Jumat, 12 Februari 2016

Ustadz Kabayan





Ustadz Kabayan




Penulis :  Arie Amar Ma’ruf
Editor : Nabil Arjuna Ma’ruf
Setting & Lay Out : Mia
Cover : Inet Medina

Alamat Koresponden :
Rumah Cinta 082214333175

Penerbit :
ARMEDIA






Dilarang memperbanyak isi buku
tanpa izin dari penulis
sebagai pemegang hak cipta




















Daftar Isi

  1. Kabayan Mendapat Amanat
  2. Imam Shalat Mayat
  3. Alam Kubur
  4. Mushala yang Sepi
  5. Ustadz Baru
  6. Tabir Dzikir
  7. Menghapal Al-Qur’an
  8. Menunda-nunda Perbuatan Baik
  9. Tugas Berdakwah
  10. Ilmu Nabi Khidir
  11. Do’a Gundah Gulana
  12. Tubuh yang Sempurna
  13. Undangan Ceramah Pertama
  14. 40 Hari Wafatnya Ajengan Usup
  15. Syafa’at Rasulullah
  16. Undangan Acara Khitanan
  17. Manfaatkan Waktu
  18. Penyakit Hati
  19. Pengajian Ibu-ibu
  20. Islam, Iman, Ihsan
  21. Do’a Abu Nawas
  22. Undangan Acara Pernikahan
  23. Dosa Meninggalkan Shalat
  24. Ingin Membangun Mesjid
  25. Diundang Ceramah oleh Bupati
  26. Taubat
  27. Bersabar
  28. Asma’ul Husna
  29. Do’a
  30.  Istighotsah




















“Jika Allah menimpakan amanat kepada gunung, maka gunung itu tak akan sanggup sehingga menjadi runtuh. Tapi kita manusia, diberi napsu dan akal. Jika akal kita bisa menutup napsu, kita akan mampu melaksanakan amanah itu. Jika kita mampu melaksanakan amanah, maka Allah akan memuliakan kita di dunia dan akherat. Kapan kamu akan belajar mengemban amanah? Kalau kamu merasa tidak sanggup mengemban amanah, lalu kapan kamu akan hidup mulia?”




















