagi kita adalah
kematian dan neraka. Bohong kalau Bapak senang terhadap kematian dan neraka!”
Kabayan berdiri menunjuk Bapak yang tadi.
Semuanya
tertawa-tawa sampai tergelak-gelak. Bapak itu geleng-geleng kepala tak
menyangka jawabannya salah.
“Kata
Bapak yang ini, tidak suka terhadap fitnah. Fitnah bagi kita adalah harta dan
keluarga kita. Bohong kalau Bapak tidak suka terhadap isteri, anak dan harta!
Bapak bisa dimarahi sama Ibu! Pulang dari sini bakalan ribut sama Ibu!” Kabayan
menunjuk orang yang memakai baju kotak-kotak.
Tawa
di tempat itu semakin bergemuruh.
“Sekarang
jangan tertawa ya? Karena saya akan membahas hal yang menakutkan, yaitu
kematian. Kata Bapak yang tadi, ia senang kepada kematian, makanya saya bilang
bohong!”
Semuanya
tertawa.
“Kematian
adalah hak, sesuai firman Allah dalam dalam Al-Qur’an Surat Al-Jumu’ah ayat 8, ‘Sesungguhnya kematian yang kamu lari
daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu.’ Oleh karena itu pergunakanlah sisa usia kita
untuk berbuat kebaikan sebelum ajal datang, sebelum tubuh berpisah dengan ruh.
Segeralah bertobat kepada Allah, dan berbuat baiklah kepada manusia, hidup kita
harus bermanfaat untuk orang lain, jangan berbuat dhalim, jangan berbuat
kerusakan di muka bumi. Jangan terlambat, jangan tertinggal, jangan lupa!
Jangan terhalang karena kita merasa masih muda, masih sehat, masih kaya, masih
berkuasa, masih berpengaruh... sebab malakal maut tidak pernah kompromi.
Siapapun, orang tua, anak-anak, bayi, kalau ajalnya sudah datang, saat itu juga
dia harus meninggalkan dunia alias koit. Dia harus melanjutkan ke kehidupan
berikutnya di alam akherat, untuk mempertanggungjawabkan kela-kuannya selama
hidup di dunia. Mau tidak mau, percaya gak percaya, seluruh kelakuan kita di
dunia pasti ada balasannya di akherat.
Kemudian
hal yang menakutkan bagi semua manusia adalah neraka. Allah telah menciptakan
Neraka untuk para jin dan manusia yang selama hidupnya di dunia berbuat dosa
dan maksiat. Sesuai dengan firman Allah dalam Kitab Suci Al-Qur’an Surat
A-A’raf ayat 179, ‘Dan sesungguhnya Kami
jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka
mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah)
dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat
(tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak
dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang
ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.’
Dengan jelas ayat itu menyebutkan bahwa neraka
dibuat untuk jin dan manusia yang kufur dengan nikmat Allah. Mereka mempunyai
hati tetapi tertutup kepada keimanan, mempunyai mata tetapi buta terhadap
kebenaran, dan mereka mempunyai telinga tetapi tidak digunakan untuk mendengar
kebaikan. Yang dia kerjakan hanya dosa dan maksiat. Ia larut dalam perbuatan
buruknya.
Keadaan neraka bukan saja ditakuti oleh jin dan
manusia saja. Para malaikat yang sudah tahu keadaan neraka merasa takut mereka
melanggar perintah Allah sehingga mereka masuk ke dalam neraka.
Rasulullah pernah bertanya
kepada Malaikat Jibril karena ia datang dengan keadaan matanya basah oleh air
mata, ‘Wahai Jibril, kenapa kamu menangis?’
Malaikat Jibril menjawab,
’Mataku basah karena takut berbuat maksiat yang akan membuatku masuk ke dalam
neraka.”
Mendengar perkataan Malaikat
Jibril, Rasulullah pun menangis.
Para
Malaikat dan Rasulullah yang tidak pernah berhenti beribadah kepada Allah dan
sudah dijamin masuk ke dalam surga, masih menangis karena takut siksaan yang
dahsyat dalam neraka, tapi banyak manusia yang berbuat dosa di muka bumi ini
masih bisa tertawa seolah tidak takut dengan siksa neraka.
Selanjutnya,
mari kita camkan firman Allah dalam Al-Qur’an Surat Al-Munafiqun ayat 9, ‘Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu
dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat
demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi.’
Ini
dia ayat yang menyatakan bahwa kita menyenangi keluarga dan harta. Inilah yang
banyak membuat manusia sering lalai terhadap perintah Allah, karena terlalu
sibuk mencari harta dan membela kepentingan keluarga. Memang mencari harta dan
membela keluarga ini gak ada ujungnya. Manusia terlena oleh kedua hal ini. Maka
kedua hal inilah yang disebut fitnah dunia, karena banyak orang yang celaka
akibat dua hal ini. Karena itu berhati-hatilah. Dua hal ini jangan menyebabkan
kita celaka di dunia dan akherat, justru kita harus menjadikan dua hal ini
sumber kebahagiaan di dunia dan akherat. Kekayaan yang kita miliki jangan
menyebabkan kita lalai beribadah kepada Allah, tetapi kekayaan kita harus
menjadi ladang amal shaleh bagi kita di dunia sehingga akan berbuah manis di
akherat. Anak-anak kita harus dicetak menjadi orang-orang shaleh yang berbakti
kepada orang tua dan mengabdi kepada Allah SWT. Sehingga kelak di akherat
mereka tidak akan mencelakakan kita, tetapi merekalah yang akan menjadi
pahlawan dalam menggapai surga
Allah yang sangat luas dan penuh berbagai kenikmatan.”
Kabayan
berhenti sesaat.
“Siapa
yang ingin masuk surga paling duluan?” tanyanya.
Semua
mengacungkan tangan.
“Enak
saja!”
Semuanya
tertawa.
“Yang
berhak masuk surga duluan adalah para Nabi, orang kaya yang mendermakan
hartanya di jalan Allah, ulama yang shaleh yang mengamalkan ilmunya, orang yang
mati syahid dan haji mabrur. Sedangkan kita apa? Nabi bukan, jadi orang kaya
kikir, jadi ulama setengah-setengah, mati syahid enggak, haji mabrur belum
tentu, enak saja mau masuk surga duluan, masuk surga belakangan juga sudah
untung!”