Ustadz Kabayan
______________________________________

1   KABAYAN MENDAPAT AMANAT


Si Kabayan suatu waktu dipanggil oleh Ajengan Usup, sesepuh mushala di kampung yang sudah berusia uzur. Kabayan datang memenuhi panggilan itu. Dalam hati ia bertanya-tanya untuk apa Ajengan Usup memanggilnya? Perasaan ia tidak punya salah apa-apa.
            “Assalaamu’alaikum!” Kabayan mengucapkan salam di depan pintu rumah Ajengan Usup yang sudah tua.
         “Wa’alaikum salam!” terdengar sahutan dari dalam rumah. Tapi bukan suara Ajengan Usup. Itu suara Mak Sadiah isterinya.
            Pintu rumah terbuka. Mak Sadiah muncul.
“Eh Jang Kabayan, ayo masuk Jang,” kata Mak Sadiah.
            “Mak, Ajengan Usup ke mana?” tanya Kabayan.
            “Lagi sholat dhuha,” sahut Mak Sadiah.
            Kabayan masuk,  lalu  duduk di atas tikar. Mak Sadiah membawa teko dan cangkir plastik, lalu menuangkan minuman teh hangat ke dalam cangkir.
            “Gak ada apa-apa, Jang Kabayan, cuma ada air teh,” kata Mak Sadiah.
            “Cukup, Ma. Tidak perlu merepotkan,” sahut Kabayan.  
       Beberapa saat kemudian Ajengan Usup muncul dari dalam kamar masih menggunakan sarung.
            “Assalaamu’alaikum,” ucap Ajengan Usup.
       “Wa’alaikum salam,” sahut Kabayan. Ia lalu bangkit bersalaman sambil mencium tangan Ajengan Usup. Lalu duduk kembali hampir bersamaan dengan Ajengan Usup.
            “Ayo diminum dulu, Jang Kabayan,” kata Ajengan Usup.
            “Terimakasih, Pangersa Ajengan,” ucap Kabayan. Ia lantas meminum teh hangat itu beberapa teguk. Kerongkongan dan perutnya terasa hangat.
         “Begini, Kabayan. Aku memanggilmu karena ada yang ingin kusampaikan. Kamu lihat kan? Aku sudah tua, mungkin beberapa saat lagi aku akan dipanggil ke hadapan Allah. Satu hal yang aku khawatirkan adalah siapa yang akan meneruskan perjuanganku melaksanakan syi’ar agama Islam di kampung ini?”
            Sesaat  Ajengan Usup  menghentikan  ucapan-nya. Ia mereguk teh dari cangkirnya.
         “Kampung kita ini berat. Walaupun kampung kecil tapi penuh dengan masalah. Tidak ada orang di kampung ini yang mengirimkan anaknya ke pesantren. Anak-anak muda lebih suka nongkrong saat waktu maghrib di warung. Kemaksiatan terjadi hampir setiap saat. Masyarakatnya banyak yang miskin tetapi sombong, banyak yang bodoh tetapi sombong. Ada beberapa orang kaya tetapi munafik dan tidak peduli kepada kemajuan agama. Kamu lihat, sampai hari ini tempat ibadah kita hanya sebuah mushola yang kecil dan sudah tua, sementara di sana-sini dibangun rumah-rumah tembok yang besar dan kokoh. Seharusnya bangunan rumah tidak boleh lebih bagus daripada tempat ibadah.”
            Kabayan mengangguk-angguk. Memang benar apa yang dikatakan oleh Ajengan Usup. Ia melihat dan merasakannya sendiri kehidupan di kampungnya.
            “Maaf, bagaimana munafiknya orang kaya itu?” tanya Kabayan menyela.
       “Ciri orang munafik ada tiga. Apabila berkata ia dusta, apabila berjanji ia ingkar, apabila dipercaya ia khianat. Ia dusta kalau diminta sumbangan mengatakan sedang tak punya uang padahal memiliki banyak harta. Ia ingkar karena selalu berjanji akan membantu perjuangan agama tapi tak pernah dilakukannya. Ia khianat karena dititipi harta oleh Allah tapi zakatnya dan sodaqahnya tidak diberikan kepada fakir miskin dan kepentingan agama.”
            Kembali Kabayan mengangguk-angguk.
         “Aku ingin hidup seribu tahun lagi, berjuang untuk membela kepentingan agama. Aku ingin menjadikan penduduk di kampung ini taat kepada Allah. Tapi hal itu tidak mungkin. Aku terlambat datang ke kampung ini. Aku baru lima tahun di sini. Kalau sejak dulu, saat aku masih muda, mungkin aku bisa berbuat yang lebih banyak untuk kampung ini. Sekarang tubuhku sudah rapuh, berdiriku sudah tak tegak lagi, napasku sudah terasa berat, pandanganku sudah hampir gelap, telingaku sudah hampir tuli. Sekarang aku berharap banyak kepadamu Kabayan. Teruskan perjuanganku. Kuserahkan pengelolaan mushala padamu. Mulai sekarang kamu harus jadi imam shalat, harus mengajar anak-anak mengaji.”
            Kabayan terperanjat.
“Kamu  juga  harus  berceramah  dalam  pengajian mingguan di mushala kita.”
            “Mohon maaf, Ajengan, saya orang bodoh, saya tidak bisa apa-apa,” kata Kabayan.
            “Kamu sudah hapal Al-Qur’an tiga puluh juz?” tanya Ajengan Usup.
            “Bobor-boro...”
            “Setengahnya hapal?”
            “Boro-boro....”
            “Satu juz hapal?”
            “Belum.”
            “Surat apa saja yang kamu sudah hapal dari Al-Qur’an?”
            “Cuma surat Al-Fatihah dan surat-surat pen-dek,” sahut Kabayan.
            “Alhamdulillah!”
            “Kok alhamdulillah? Saya cuma hapal segitu,” kata Kabayan.
        “Kalau kamu hapal surat Al-Fatihah dan surat-surat pendek, kamu sudah punya modal menjadi imam shalat. Syukurilah, karena masih banyak manusia di dunia ini yang belum tahu Al-Qur’an dan cara membacanya, sedangkan kamu sudah hapal beberapa surat. Itu anugerah yang sangat besar bagimu,” kata Ajengan Usup.
            Kabayan terdiam.
            “Kamu pernah mempelajari kitab kuning apa?”
            “Tidak pernah, tidak satu pun.”
            “Tapi kamu sering kelihatan membaca buku. Buku apa?”
            “Buku cerita silat dan cerita umum,” Kabayan malu-malu.
            Ajengan Usup tersenyum.
        “Itu juga gak apa-apa. Nanti juga akan terpanggil membaca buku-buku tentang agama. Islam menyuruh kita bersemangat untuk iqra! Iqra! Dan Iqra bismirabbikall adzim! Baca! Baca! Baca atas nama Tuhan-Mu! Bacalah buku yang bermanfaat untuk menambah ilmu dan wawasan kita. Kita jangan bodoh. Sayidina Ali r.a. berkata, ‘Kebodohan adalah kematian. Kebodohan adalah bencana. Kebodohan adalah pangkal semua keburukan. Kebodohan merusak hari kiamat’.”
            Kabayan mengangguk-angguk.
         “Jangan berkecil hati karena saat ini kamu hanya  hapal Surat Al-Fatihah dan surat-surat pendek, masih ada kesempatan bagimu untuk menambah hapalan Al-Qur’an. Kamu masih muda, Kabayan. Masih banyak ayat Al-Qur’an yang bisa kamu hapal jika kamu ada kemauan. Di alam kubur nanti, orang yang hapal sedikit saja ayat Al-Qur’an, ia akan diberi cahaya.  Jika ia  hapal  semuanya,  maka   kuburannya  akan  terang benderang.”
            Kabayan tertunduk, ia menyadari kelalaiannya selama ini. Di rumahnya ada Al-Qur’an tapi tersimpan di atas lemari penuh dengan debu. Jarang dibaca apalagi sampai dihapal.
        “Walau pun kamu hanya punya sedikit ilmu pengetahuan, tapi ilmu itu akan bermanfaat jika kamu amalkan. Balighu anni walau ayat, sampaikan ilmu kamu walau satu ayat. Sebaliknya walau kamu punya ilmu yang banyak tetapi tidak diamalkan, kamu akan tersiksa karenanya. Dengan Surat Al-Fatihah dan surat-surat pendek yang kamu hapal, maka mulailah kamu mengamalkannya. Kutitipkan mushala kecil kita padamu. Suatu saat nanti bangunlah mesjid yang besar, sehingga mesjid itu penuh oleh orang-orang yang bertaqwa, dan dari mesjid itu akan muncul orang-orang shaleh yang akan berjalan-jalan menyebarkan agama Allah ke seluruh permukaan bumi.”
       Kabayan tercekat, hatinya bergetar, tubuhnya berkeringat. Sungguh ia tak akan sanggup melaksanakan keinginan Ajengan Usup. Ia hanyalah manusia bodoh dan lemah. Bagaimana bisa mewujudkan semua itu?
            “Saya tidak sanggup, Pangersa Ajengan,” ucap Kabayan.
           “Jika Allah menimpakan amanat kepada gunung, maka gunung itu tak akan sanggup sehingga menjadi runtuh. Tapi kita manusia, diberi napsu dan akal. Jika akal kita bisa menutup napsu, kita akan mampu melaksanakan amanah itu. Jika kita mampu melaksanakan amanah, maka Allah akan memuliakan kita di dunia dan akherat. Kapan kamu akan belajar mengemban amanah? Kalau kamu merasa tidak sanggup mengemban amanah, lalu kapan kamu akan hidup mulia?”
            Kabayan tertunduk.
            Perbincangan mereka terhenti karena memasuki waktu dhuhur.
            Kabayan turun mengikuti Ajengan Usup menuju mushala yang tak jauh dari rumah itu. Mereka wudhu di air pancuran. Kemudian Kabayan adzan.
            “Allaahu Akbar Allaahu Akbar!” suara Kabayan
yang sumbang melantunkan takbir mengawali adzan.
            “Allaahu Akbar!” sahut Ajengan Usup.
           Dengan keterbatasan suaranya yang jauh dari bagus, Kabayan melanjutkan adzannya hingga selesai.
          Setelah shalat sunat rawatib, kemudian mereka melaksanakan shalat dhuhur bersama.
***