Semuanya
kembali tertawa-tawa.
“Hadirin
yang saya hormati dan dimulyakan oleh Allah. Menjadi pemimpin adalah sebuah
amanah dari Allah. Betapa beratnya amanah itu. Sayyidina Abu Bakar mengucapkan
kalimat Innalillaahi wainna ilaihi raaji’un ketika dipilih menjadi khalifah.
Karena menjadi pemimpin adalah sebuah musibah bukan anugerah. Di tangan mereka
bergantung ribuan bahkan jutaan orang rakyat. Jika kebijakan yang diterapkan
oleh seorang pemimpin salah, maka akan berakibat kepada rakyat yang
dipimpinnya. Jika pemimpinnya melegalkan tempat perjudian, tempat maksiat dan
minuman keras, maka akan hancurlah tatanan kehidupan masyarakat. Maka pemimpin
itu harus mempertanggungjawabkan keputusannya di dunia dan akherat.
Tapi jika sang pemimpin
membuat sebuah peraturan yang baik, misalnya setiap pegawai pemerintah wajib
menyisihkan penghasilannya untuk kegiatan pembangunan sarana ibadah, setiap
orang wajib menanam pohon, setiap pengusaha wajib menyisihkan penghasilannya
untuk menyantuni fakir miskin, setiap orang kaya wajib mengangkat anak yatim
sebagai anak asuh, maka akan terjadi keseimbangan kehidupan sosial di masyarakat. Pemimpin seperti inilah yang
akan mengubah dunia menjadi lebih baik.
Karena
itu mulai sekarang agendakanlah dalam diri anda semua, jadilah pemimpin yang mengubah
dunia menjadi lebih baik, buatlah sejarah yang akan dikenang oleh seluruh
manusia dan dicatat oleh Allah sebagai sebuah kebaikan. Sehingga penduduk
langit dan bumi akan berdo’a untuk memuliakan seorang pemimpin yang baik.
Namanya akan harum di seluruh penjuru langit dan bumi. Amiin!”
“Amiiinn!”
“Hadirin,
kita semua telah menjalankan perintah Allah untuk berkumpul dalam sebuah
majelis yang membicarakan tentang ilmu. Kita telah tertawa bersama-sama. Kita
telah merancang sebuah masa depan bersama. Yang akan kita hadapi selanjutnya
adalah acara makan bersama.”
Semuanya
tersenyum, ada yang sampai cekikikan.
“Bapak
Bupati dan keluarga telah menyediakan makanan dan minuman, sayang sekali kalau
keburu basi. Saya akhiri ceramah sampai di sini. Jangan menuntut lebih dari
saya, karena ilmu saya sangat sedikit. Mohon maaf yang sebenarnya bukan
basa-basi. Apa yang saya sampaikan dalam ceramah dari awal sampai akhir, yang
benar berasal dari Allah, yang salah adalah semata-mata kebodohan saya. Sampai
bertemu lagi dengan saya di belahan bumi yang lain. Billaahi taufik wal hidayah.
Wassalaamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh.”
“Wa’alaikum
salam warahmatullaahi wabarakaatuh!”
***
Ustadz Kabayan
______________________________________
26 TAUBAT
Semua manusia pernah berbuat kesalahan dan melakukan dosa, apakah itu
dosa kecil atau pun dosa besar. Ada yang cepat bertobat kembali ke jalan yang
benar, ada juga yang terus tenggelam di dalam kesalahan dan dosa-dosanya.
Mereka beranggapan sudah terlanjur basah, sudah terlanjur kotor sehingga merasa
tobat mereka tak akan diterima oleh Allah.
Firman Allah, “Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap
diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah.
Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS Az-Zumar : 53)
Ayat
itu sebagai pemberitahuan kepada para pendosa, sebanyak apa pun dosa yang telah
diperbuat olehnya, Allah akan mengampuni dosa-dosa mereka kalau segera
bertaubat sebelum azal datang.
Ada banyak manusia yang beranggapan sudah terlanjur basah, sudah
terlanjur kotor sehingga merasa tobat mereka tak akan diterima oleh Allah. Ia
merasa berputus asa sehingga terus berada dalam kegelapan. Ia tenggelam dalam
dosa dan kemaksiatan.
Pernah ada seseorang yang mengajak temannya untuk
shalat.
Temannya menjawab, “Tubuhku sudah kotor. Aku banyak
melakukan dosa dan maksiat. Aku tak pantas untuk masuk ke dalam mesjid. Shalat
juga percuma.”
Astaghfirullaahal adzim! Jawaban itu membuat bulu
kuduk merinding. Dia sudah berputus asa dari rahmat Allah. Jangan seperti itu!
Seberapa pun besarnya dosa seorang manusia, jika ia bertaubat, pasti Allah akan
menerima taubatnya, akan mengampuninya.
Firman Allah, “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia
mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang
dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka
sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (QS
An-Nisa ; 48)
Firman Allah, “Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya,
kemudian ia mohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang.” (QS An-Nisa : 110)
Firman Allah, “Dan sesungguhnya Aku Maha
Pengampun bagi orang yang bertaubat, beriman, beramal saleh, kemudian tetap di
jalan yang benar.” (QS Thaahaa : 82)
Sabda
Rasulullah SAW, “Kalian semua adalah
orang-orang yang sering berbuat kesalahan, dan sebaik-baiknya manusia adalah
yang bertaubat.”
Imam
Turmudzi dalam kitabnya Gaurur Umur menyebutkan, Nabi
Adam memohon kepada
Allah tentang taubat anak keturunannya.
“Beri
kesempatan anak keturunanku bertaubat,” kata Adam.
“Pintu
taubat terbuka lebar jika kamu mau. Atau, seandainya anak keturunanmu bertaubat
satu tahun sebelum kematiannya, aku masih menerimanya,” jawab Allah.
“Tambah
lagi Ya Allah,” Adam memohon.
“Satu
jam sebelum kematiannya,” jawab Allah.