Ustadz Kabayan
______________________________________

2     IMAM SHALAT MAYAT


Seminggu kemudian kampung itu diliputi suasana duka, Ajengan Usup meninggalkan dunia fana beserta cita-cita besarnya yang belum sempat terwujud. Ia meninggal dunia selepas shalat Subuh. Ia ditemukan sedang berdzikir sambil menyandar ke dinding mushala. Tangannya masih memegang butir-butir tasbih.
            Kematian Ajengan Usup mengagetkan semua orang. Tak hanya keluarganya, tetapi seluruh masyarakat di kampung itu. Karena ia tidak nampak sakit. Malah sempat menjadi imam shalat Subuh yang diikuti oleh beberapa orang yang dekat ke mushala.
Inilah kematian yang sering diceritakan oleh Ajengan Usup kepada semua orang, bahwa kematian itu pasti akan datang. Seperti yang disebutkan dalam Kitab Suci Al-Qur’an Surat Al-Jumu’ah ayat 8. Katakanlah: "Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan."
Apalagi Si Kabayan. Ia seakan tak percaya. Seminggu yang lalu Ajengan Usup mengundangnya untuk datang ke rumahnya, memberikan beberapa nasehat dan memberikan amanat kepadanya untuk menjadi imam di mushala. Tapi ia belum menyanggupi amanat itu karena merasa belum pantas menjadi seorang imam shalat. Inilah rahasia di balik amanat itu, Ajengan Usup memberikan amanat kepada dirinya karena orang tua shaleh itu akan meninggalkan dunia. Setelah ia meninggal, siapa yang akan menjadi imam, mengajar mengaji dan berceramah dalam acara pengajian mingguan di mushala itu, kalau tidak diamanatkan. Tapi kenapa harus aku yang bodoh dan lemah yang harus menerima amanat itu? Begitu Kabayan bertanya dalam hatinya.
            Kabayan segera datang ke rumah duka. Ia membantu mengurus mayat. Sebetulnya ia takut melihat mayat dan memegangnya. Kalau malam tidak bisa tidur karena mayat itu selalu terbayang. Tapi karena yang meninggal seorang tua yang shaleh, Kabayan tidak takut. Masa orang shaleh akan datang menghantuinya?
         Setelah dimandikan, jenazah Ajengan Usup dikafani, kemudian dibaringkan di tengah rumah. Semua orang yang hadir menatap mayat itu. Dalam hati mereka terguncang, aku juga pasti akan mengalami kematian. Terbujur kaku dibungus kain kafan. Putus sudah semua urusan dengan dunia. Akan ditinggalkan seluruh kekayaan yang dimiliki dengan susah payah, akan ditinggalkan seluruh keluarga yang selama ini dicintai dan dinafkahi sekuat tenaga. Kadang harus menghalalkan segala cara.
            “Kabayan! Kamu yang memimpin shalat mayat!” kata Pak Soleh.
            “Apa?” Kabayan kaget.
            “Iya, kamu jadi imam sholat mayat.”
            “Sembarangan! Pak Soleh yang sudah tua dong!” Kabayan sewot.
            “Tua-tua juga gak bisa apa-apa,” kata Pak Soleh.
            “Apalagi aku,” sahut Kabayan cemas.
            “Hanya kamu orang di kampung ini yang pernah masuk pesantren.”
         “Cuma pesantren kilat! Gak tamat karena tergoda main layang-layang,” kata Kabayan.
            “Mau pesantren kilat mau pesantren apa, pokoknya pernah masuk pesantren!” tegas Pak Soleh.
        Kabayan gemetar. Benarkah ia harus memimpin shalat mayat? Oh betapa menyesalnya ia tinggal di sebuah kampung yang diisi oleh orang-orang yang bodoh mengenai agama, sehingga memimpin shalat mayat pun tak bisa! Ia dulu pernah belajar, tapi lupa lagi karena jarang dipakai.
            Orang-orang berkerumun menunggu ada yang memimpin shalat mayat. Sebenarnya banyak orang tua yang memakai kopiah dan baju koko, namun hanya sekedar memberi kesan seolah mereka orang alim, padahal  mereka tidak tahu bagaimana bacaan shalat mayat.
            “Siapa yang siap menjadi imam shalat mayat?” tanya Pak Soleh selaku orang yang dituakan di kampung itu.
            Semua orang saling tunjuk. Tapi tak ada yang mau maju.
            “Tuh kan Kabayan, tidak ada yang sanggup. Harapan satu-satunya hanya kamu,”  kata  Pak  Soleh pada Kabayan.
            Astaghfirullaahal adzim, kebanyakan tua-tua keladi, sudah tua tapi tidak bisa apa-apa, tapi kepada perbuatan maksiat menjadi-jadi. Kabayan geleng-geleng kepala. Apa artinya memakai kopiah dan baju koko kalau jadi imam shalat mayat saja tidak ada yang bisa.
            Kabayan sesaat tertegun. Tiba-tiba ia teringat kepada Mak Sadiah isteri almarhum.  Mak Sadiah pasti tahu tata cara shalat mayat. Ia segera mencarinya. Didapatinya Mak Sadiah baru saja habis berwudhu di dapur.
            “Mak, tidak ada yang memimpin shalat mayat. Tidak ada yang bisa. Saya juga lupa lagi, tolong kasih tahu saya, Mak,” kata Kabayan malu-malu.
       “Takbirnya empat kali. Takbir pertama baca surat Al-Fatihah, takbir kedua baca shalawat, takbir ketiga baca Allahhummaghfirlahu, takbir keempat baca Allahumma laa tahrimna ajrahu. Terus salam.”
            “Terima kasih, Ma. Saya ingat sekarang,” wajah Kabayan berseri-seri.
            Kabayan segera kembali ke tengah rumah.
            “Pak, biar saya yang memimpin shalat mayat,” kata Kabayan kepada Pak Soleh.
            “Syukurlah,” Pak Soleh nampak gembira.
         Kabayan maju ke depan dekat mayat Ajengan Usup. Beberapa saat ia menatap hadirin.
“Assalaamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh!” Kabayan memberi salam kepada semua hadirin.
            “Wa’alaikum salam warahmatullaahi wabarakaatuh!” sahut hadirin.
        “Bapak-bapak dan ibu-ibu sekalian, kita akan melaksanakan shalat mayat. Sebelumnya saya akan mengingatkan kepada semuanya bagaimana pelaksana-an shalat mayat. Ada empat takbir. Tidak ada ruku dan tidak ada sujud. Setelah takbir pertama kita membaca Surat Al-Fatihah, setelah takbir kedua membaca shalawat, setelah takbir ketiga membaca Allahhummaghfirlahu, setelah takbir keempat membaca Allahhumma laa tahrimna ajrahu. Niatnya, niat saya shalat mayit Usup bin Ahmad karena Allah Ta’ala. Paham semuanya?”
            “Pahaaamm!” sahut semuanya.
            Kemudian Kabayan memimpin shalat.
            “Allaahu Akbar!” Kabayan memulai shalat.
            “Allaahu Akbar!” semuanya mengikuti.