“Tambah
lagi Ya Allah,” Adam memohon kembali.
“Baiklah,
aku terima taubat anak cucumu selama ruhnya belum sampai ke tenggorokan,” jawab
Allah.
Betapa
Maha Pengasih dan Maha Penyayangnya Allah kepada manusia, sehingga masih
memberikan waktu untuk bertobat, dan Allah akan menerima taubat itu asal
dilakukan sebelum ajal sampai di tenggorokan. Lalu kita akan menyia-nyiakan
Kasih Sayang Allah itu? Sungguh tak tahu diri wahai manusia yang tak mau
bertobat.
***
Ustadz
Kabayan
______________________________________
27 BERSABAR
Semua manusia yang hidup di dunia, tak akan terlepas dari
cobaan, kehidupan yang susah, kepedihan dan kesengsaraan. Oleh sebab itu Allah
berfirman, “Dan sungguh
akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan,
kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada
orang-orang yang sabar.” (QS Al-Baqarah : 155)
Banyak manusia yang
berputus asa karena diberi penyakit, sering kekurangan materi, banyak mengalami
kesedihan, banyak mengalami sakit hati, banyak keinginan yang tak tercapai.
Sesungguhnya kalau kita bersabar menghadapi musibah yang menimpa diri kita,
pahalanya sangat besar.
Orang
yang bersabar akan dihantarkan kepada keuntungan dan kebahagiaan di dunia dan
akherat. Firman Allah, “Hai
orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan
tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah,
supaya kamu beruntung.” (QS Al-Imran : 200)
Orang
yang sabar akan mendapat pertolongan dari Allah. Firman Allah, “Dan taatlah kepada Allah dan
Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi
gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta
orang-orang yang sabar.”
Orang
sabar akan menjadi pemimpin serta mendapatkan kejayaan. Firman Allah, “Dan Kami
jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan
perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah
mereka meyakini ayat-ayat Kami.” (QS
As-Sajdah : 24)
Orang
yang sabar dicintai oleh Allah. Firman Allah,
“Dan berapa banyaknya nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar
dari pengikut (nya) yang bertakwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana
yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah
(kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar.” (QS Al-Imran : 146)
Sabda
Rasulullah, “Kalau ada manusia yang
terkena penyakit, rasa cemas, kesedihan, kesengsaraan, atau tertusuk duri,
tetapi ia bersabar. Maka akan dilebur dosa-dosanya oleh Allah.”
Hadits
Kudsi, “Kalau Kami memberikan cobaan
kepada manusia, matanya menjadi buta tapi ia bersabar, maka akan diganti dengan
surga.”
Maka
bersabarlah sekuat-kuatnya kesa-baranmu, karena kesabaran itu tidak akan
sia-sia. Kesabaran itu akan mengangkat derajatmu di hadapan Allah. Penghargaan
yang akan mengantarkan dirimu kepada kebahagiaan yang sesungguhnya, kebahagiaan
pada kehidupan akherat yang bermuara kepada kenikmatan surga Allah yang kekal,
bukan kebahagiaan dunia yang sementara dan penuh tipu daya.
***
Ustadz Kabayan
______________________________________
28 ASMA’UL HUSNA
Aku
tersentak saat teringat Asma’ul Husna. Aku
tahu ada 99 nama Allah, tapi tak semuanya hapal. Tiba-tiba aku merasa berdosa
karena belum hapal 99 nama Allah. Segera kucari di internet dan dengan mudahnya
bisa kutemukan.
Aku tersenyum teringat masa remajaku
dulu, masa-masa merasakan indahnya jatuh cinta kepada gadis-gadis pujaan.
Begitu mudahnya jatuh cinta, dan begitu seringnya mengalami kekecewaan karena
mencintai seorang gadis. Kalau dihitung-hitung sejak cinta pertama hingga cinta
terakhir, wah begitu banyak nama gadis yang tercatat di dalam hati dan pikiran.
Nama mereka masih hapal semuanya. Padahal banyak di antara mereka yang
membuatku patah hati.
Lalu aku menyalahkan diriku, kalau
nama-nama gadis yang pernah hadir dalam kehidupan cintaku bisa kuhapal
semuanya, padahal cintaku pada mereka sering bertepuk sebelah tangan. Kenapa
aku tak ingat semua nama-nama Allah? Padahal Allah Maha Setia, Dia membalas
cinta hamba-Nya dengan cinta sejati dan tak akan pernah mengecewakan hamba-Nya.
Semakin kita mencintai Allah, maka Allah pun akan semakin mencintai kita. Cinta
kita kepada Allah tak akan bertepuk sebelah tangan, Allah pasti membalasnya
dengan sempurna sesuai harapan kita.
Firman
Allah Swt :
Allah mempunyai Asma’ul Husna
(nama-nama yang agung yang sesuai dengan sifat-sifat ALLAH Swt), maka
bermohonlah kepadaNya dengan menyebut Asma’ul Husna itu." (QS Al-Qur’an
Al-A'raf : 180)
"Katakanlah: "Serulah Allah atau serulah Ar Rahman. Dengan nama
yang mana saja kamu seru. Dia mempunyai al Asma’ul Husna (nama-nama yang
terbaik) "Dialah Allah, tiada Tuhan melainkan Dia, Dia mempunyai al
Asma’ul Husna (nama-nama yang baik)" (Surah
Thaha : 8)
Dari Abu Hurairah r.a. ia berkata Nabi
Muhammad Saw pernah bersabda :
"Sesungguh-nya Allah Swt
mempunyai 99 nama, yaitu seratus kurang satu, barangsiapa menghitungnya
(menghafal seluruh-nya) masuklah ia ke dalam syurga." HR Bukhari.
1.
Ar Rahman = الرحمن =
Yang Maha Pengasih
2. Ar Rahiim = الرحيم = Yang Maha Penyayang
3. Al Malik = الملك = Yang Maha Merajai/Memerintah
4. Al Quddus = القدوس = Yang Maha Suci
5. As Salaam = السلام = Yang Maha Memberi Kesejahteraan
6. Al Mu`min = المؤمن = Yang Maha Memberi Keamanan
7. Al Muhaimin = المهيمن = Yang Maha Pemelihara
8. Al `Aziiz = العزيز = Yang Memiliki Mutlak Kegagahan
9. Al Jabbar = الجبار = Yang Maha Perkasa
10. Al Mutakabbir = المتكبر = Yang Maha Megah = Yang Memiliki Kebesaran
11. Al Khaliq = الخالق = Yang Maha Pencipta
12. Al Baari` = البارئ = Yang Maha Melepaskan (Membuat, Membentuk, Menyeimbangkan)
13. Al Mushawwir = المصور = Yang Maha Membentuk Rupa (makhluknya)
14. Al Ghaffaar = الغفار = Yang Maha Pengampun
15. Al Qahhaar = القهار = Yang Maha Memaksa
16. Al Wahhaab = الوهاب = Yang Maha Pemberi Karunia
17. Ar Razzaaq = الرزاق = Yang Maha Pemberi Rejeki
18. Al Fattaah = الفتاح = Yang Maha Pembuka Rahmat
19. Al `Aliim = العليم = Yang Maha Mengetahui (Memiliki Ilmu)
20. Al Qaabidh = القابض = Yang Maha Menyempitkan 21. Al Baasith = الباسط = Yang Maha Melapangkan (makhluknya)
22. Al Khaafidh = الخافض = Yang Maha Merendahkan (makhluknya)
23. Ar Raafi` = الرافع = Yang Maha Meninggikan (makhluknya)
24. Al Mu`izz = المعز = Yang Maha Memuliakan (makhluknya)
25. Al Mudzil = المذل = Yang Maha Menghinakan (makhluknya)
26. Al Samii` = السميع = Yang Maha Mendengar
27. Al Bashiir = البصير = Yang Maha Melihat
28. Al Hakam = الحكم = Yang Maha Menetapkan
29. Al `Adl = العدل = Yang Maha Adil
30. Al Lathiif = اللطيف = Yang Maha Lembut
31. Al Khabiir = الخبير = Yang Maha Mengenal
32. Al Haliim = الحليم = Yang Maha Penyantun
33. Al `Azhiim = العظيم = Yang Maha Agung
34. Al Ghafuur = الغفور = Yang Maha Pengampun
35. As Syakuur = الشكور = Yang Maha Pembalas Budi 36. Al `Aliy = العلى = Yang Maha Tinggi
37. Al Kabiir = الكبير = Yang Maha Besar
38. Al Hafizh = الحفيظ = Yang Maha Memelihara
39. Al Muqiit = المقيت = Yang Maha Pemberi Kecukupan
40. Al Hasiib = الحسيب = Yang Maha Membuat Perhitungan
41. Al Jaliil = الجليل = Yang Maha Mulia
42. Al Kariim = الكريم = Yang Maha Mulia
43. Ar Raqiib = الرقيب = Yang Maha Mengawasi
44. Al Mujiib = المجيب = Yang Maha Mengabulkan
45. Al Waasi` = الواسع = Yang Maha Luas
46. Al Hakiim = الحكيم = Yang Maha Maka Bijaksana
47. Al Waduud = الودود = Yang Maha Mengasihi
48. Al Majiid = المجيد = Yang Maha Mulia
49. Al Baa`its = الباعث = Yang Maha Membangkitkan
50. As Syahiid = الشهيد = Yang Maha Menyaksikan
51. Al Haqq = الحق = Yang Maha Benar
52. Al Wakiil = الوكيل = Yang Maha Memelihara
53. Al Qawiyyu = القوى = Yang Maha Kuat
54. Al Matiin = المتين = Yang Maha Kokoh
55. Al Waliyy = الولى = Yang Maha Melindungi
56. Al Hamiid =الحميد = Yang Maha Terpuji
57. Al Muhshii = المحصى = Yang Maha Mengkalkulasi
58. Al Mubdi`= المبدئ = Yang Maha Memulai
59. Al Mu`iid = المعيد = Yang Maha Mengembalikan Kehidupan
60. Al Muhyii = المحيى = Yang Maha Menghidupkan
61. Al Mumiitu = المميت = Yang Maha Mematikan
62. Al Hayyu = الحي = Yang Maha Hidup
63. Al Qayyuum = القيوم = Yang Maha Mandiri
64. Al Waajid = الواجد = Yang Maha Penemu
65. Al Maajid = الماجد = Yang Maha Mulia
66. Al Wahiid = الواحد = Yang Maha Tunggal
67. Al Ahad = الاحد = Yang Maha Esa
68. As Shamad = الصمد = Yang Maha Dibutuhkan, Tempat Meminta
69. Al Qaadir = القادر = Yang Maha Menentukan, Maha Menyeimbangkan
70. Al Muqtadir = المقتدر = Yang Maha Berkuasa
71. Al Muqaddim = المقدم = Yang Maha Mendahulukan
72. Al Mu`akkhir = المؤخر = Yang Maha Mengakhirkan
73. Al Awwal = الأول = Yang Maha Awal
74. Al Aakhir = الأخر = Yang Maha Akhir
75. Az Zhaahir = الظاهر = Yang Maha Nyata
76. Al Baathin = الباطن = Yang Maha Ghaib
77. Al Waali = الوالي = Yang Maha Memerintah
78. Al Muta`aalii = المتعالي = Yang Maha Tinggi
79. Al Barri = البر = Yang Maha Penderma
80. At Tawwaab = التواب = Yang Maha Penerima Tobat
81. Al Muntaqim = المنتقم = Yang Maha Pemberi Balasan
82. Al Afuww = العفو = Yang Maha Pemaaf
83. Ar Ra`uuf = الرؤوف = Yang Maha Pengasuh
84. Malikul Mulk = مالك الملك = Yang Maha Penguasa Kerajaan (Semesta)
85. Dzul Jalaali Wal Ikraam = ذو الجلال و الإكرام = Yang Maha Pemilik Kebesaran dan Kemuliaan
86. Al Muqsith = المقسط = Yang Maha Pemberi Keadilan
87. Al Jamii` = الجامع = Yang Maha Mengumpulkan
88. Al Ghaniyy = الغنى = Yang Maha Kaya
89. Al Mughnii = المغنى = Yang Maha Pemberi Kekayaan