            Tak lama kemudian pelaksanaan shalat mayat selesai. Kabayan melanjutkan dengan do’a yang ia tahu, do’a sapu jagat, ”Rabbana aatina piddunya hasanah,  wafil  aakhirati  hasanah,   waqinaa  adzaabannar.”
            Kabayan memandang hadirin semuanya.
            “Bapak-bapak dan ibu-ibu semuanya, apakah mayat ini mayat yang baik?”
            “Yaaa!” sahut semuanya.
            “Alhamdulillaahi rabbil ‘aalamiin.”
            Semuanya bubar. Sebagian mempersiapkan sarung dan bambu untuk menggotong mayat, sebagian menunggu di luar.
            “Pak Soleh, liang lahat sudah siap,” kata seorang warga.
            “Baiklah, ayo gotong mayatnya!” perintah Pak Soleh.
            Orang-orang   yang  masih  muda  menggotong
mayat Ajengan Usup menuju ke tempat pemakaman yang tak jauh dari rumah.
       “Laailaaha illallah! Laailaaha illallah! Laailaaha illallah!” semuanya bertahlil mengiringi jenazah.
            Bulu kuduk merinding mendengarnya.
Mak Sadiah berlinang air mata mengiringi jenazah suaminya.
       “Pak, berpuluh-puluh tahun kita bersama. Kita telah mengalami suka dan duka bersama sebagai suami isteri. Tapi hari ini adalah saat yang paling berduka bagiku. Putus sudah pahala bagiku karena mengabdi padamu, tak akan ada pahala bagiku karena mencuci pakaianmu, karena memasak untukmu, karena memberikan selimut untukmu saat kamu sakit. Putus sudah pahala bagi Bapak yang telah memberikan nafkah buat istrimu, yang telah membelikan pakaian, yang telah memberiku segala macam yang membuat hatiku senang. Tak akan ada lagi acara shalat malam bersama, mengaji Kitab Suci Al-Qur’an bersama. Tapi walau aku sedih, aku ridha kau menghadap Allah lebih dulu. Semoga aku tetap bisa mengabdi kepada Allah dalam sisa hidupku. Semoga kita bertemu nanti di surga Allah yang kekal....”
       Sesampainya di pemakaman, ternyata tak ada yang mau turun ke liang lahat. Semuanya takut. Kabayan segera menarik tangan Pak Soleh. Mau tak mau orang tua itu turun ke liang lahat.
            “Aku bagian kakinya,” Pak Soleh gemetar.
            “Kenapa?” tanya Kabayan.
            “Aku gak mau bagian kepalanya, takut,” bisik Pak Soleh.
            “Satu orang lagi turun!  Kamu  Undang turun!”
Pak Soleh menyuruh Pak Undang anak buahnya untuk turun.
            Pak Undang bingung. Mau turun takut megang mayat, tidak turun takut dimarahi oleh Pak Soleh. Akhirnya dengan perasaan tak menentu ia turun. Tubuhnya terasa melayang-layang tak menentu saat berada di liang lahat.
          Jenazah Ajengan Usup didekatkan ke liang lahat, Kabayan, Pak Soleh dan Pak Undang menerimanya dari bawah.
           Demi Tuhan! Ini yang pertama bagi Kabayan mmenguburkan orang yang meninggal. Biasanya ia melihat dari jauh jika ada yang meninggal. Ajengan Usup yang biasanya bersusah payah menguburkan orang yang meninggal. Kalau bukan jenazah Ajengan Usup, Kabayan tidak mau sampai turun ke bawah karena takut.
            Mayat Ajengan Usup diletakkan di dalam tanah dengan muka menghadap ke arah kiblat. Beberapa bagian diganjal dengan tanah bulat agar posisi mayat tidak berubah. Setelah itu dipasangi papan, setelah papan terpasang rapi, kemudian diurug dengan tanah perlahan-lahan.
            Tergesa-gesa Pak Soleh naik. Kakinya gemetar karena ingin cepat sampai ke atas. Ia melotot kepada warga yang berada di atas karena lama menariknya. Pak Undang juga sama. Ia segera menyusul naik ke atas dengan tubuh lesu. Diikuti oleh Kabayan yang naik paling akhir. Ketiganya  tak percaya baru saja  menguburkan mayat manusia.
            Liang lahat itu diurug dengan tanah hingga penuh. Lalu dijejal dengan kaki agar menjadi padat. Kemudian dipasangi nisan sementara yang terbuat dari bambu.
            “Pak Soleh, ayo pidato belasungkawa,” kata Kabayan.
            “Kamu saja sekalian, aku takut salah,” kata Pak Soleh.
            “Saya juga belum pernah.”
            “Tanggung, biar pahalanya diborong sama kamu,” ucap Pak Soleh.
            Kabayan akhirnya mengalah.
          “Assalaamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh!” Kabayan mengucapkan salam.
            “Wa’alaikum salam warahmatullaahi wabarakaatuh!” sahut semuanya.
            “Innalillaahi wainna ilaihi raaji’un! Hadirin semuanya, baru saja kita menyaksikan penguburan seorang hamba Allah, Ajengan Usup bin Ahmad yang kita cintai. Ini adalah sebuah bukti nyata bagi kita semua, bahwa semua manusia akan mati dan masuk ke alam kubur. Maka putus sudah segala amalannya, kecuali ada tiga perkara. Yang pertama shadaqah jariah, kedua ilmu yang berguna, ketiga do’a anak yang shaleh.
           Hadirin sekalian, maka belajarlah dari orang yang telah kita kuburkan ini, kita semua akan mati dan masuk ke alam kubur. Kita akan dihidupkan kembali di alam kubur untuk mempertanggungjawabkan segala perbuatan kita di dunia. Sungguh celaka bagi orang-orang yang berdosa, karena siksa kubur sangat dahsyat serta mengerikan. Maka bagi orang-orang yang berpikir dan bisa mengambil pelajaran dari peristiwa kematian orang lain, segeralah bertobat. Dan berdo’alah sebanyak mungkin agar selamat dari siksa kubur.
   Demikian yang bisa saya sampaikan. Wassalaamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh!”
            “Wa’alaikum salam warahmatullaahi wabarakaatuh!”
            Semuanya kemudian meninggalkan pemakaman.
            Kabayan memapah Mak Sadiah ditemani oleh Pak Soleh.
            “Mak, sabar ya....”
           “Emak ridha Jang Kabayan. Tetapi Emak sekarang tidak punya siapa-siapa lagi,” kata Mak Sadiah pilu.
       “Mak, mulai sekarang anggap saya anak Emak, saya pun akan menganggap Mak Sadiah sebagai ibu saya.”
            “Terima kasih, Jang Kabayan.”
            Kabayan memapah Mak Sadiah sampai ke rumahnya.
            Beberapa orang warga menemani Mak Sadiah sambil menghibur wanita yang sudah tua itu agar tidak terlalu bersedih setelah ditinggalkan oleh suaminya untuk selama-lamanya.
***