90. Al Maani = المانع = Yang Maha Mencegah
91. Ad Dhaar = الضار = Yang Maha Penimpa Kemudharatan
92. An Nafii` = النافع = Yang Maha Memberi Manfaat
93. An Nuur = النور = Yang Maha Bercahaya (Menerangi, Memberi Cahaya)
94. Al Haadii = الهادئ = Yang Maha Pemberi Petunjuk
95. Al Baadii = البديع = Yang Indah Tidak Mempunyai Banding
96. Al Baaqii = الباقي = Yang Maha Kekal
97. Al Waarits = الوارث = Yang Maha Pewaris
98. Ar Rasyiid = الرشيد = Yang Maha Pandai
99. As Shabuur = الصبور = Yang Maha Sabar
2. Ar Rahiim = الرحيم = Yang Maha Penyayang
3. Al Malik = الملك = Yang Maha Merajai/Memerintah
4. Al Quddus = القدوس = Yang Maha Suci
5. As Salaam = السلام = Yang Maha Memberi Kesejahteraan
6. Al Mu`min = المؤمن = Yang Maha Memberi Keamanan
7. Al Muhaimin = المهيمن = Yang Maha Pemelihara
8. Al `Aziiz = العزيز = Yang Memiliki Mutlak Kegagahan
9. Al Jabbar = الجبار = Yang Maha Perkasa
10. Al Mutakabbir = المتكبر = Yang Maha Megah = Yang Memiliki Kebesaran
11. Al Khaliq = الخالق = Yang Maha Pencipta
12. Al Baari` = البارئ = Yang Maha Melepaskan (Membuat, Membentuk, Menyeimbangkan)
13. Al Mushawwir = المصور = Yang Maha Membentuk Rupa (makhluknya)
14. Al Ghaffaar = الغفار = Yang Maha Pengampun
15. Al Qahhaar = القهار = Yang Maha Memaksa
16. Al Wahhaab = الوهاب = Yang Maha Pemberi Karunia
17. Ar Razzaaq = الرزاق = Yang Maha Pemberi Rejeki
18. Al Fattaah = الفتاح = Yang Maha Pembuka Rahmat
19. Al `Aliim = العليم = Yang Maha Mengetahui (Memiliki Ilmu)
20. Al Qaabidh = القابض = Yang Maha Menyempitkan 21. Al Baasith = الباسط = Yang Maha Melapangkan (makhluknya)
22. Al Khaafidh = الخافض = Yang Maha Merendahkan (makhluknya)
23. Ar Raafi` = الرافع = Yang Maha Meninggikan (makhluknya)
24. Al Mu`izz = المعز = Yang Maha Memuliakan (makhluknya)
25. Al Mudzil = المذل = Yang Maha Menghinakan (makhluknya)
26. Al Samii` = السميع = Yang Maha Mendengar
27. Al Bashiir = البصير = Yang Maha Melihat
28. Al Hakam = الحكم = Yang Maha Menetapkan
29. Al `Adl = العدل = Yang Maha Adil
30. Al Lathiif = اللطيف = Yang Maha Lembut
31. Al Khabiir = الخبير = Yang Maha Mengenal
32. Al Haliim = الحليم = Yang Maha Penyantun
33. Al `Azhiim = العظيم = Yang Maha Agung
34. Al Ghafuur = الغفور = Yang Maha Pengampun
35. As Syakuur = الشكور = Yang Maha Pembalas Budi 36. Al `Aliy = العلى = Yang Maha Tinggi
37. Al Kabiir = الكبير = Yang Maha Besar
38. Al Hafizh = الحفيظ = Yang Maha Memelihara
39. Al Muqiit = المقيت = Yang Maha Pemberi Kecukupan
40. Al Hasiib = الحسيب = Yang Maha Membuat Perhitungan
41. Al Jaliil = الجليل = Yang Maha Mulia
42. Al Kariim = الكريم = Yang Maha Mulia
43. Ar Raqiib = الرقيب = Yang Maha Mengawasi
44. Al Mujiib = المجيب = Yang Maha Mengabulkan
45. Al Waasi` = الواسع = Yang Maha Luas
46. Al Hakiim = الحكيم = Yang Maha Maka Bijaksana
47. Al Waduud = الودود = Yang Maha Mengasihi
48. Al Majiid = المجيد = Yang Maha Mulia
49. Al Baa`its = الباعث = Yang Maha Membangkitkan
50. As Syahiid = الشهيد = Yang Maha Menyaksikan
51. Al Haqq = الحق = Yang Maha Benar
52. Al Wakiil = الوكيل = Yang Maha Memelihara
53. Al Qawiyyu = القوى = Yang Maha Kuat
54. Al Matiin = المتين = Yang Maha Kokoh
55. Al Waliyy = الولى = Yang Maha Melindungi
56. Al Hamiid =الحميد = Yang Maha Terpuji
57. Al Muhshii = المحصى = Yang Maha Mengkalkulasi
58. Al Mubdi`= المبدئ = Yang Maha Memulai
59. Al Mu`iid = المعيد = Yang Maha Mengembalikan Kehidupan
60. Al Muhyii = المحيى = Yang Maha Menghidupkan
61. Al Mumiitu = المميت = Yang Maha Mematikan
62. Al Hayyu = الحي = Yang Maha Hidup
63. Al Qayyuum = القيوم = Yang Maha Mandiri
64. Al Waajid = الواجد = Yang Maha Penemu
65. Al Maajid = الماجد = Yang Maha Mulia
66. Al Wahiid = الواحد = Yang Maha Tunggal
67. Al Ahad = الاحد = Yang Maha Esa
68. As Shamad = الصمد = Yang Maha Dibutuhkan, Tempat Meminta
69. Al Qaadir = القادر = Yang Maha Menentukan, Maha Menyeimbangkan
70. Al Muqtadir = المقتدر = Yang Maha Berkuasa
71. Al Muqaddim = المقدم = Yang Maha Mendahulukan
72. Al Mu`akkhir = المؤخر = Yang Maha Mengakhirkan
73. Al Awwal = الأول = Yang Maha Awal
74. Al Aakhir = الأخر = Yang Maha Akhir
75. Az Zhaahir = الظاهر = Yang Maha Nyata
76. Al Baathin = الباطن = Yang Maha Ghaib
77. Al Waali = الوالي = Yang Maha Memerintah
78. Al Muta`aalii = المتعالي = Yang Maha Tinggi
79. Al Barri = البر = Yang Maha Penderma
80. At Tawwaab = التواب = Yang Maha Penerima Tobat