Ustadz Kabayan
______________________________________

3       ALAM KUBUR


Sepulang dari acara penguburan Ajengan Usup, Kabayan nampak murung. Baru kali ini ia menguburkan orang yang meninggal, itu juga karena terpaksa karena tak ada yang bisa melakukan penguburan. Untung saja ia pernah melihat acara penguburan waktu Abahnya meninggal lima tahun yang lalu. Tapi bukan hal itu yang membuatnya murung. Ia membayangkan liang lahat yang tadi dimasukinya. Jika dirinya yang terbaring di liang lahat itu, lalu ditutup dengan papan yang rapat, selanjutnya diurug dengan tanah. Betapa sempitnya, dan betapa gelapnya tempat dirinya dibaringkan. Kemudian datanglah Malaikat Munkar dan Nakir yang menyeramkan. Berkata dengan suara yang keras seperti suara geledek.
“Selamat datang di alam kubur! Tempat persinggahan pertama dalam perjalanan menuju akherat! Bersiaplah menjawab pertanyaanku! Jika kamu bisa menjawabnya, kamu akan selamat! Jika kamu tidak bisa menjawabnya! Kuburan ini akan menjadi tempat siksaan bagimu!”
Kabayan tak sanggup membayangkannya. Tubuhnya menggigil. Keringat dingin merembes membasahi tubuhnya.
“Abi kenapa?”  istrinya   cemas   melihat keadaan Kabayan.
“Tidak apa-apa, Umi. Tolong ambilkan air putih,” kata Kabayan.
Istri Kabayan segera mengambilkan air untuk suaminya. Tak lama kemudian ia datang membawa segelas air lalu diserahkan kepada suaminya. Kabayan segera meminumnya. Ia kemudian tiduran di tengah rumah.