81. Al Muntaqim = المنتقم = Yang Maha Pemberi Balasan
82. Al Afuww = العفو = Yang Maha Pemaaf
83. Ar Ra`uuf = الرؤوف = Yang Maha Pengasuh
84. Malikul Mulk = مالك الملك = Yang Maha Penguasa Kerajaan (Semesta)
85. Dzul Jalaali Wal Ikraam = ذو الجلال و الإكرام = Yang Maha Pemilik Kebesaran dan Kemuliaan
86. Al Muqsith = المقسط = Yang Maha Pemberi Keadilan
87. Al Jamii` = الجامع = Yang Maha Mengumpulkan
88. Al Ghaniyy = الغنى = Yang Maha Kaya
89. Al Mughnii = المغنى = Yang Maha Pemberi Kekayaan
90. Al Maani = المانع = Yang Maha Mencegah
91. Ad Dhaar = الضار = Yang Maha Penimpa Kemudharatan
92. An Nafii` = النافع = Yang Maha Memberi Manfaat
93. An Nuur = النور = Yang Maha Bercahaya (Menerangi, Memberi Cahaya)
94. Al Haadii = الهادئ = Yang Maha Pemberi Petunjuk
95. Al Baadii = البديع = Yang Indah Tidak Mempunyai Banding
96. Al Baaqii = الباقي = Yang Maha Kekal
97. Al Waarits = الوارث = Yang Maha Pewaris
98. Ar Rasyiid = الرشيد = Yang Maha Pandai
99. As Shabuur = الصبور = Yang Maha Sabar
***
Ustadz Kabayan
______________________________________
29 DO’A
Hadirin yang dimulyakan oleh Allah.
Dalam Surat Lukman ayat 14, Allah SWT berfirman, “Dan Kami perintahkan
kepada manusia (berbuat baik) kepada ibu
bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah,
dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang
ibu bapakmu, hanya kepada Akulah kamu kembali.”
Dalam kenyataan hidup saat ini
banyak orang yang tidak menghiraukan keadaan orang tuanya. Tidak punya rasa
terima kasih kepada orang tuanya yang telah menyusahkannya mulai dari dalam
kandungan hingga dewasa dan bisa mencari kehidupan sendiri.
Ibumu dulu saat mengandungmu
tidak bisa tidur nyenyak dan sulit bernapas karena menjaga janin di dalam
perutnya, sedangkan kamu enak-enak saja di dalam perut ibumu menghisap makanan
yang ada dalam darah ibumu.
Ibumu dulu sering terbangun
karena mendengar tangisanmu yang masih bayi ingin menyusu saat tengah malam,
sedangkan kamu setelah besar jarang sekali memberikan minuman dan makanan
kepada ibumu.
Ibumu dulu mengasuhmu penuh
kasih sayang, sedangkan kamu setelah besar dan dewasa jarang memberikan
perhatian dan kasih sayang kepada ibumu.
Ibumu dulu sering memelukmu
dan memberi selimut untuk kehangatan tubuhmu, sedangkan kamu tidak pernah
membelikan selimut untuk ibumu.
Ibumu dulu sering membelaimu
menjelang tidurmu agar merasa nyaman, sedangkan kamu suka membiarkan ibumu saat
ia mendapatkan kesusahan.
Ibumu dulu kalau kamu sakit
memberimu obat dan menjagamu penuh rasa cemas, sedangkan kamu membiarkan Ibumu
dan tak memberikan obat kepada ibumu pada saat dia sakit.
Ibumu dulu kalau kamu pergi
bermain suka mencarimu jika terlambat pulang karena cemas memikirkanmu,
sedangkan kamu sekarang tak peduli apa pun yang terjadi kepada ibumu.
Ibumu dulu suka menangis kalau
melihatmu mengalami kecelakaan, sedangkan kamu sering membuat tindakan yang
mencelakakan ibumu.
Ibumu dulu sering memberikan
nasehat dengan cara yang lemah lembut, sedangkan kamu sering memarahi ibumu
dengan kata-kata kasar.
Ibumu dulu sering mendo’akan
agar anaknya selamat, sedangkan kamu jarang mendo’akan ibumu agar mendapatkan
keselamatan.
Ibu dan bapakmu dulu
menyekolahkanmu sehingga kamu mendapatkan pengetahuan, sedangkan kamu sering
mendebat dan bertengkar dengan ibu bapakmu dengan pengetahuan yang kamu miliki.
Ibu dan bapakmu dulu sering
mendo’akan agar kamu hidup bahagia, sedangkan kamu setelah mendapatkan
kebahagiaan hidup jarang sekali memperhatikan ibu dan bapakmu.
Banyak sekali kesalahan kita
kepada orang tua, terutama kepada ibu kita. Segerelah sadar, segera sayangi ibu
dan bapak kalian. Segeralah berterima kasih kepada mereka. Setelah mereka nanti
dipanggil oleh Allah lewat proses kematian, kalian semua akan merasa menyesal!
Perhatikan kebutuhan orang tuamu. Segera bahagiakan mereka! Kapan kamu membahagiakan orang tuamu! Apakah
akan menunggu kedua orang tuamu masuk ke liang kubur?
Kalaulah ayahmu atau ibumu
sudah tidak ada, sudah dipanggil oleh Yang Maha Kuasa, memang jasadnya sudah
tak ada, tetapi roh mereka mengharapkan do’a dari anak keturunannya yang
shaleh. Datanglah berziarah ke kuburan mereka, basahi kuburan mereka dengan air
dan berdo’a agar mereka di alam kubur ada di dalam ridha Allah, mendapat
pengampunan dari Allah dan termasuk ke dalam golongan ahli kubur yang
mendapatkan nikmat alam kubur.