Alam kubur adalah alam yang menakutkan bagi orang-orang yang meyakini adanya siksa kubur. Kedahsyatan siksa kubur sungguh menggetarkan jantung dan membuat bulu kuduk merinding. Sayidina Umar r.a. setiap kali menziarahi kubur selalu menangis terisak-isak sehingga janggutnya basah dengan air mata. Seseorang bertanya kepada beliau, “Tuan tidak pernah menangis ketika mendengar berita-berita tentang surga dan neraka, tetapi mengapa Tuan menangis ketika menziarahi kuburan?”
Beliau menjawab, “Kubur adalah tempat persinggahan pertama dalam perjalanan menuju alam akherat. Barangsiapa selamat di tempat persinggahan pertama ini, maka persinggahan-persinggahan berikutnya akan mudah. Sebaliknya barangsiapa gagal di tempat persinggahan pertama ini, maka akan menerima berbagai kesulitan di persinggahan-persinggahan berikutnya.”
Selanjutnya beliau berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda, ‘Tidak pernah aku menyaksikan suatu kejadian yang lebih menakutkan daripada peristiwa yang terjadi di alam kubur’.”
Siti Aisyah r.a. meriwayatkan, “Setiap selesai shalat Rasulullah SAW selalu memohon perlindungan dari siksa kubur.”
Sabda Rasulullah, “Aku khawatir kamu tidak akan menguburkan mayat-mayat karena gentar dan takut jika aku berdo’a kepada Allah SWT supaya memperlihatkan kepada kalian keadaan azab kubur. Setiap makhluk pernah mendengar suara siksa kubur, kecuali manusia dan jin.”
Dalam sebuah hadits diceritakan, suatu waktu Rasulullah sedang berada dalam sebuah perjalanan, tiba-tiba Unta yang dikendarai beliau tidak mau melanjutkan perjalanan.
Seseorang bertanya, “Mengapa begini ya Rasulullah?”
Rasulullah menjawab, “Ada seseorang yang sedang disiksa di alam kuburnya, suara siksaan kubur itu terdengar oleh Unta ini, itulah yang menyebabkan ia takut dan tak mau berjalan melintasi tempat itu.”
Alam kubur adalah alam yang membatasi antara dunia dan akherat. Alam kubur adalah tempat persinggahan sementara sebelum kejadian kiamah. Di alam kubur, manusia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya selama hidup di dunia.
Jika seorang manusia mati dalam keadaan baik, maka tanah pekuburan akan memberikan sambutan yang menyenangkan.
 “Hai manusia, waktu di dunia kamu termasuk orang shaleh, giat beribadah, suka menolong, maka aku sangat sayang kepadamu. Sekarang kamu sudah masuk ke alam kubur, aku akan lebih sayang kepadamu.” Selanjutnya alam kubur menjadi luas, serta dihiasi dengan taman surga.
Jika seorang manusia mati dalam keadaan durhaka, maka tanah pekuburan akan memberikan sambutan yang bengis.
“Hai manusia, celakalah kamu! Kamu melupakan alam kubur. Apakah kamu tidak mengetahui kalau alam kubur itu adalah rumah yang penuh dengan fitnah!? Rumah yang gelap! Rumah untuk sendirian! Rumah yang penuh dengan cacing! Dahulu kamu kalau melewati pekuburan suka berbicara kasar! Tidak punya sopan santun! Aku dahulu benci kepadamu! Sekarang aku lebih benci kepadamu! Tunggu siksa kubur untuk dirimu!” Selanjutnya tanah kuburan menyeret jasad si mayat, digencet sampai tulang-tulangnya berbunyi, tulang rusuk yang kiri dan yang kanan beradu kemudian hancur berantakan. Tulang dan daging terpisah. Tulangnya bersatu, dagingnya menjadi santapan cacing, kalajengking, dan segala macam binatang di dalam tanah yang sudah dipersiapkan untuk menyiksa mayat orang durhaka.
Siksa kubur sangat berat bagi orang yang berdosa. Menurut keterangan, banyak yang disiksa di alam kubur karena tidak menjaga najisnya. Saat buang air kecil gegabah sehingga mengenai celana atau kain yang dipakainya. Atau setelah buang air kemaluannya tidak dicuci dengan benar sehingga mengotori celana yang dipakainya. Selain itu siksa kubur menimpa orang yang suka membicarakan keburukan orang lain (ghibah), iri, dengki, hasud, suka terlewat waktu shalat, suka melakukan perbuatan maksiat, serta dosa-dosa lainnya.
Kabayan tertidur pulas, tapi menjelang maghrib, tiba-tiba ia berteriak-teriak.
“Tolooong! Tolong Mak! Tolooong!”
Isteri Kabayan kaget dan segera membangun-kan suaminya.
“Ada apa Abi?”
“Mimpi... mimpi mau dikubur...” sahut Kabayan dengan napas terengah-engah. Tubuhnya dibasahi keringat.
***




Ustadz Kabayan
______________________________________

4    MUSHALA YANG SEPI


Mushala kecil peninggalan Ajengan Usup yang terletak di tengah kampung, kini sepi. Tak ada yang shalat berjama’ah karena tak ada imam shalatnya. Anak-anak yang ramai mengaji kalau malam hari selepas maghrib, kali ini tak terdengar lagi. Kematian Ajengan Usup mematikan kegiatan agama di kampung tersebut. Hal itu berlangsung beberapa hari. Ketika malam datang, suara sunyi senyap mencekam. Selepas maghrib tak ada orang yang keluar dari dalam rumah. Orang-orang yang biasa shalat di mushala ketika Ajengan Usup masih ada, sekarang lebih memilih shalat di rumah masing-masing. Sedangkan anak-anak yang biasa mengaji kepada Ajengan Usup, mereka tidak ngaji dan dengan senang hati duduk di depan televisi menonton film bersama orang tuanya.
            Kabayan merasa gelisah. Amanat Ajengan Usup sebelum meninggal terdengar dan terbayang olehnya. Ia dicengkram rasa bersalah membiarkan mushala itu menjadi sepi. Dalam kegelisahan yang menderanya  itu, Kabayan membuka Kitab Suci Al-Qur’an yang telah sekian lama berada di atas lemari dalam keadaan penuh debu. Ia bersihkan debu-debu yang menempel di bagian sampul kitab suci itu.
       Al-Qur’an   adalah   mukjizat   yang   disampaikan kepada Nabi akhir zaman Muhammad SAW. Di dalamnya banyak petunjuk, peringatan, ancaman, obat, sejarah, masa lalu, masa sekarang, masa depan, keindahan, keagungan, lautan ketenangan sekaligus undang-undang dari Allah. Sebuah al-kitab yang disucikan dan terjamin keasliannya hingga akhir zaman. Kalimat Al-Qur’an adalah kalimat yang paling mulia yang berasal dari langit Allah SWT melalui kekasih-Nya, Rasulullah Muhammad SAW. Setiap hurupnya diganjar sepuluh pahala bagi orang yang membacanya. Sebagai pelita di alam kubur yang gelap pekat dan menakutkan. Jika Al-Qur’an dibaca di sebuah rumah pada tengah malam, rumah itu akan bercahaya membumbung ke langit. Itu hanya dapat dilihat oleh para ahli hikmah, dan menjadi lentera antara langit dan bumi. Betapa ruginya manusia yang menyia-nyiakan Al-Qur’an.
     Hati manusia akan bergetar manakala Al-Qur’an dilantunkan dengan khusyu menyatukan pikiran dan hati untuk mengikuti ayat-ayat yang dibacanya. Apabila yang membacanya menghadirkan hati dan pikiran, air mata akan berderai membasahi kedua pipinya. Ruh berasal dari Lauh Mahfud dari sisi Tuhan, begitu pula Al-Qur’an. Jika keduanya bertemu dalam situasi yang bersih, pertemuan itu akan menjadi awal persahabatan. Persahabatan ruh kita dan Al-Qur’an akan berbuah kerinduan, maka tergeraklah hatinya untuk selalu ingin membaca Al-Qur’an. Bagaikan sepasang kekasih yang sedang dilanda rindu, maka sehari saja tak membaca Al-Qur’an, hatinya akan terasa hampa. Ia ingin selalu bertemu dengan Al-Qur’an    dan
membacanya.
Kitab (Al-Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa. (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka. Dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al-Quran) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat. Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung. (QS-Al-Baqarah : 2-5)
Dan Kami turunkan dari Al-Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al-Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang dzalim selain kerugian. (QS Al-Israa : 82)
Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran. (QS Shaad : 29)
Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu. (QS Al-Qiyaamah : 17-18)
Kabayan membuka kembali Surat Al-Fatihah dan surat-surat pendek. Ia membaca dan memperhatikan bacaannya agar tidak salah. Dalam hatinya telah tertanam sebuah tekad, ia akan melaksanakan amanat dari Ajengan Usup untuk mengelola mushala itu dan memakmurkannya. Tak apa-apa, saat ini ia hanya hapal Surat Al-Fatihah dan surat-surat pendek, tetapi mulai hari ini ia akan berusaha untuk menghapal ayat-ayat Al-Qur’an yang lebih banyak. Selama ini banyak waktunya yang terbuang, hanya dipakai untuk bersantai dan melamun, mengkhayalkan berbagai keinginan yang berfokus pada kesenangan duniawi. Andai saja pada waktu-waktu kosong itu dipakai untuk membaca Al-Qur’an dan menghapalkannya, tentu telah banyak ayat-ayat Al-Qur’an yang bisa ia hapalkan.
“Ya Allah. Ampuni aku atas kelalaianku selama ini, aku Si Kabayan yang bodoh dan lemah ini berjanji akan memulai lembaran hidup baru dalam kehidupan yang memiliki tujuan, bukan kehidupan dunia yang penuh tipu daya. Bukakan jiwa dan pikiranku untuk meraih ridha-Mu dengan membaca dan menghapal ayat-ayat-Mu yang suci.”
Rasulullah bersabda, “Sebaik-baiknya kamu adalah orang yang mempelajari Al-Qur’an dan yang mengajarkannya.”
Rasulullah bersabda, “Tidak boleh dengki, kecuali kepada dua orang; Orang yang diberi Al-Qur’an oleh Allah, kemudian ia membaca di pertengaham malam dan siang. Dan orang yang diberi harta, kemudian menginfakkannya di pertengahan malam dan siang.”
     Saikhul  Islam   Ibnu  Qoyim   berkata,  “Kan-dungan Al-Qur’an seluruhnya mengembalikan segala sesuatu kepada Allah Azza Wa Jalla. Kendali seluruh perkara ada di tangan-Nya, dan dari-Nya semua perkara berasal dan kepada-Nya berpulang. Dia bersemayam di singgasana kerajaan-Nya. Tidak ada sesuatu yang terkecil sekalipun di seluruh penjuru kerajaan-Nya yang samar bagi-Nya. Dia Maha Mengetahui jiwa hamba-Nya, melihat segala rahasia dan yang dhahir (tampak). Dia hanya sendirian mengatur kerajaan-Nya. Dia mendengar, melihat, memberi, menahan rezeki, mengganjar, menyiksa, memuliakan seseorang dan menghinakannya, mencipta dan menganugerahi rezeki, menghidupkan dan mematikan. Dia juga sendiri berkuasa dan memberi ketetapan, mengatur seluruh perkara baik yang kecil maupun yang besar, yang turun dari-Nya dan naik kepada-Nya. Tidak ada sesuatu benda pun bergerak kecuali dengan izin-Nya, dan tidak ada selembar daun pun yang jatuh terkulai melainkan diketahui-Nya.
            Perhatikanlah! Bagaimana engkau dapati Dia memuji diri-Nya, mengagungkan diri-Nya dan menasehati para hamba-Nya, menunjuk mereka kepada hal-hal yang membahagiakan dan menyenangkan mereka, dan menganjurkan mereka untuk mengakrabi-Nya. Dia mengingatkan para hamba-Nya dari hal-hal yang merugikan dan mencelakakan mereka. Kepada mereka Dia memperkenalkan nama-nama dan sifat-Nya serta menanamkan cinta dengan serba-serbi nikmat karunia-Nya dan dengan nikmat-Nya itu Dia mengingatkan dan memerintahkan mereka untuk melakukan hal-hal yang mendatangkan kesempurnaan bagi mereka, sedang Dia pun mengingatkan mereka akan azab-Nya yang pedih.
       Dia pun mengingatkan para hamba-Nya bahwa mereka akan meraih kemuliaan manakala mentaati-Nya dan akan mendapatkan kehinaan dan siksa apabila menentang-Nya. Dia memuji para kekasih dan pendukung-Nya dengan amal shaleh dan sifat-sifat baiknya, dan mencela musuh-musuh-Nya dengan amal buruk dan sifat-sifat buruknya. Dia memberikan tamsil dan perumpamaan, dan mengetengahkan  berbagai dalil dan argumentasi yang beragam, membantah tuduhan-tuduhan musuh-musuh-Nya dengan sebaik-baik bantahan, membenarkan yang benar dan mendustakan yang berdusta, bertutur hak dan munjuki jalan, mengajak ke negeri kedamaian dengan menyebutkan sejumlah sifat dan kesenangan yang ada di dalamnya, mengingatkan manusia akan kampung kecelakaan dengan aneka siksa dan keburukannya.
            Dia menyebutkan bahwa para hamba-Nya amat membutuhkan-Nya. Mereka tidak dapat hidup tanpa-Nya, sementara Dia tidak membutuhkan mereka dan tidak menghajatkan alam seluruhnya. Dia menyebutkan bahwa tidak ada seorang pun yang dapat meraih kebaikan, kecuali dengan rahmat dan karunia-Nya, sebagaimana tidak seorang pun yang mendapat suatu keburukan melainkan dengan keadilan dan kebijaksanaan-Nya. Teguran-Nya terhadap para kekasih-Nya dengan cara terlembut merupakan bukti atas firman-Nya, sementara Dia pun memaafkan kesalahan mereka, dan mengampuni dosa-dosanya di samping Dia pun memperbaiki kerusakan mereka, membela mereka dan menolongnya, menanggung kemaslahatan mereka, memenuhi janji dengen mereka, dan menyelamatkan mereka dari berbagai malapetaka dan kesusahan, Dialah majikan mereka yang sebenarnya dan menolong dari musuhnya, sebaik-baik penolong dan pendukung.
            Bila melalui Al-Qur’an hati melihat Raja Yang Maha Agung, Maha Pengasih, Maha Pemurah, Maha Indah, mengapa hati kita tidak mencintai-Nya? Tidak berlomba-lomba untuk mendekati-Nya, tidak mengorbankan jiwanya untuk meraih cinta-Nya dan menjadikan-Nya lebih ia cintai dari selain-Nya. Bila melalui Al-Qur’an melihat Sang Raja Yang Maha Agung, Maha Pengasih, Maha Indah, Maha Perkasa dan Maha Pemurah, mengapa enggan berdzikir untuk mengingat-Nya dan tidak menjadikan rindu dendam dan cinta kepada-Nya sebagai santapan dan obatnya yang jika semua ini hilang, maka ia akan gelisah dan binasa?”
***