Hadirin yang mengharap ampunan
dari Allah SWT, mari kita berdo’a kepada Allah SWT.
Ya Allah, aku sering berusaha
agar nampak baik di hadapan orang banyak, sehingga orang-orang menghormati dan
menghargaiku, padahal sesung-guhnya aku menyimpan banyak rahasia kehidupan yang
kelam. Jika saja Kau membuka rahasia keburukanku di hadapan orang banyak, maka
aku tak akan sanggup lagi menampakkan muka ini kepada semua orang, apalagi
kepada-Mu.
Ya Allah, sesungguhnya aku
adalah orang dhalim, orang menganiaya diri sendiri, orang yang sering lalai
terhadap perintah-Mu. Betapa hinanya aku di hadapan-Mu, Ya Allah. Tetapi aku
masih memiliki harapan untuk menjadi lebih baik setiap saat. Dan aku ingin
ketika menghadap-Mu kapan pun Kau panggil, aku termasuk orang yang baik di
hadapan-Mu. Karena itu Ya Rabku, hadirkan dalam hatiku rasa rindu kepada-Mu,
rasa senang berbuat kebajikan, rasa ingin selalu bertemu dengan orang-orang
shaleh yang bisa membimbingku ke jalan-Mu.
Ya Allah, aku mengakui bahwa
aku adalah orang yang memiliki berbagai penyakit hati, aku sering iri melihat
kesuksesan orang lain, aku sering berburuk sangka kepada orang lain, aku sering
berharap mereka berada dalam kejatuhan, aku sering merasa puas melihat orang
lain menderita. Maka bersihkanlah hatiku Ya Allah dari berbagai penyakit hati.
Karena surga-Mu tak akan bisa kujangkau jika aku masih memiliki penyakit hati.
Ya Allah dosaku kepada orang
tuaku begitu banyak, sedangkan aku belum bisa membalas kebaikan mereka. Ya
Allah tanggung jawabku kepada keluargaku demikian besar, sedangkan aku tak
mampu membahagiakan mereka. Berikan aku rezeki-Mu yang halal dan berkah agar
aku bisa membahagiakan orang tuaku dengan rezeki halal yang kumiliki. Berikan
aku rezeki yang halal agar aku bisa menafkahi keluargaku dengan rezeki yang
halal yang kumiliki. Aku tak mau memberi mereka rezeki yang tidak halal karena
aku takut kepada siksa-Mu yang akan menimpaku pada saat Engkau akan menyiksa
orang-orang yang berdosa.
Allahhumma shalli wasallim ‘alaa sayyidina Muhammadiw wa’alaa aalihii
washahbihi ajma’in. Amiiinn!
Allahhummaghfir
dunuubanaa waliwalidainaa warhamhumaa kamaa rabbayaanaa sighaaraa. Walil-muslimiina
walmuslimaat, walmu’miniina walmu’minaat, al ahyaai minhum wal amwaat. Yaa
qaadiyal haajaat. Allahhumma rabbanaa taqabbal minnaa shalaatanaa washiyaamanaa
wajamii’a ‘ibaadaatinaa yaa mujiibad da’wati. Allahumma adhilnaa mudkhala
sidkin, wa ahrijnaa muhkraja sidkin, waj‘alnaa milladunka shulthaanan
nashiiraa. Allahhummarjuknaa rizkan halaalam mubaarakan thayyibaan, waftahlanaa
abwaaba rahmatika. Rabbanaa afrigh ‘alaina shabraw wasabbit aqdaamanaa
wanshurna alal qaumil kaafiriin. Rabbanaa aatinaa piddunya hasanah. Wafil
aakhirati hasanataw waqiina adzaabannaar.
***
Ustadz Kabayan
______________________________________
30 ISTIGHOTSAH
Kata
"Istighotsah" (إستغاثة) adalah bentuk masdar dari Fi'il
Madli Istaghotsa (إستغاث) yang berarti mohon pertolongan.
Secara terminologis, istigotsah berarti beberapa bacaan wirid (awrad) tertentu yang dilakukan untuk mohon
pertolongan kepada Allah SWT atas beberapa masalah hidup yang dihadapi.
Bacaan istighotsah yang banyak diamalkan oleh warga Nahdliyyin ini, bahkan
sekarang meluas ke seluruh penjuru negeri sebenarnya disusun oleh KH Muhammad
Romly Tamim, seorang Mursyid Thariqah Qadiriyah wan Naqsyabandiyah, dari Pondok
Pesantren Rejoso, Peterongan, Jombang. Hal ini dibuktikan dengan kitab karangan
beliau yang bernama Al-Istighatsah bi Hadrati Rabb
al-Bariyyah" (tahun 1951) kemudian pada tahun 1961 diterjemah
ke dalam bahasa Jawa oleh putranya KH Musta'in Romli.
Melaksanakan istighotsah, boleh dilakukan secara bersama-sama (jamaah) dan
boleh juga dilakukan secara sendiri-sendiri. Demikian juga waktunya, bebas
dilakukan, boleh siang, malam, pagi, atau sore. Seseorang yang akan
melaksanakan istighotsah, sayogianya ia sudah dalam keadaan suci, baik
badannya, pakaian dan tempatnya, dan suci dari hadats kecil dan besar.
Juga tidak kalah pentingnya, seseorang yang mengamalkan istighotsah
menyesuaikan dengan bacaan dan urutan sebagaimana yang telah ditentukan oleh
pemiliknya (Kyai Romly). Hal ini penting disampaikan, sebab tidak sedikit orang
yang merubah bacaan dan urutan istighotsah bahkan menambah bacaan
sehingga tidak sama dengan aslinya. Padahal urutan bacaan istighotsah ini,
menurut riwayat santri-santri senior Kyai Romli adalah atas petunjuk dari
guru-guru beliau, baik secara langsung maupun lewat mimpi.
Diceritakan, sebelum membuat wirid istighotsah ini, beliau Kyai Romly
melaksanakan riyaddloh dengan puasa selama 3 tahun. Dalam masa-masa riyadlohnya
itulah beliau memperoleh ijazah wirid-wirid istighotsah dari para waliyullah. Wirid
pertama yang beliau terima adalah wirid berupa istighfar, dan karena itulah
istighfar beliau letakkan di urutan pertama dalam istighosah. Demikian juga
urutan berikutnya adalah sesuai dengan urutan beliau menerima ijazah dari para
waliyyulloh lainnya. Oleh karena itu sebaiknya dalam mengamalkan
istighotsah seseorang menyesuaikan urutan wirid-wirid istighotsah sesuai dengan aslinya.
Setelah siap semuanya, barulah seseorang menghadap qiblat untuk memulai
istighotsah dengan terlebih dahulu menghaturan hadiah pahala membaca surat
al-Fatihah untuk Nabi, keluarga dan shahabatnya, tabi'in, para wali dan ulama
khususnya Shahibul Istighatsah Hadratusy Syaikh KH. Muhammad Romly
Tamim.
بسم الله الرحمن الرحيم
الفاتحة
1. أَسْتَغْفِرُ
اللهَ العَظِيْمَ 11×
2. لاَحَوْلَ
وَلاَقُوَّةَ اِلاَّ بِاللهِ العَلِيِّ العَظِيْمِ 11×
3. لاَحَوْلَ
وَلاَمَلْجَأَ وَلاَمَنْجَى مِنَ اللهِ اِلاَّ اِلَيْهِ 11×
4. اللَّهُمَّ
صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِ سَيِّدِنَا
مُحَمَّدٍ 11×
5. يَا
اللهُ يَاقَدِيْمُ 11×
6. يَا
سَمِيْعُ يَا بَصِيْرُ يَابَاسِطُ يَاجَلِيْلُ 11×
7. يَامُبْدِئُ
يَاخَالِقُ 11×
8. يَاحَفِيْظُ
يَانَصِيْرُ يَاوَكِيْلُ يَا أَللهُ 11×
9. يَاحَيُّ
يَاقَيُّوْمُ بِرَحْمَتِكَ أَسْتَغِيْثُ 11×
10. يَالَطِيْفُ 25×
11. أَسْتَغْفِرُ
اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا 11×
12. اللَّهُمَّ
صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ قَدْ ضَاقَتْ حِيْلَتِىْ أَدْرِكْنِيْ
يَارَسُوْلَ اللهِ 11×
13. اللَّهُمَّ
صَلِّ صَلاَةً كَامِلَةً وَسَلِّمْ سَلاَمًا تَامًّا عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدِ نِالَّذِيْ تَنْحَلُّ بِهِ
العُقَدُ وَتَنْفَرِجُ بِهِ الْكُرَبُ وَتُقْضَى بِهِ الْحَوَائِجُ وَتُنَالُ بِهِ
الرَّغَائِبُ وَحُسْنُ اْلخَوَاتِمِ وَيُسْتَسْقَى الغَمَامُ بِوَجْهِهِ
الْكَرِيْمِ وَعَلَى أَلِهِ وَصَحْبِهِ فِيْ كُلِّ لَمْحَةٍ وَنَفَسٍ بِعَدَدِ
كُلِّ مَعْلُوْمٍ لَكَ 3×
14. اللَّهُمَّ
صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلاَةً تُنْجِيْنَا بِهَا مِنْ جَمِيْعِ
اْلأَهْوَالِ وَاْلأَفَاتِ وَتَقْضِى لَناَ بِهَا جَمِيْعَ الحَاجَاتِ
وَتُطَهِّرُنَا بِهَا مِنْ جَمِيْعِ السَّيِّئَاتِ
وَتَرْفَعُنَا بِهَا عِنْدَكَ اَعْلَى الدَّرَجَاتِ وَتُبَلِّغُنَا بِهَا اَقْصَى
اْلغَايَاتِ مِنْ جَمِيْعِ الخَيْرَاتِ فِى الحَيَاةِ وَبَعْدَ
الْمَمَاتِ 3×
15. يَابَدِيْعُ 25×
16. يس
. الواقعة
17. اللهُ
أَكْبَرُ (۳×) يَارَبَّنَا وَإِلَـهَنَا
وَسَيِّدَنَا أَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى القَوْمِ الكَافِرِيْنَ ۳×
18. حَصَّنْتُكُمْ
بِالْحَيِّ القَيُّوْمِ الَّذِى لاَيَمُوْتُ أَبَدًا وَدَفَعْتُ عَنْكُمُ السُّوءَ
بِأَلْفِ أَلْفِ لاَحَوْلَ وَلاَقُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ العَلِيِّ
اْلعَظِيْمِ ۳×
19. الْحَمْدُ
ِللهِ الَّذِى أَنْعَمَ عَلَيْنَا وَهَدَانَا عَلَى دِيْنِ
الإِسْلاَمِ 3×
20. بِسْـمِ
اللهِ مَا شَآءَ اللهُ لاَيَسُوْقُ الْخَيْرَ اِلاَّ اللهُ 1×
بسْـمِ اللهِ مَا شَآءَ اللهُ
لاَيَصْرِفُ السُّوءَ اِلاَّ اللهُ 1×
بِسْـمِ اللهِ مَا شَآءَ اللهُ
مَا كَانَ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ اللهِ 1×
بِسْـمِ اللهِ مَا شَآءَ اللهُ
لاَحَوْلَ وَلاَقُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ اْلعَلِيِّ العَظِيْمِ 1×
21. سَأَلْتُكَ
يَاغَفَّـارُ عَفْـوًا وَتَوْبَةً & وَبِالقَهْرِ يَاقَهَّارُ خُذْ مَنْ تَحَيَّلاً ۳×
فَهَبْ لِيْ يَاوَهَّابُ عِلْمًا
وَحِكْمَةً & وَلِلرِّزْقِ يَارَزَّاقُ كُنْ لِيْ مُسَهِّلاً ۳×
22. يَاجَبَّارُ
يَاقَهَّارُ يَاذَا البَطْشِ الشَّدِيْدِ، خُذْ حَقَّنَا وَحَقَّ المُسْلِمِيْنَ
مِمَّنْ ظَلَمَنَا وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَتَعَدَّى عَلَيْنَا وَعَلَى
اْلمُسْلِمِيْنَ ۳×
23. الفاتحة
Tidak ada komentar:
Posting Komentar