Ustadz Kabayan
________________________________

5       USTADZ  BARU


Sore itu menjelang maghrib, nampak Kabayan sudah berangkat ke mushala. Ia memakai sarung, baju koko dan kopiah. Orang-orang yang melihatnya kaget.
            “Mau ke mana Jang Kabayan?” kata Pak Soleh.
            “Mau ke mushala, Pak Soleh. Ayo bareng!”
            Pak Soleh nampak girang.
            “Iya tunggu sebentar, Jang Kabayan!”
        Pak Soleh masuk ke rumahnya. Ia mengambil sarung dan kopiah, kemudian mengikuti Kabayan menuju ke mushala.
“Jang Kabayan, sebenarnya dari kemarin Bapak ingin ke mushala, tapi tidak ada teman, lagian tidak ada imam shalat. Apakah Jang Kabayan sudah siap menjadi imam?” tanya Pak Soleh.
“Pak Soleh saja yang jadi imam.”
“Ah, lebih baik balik lagi ke rumah daripada disuruh jadi imam,” kata Pak Soleh.
“Jangan. Insya Allah, saya siap menjadi imam. Saya bukannya bisa, tetapi kalau mushala itu dibiarkan sepi, mau bagaimana syi’ar agama Islam di kampung kita?”
“Betul begitu. Siapa lagi yang akan meneruskan jejak almarhum Ajengan Usup di kampung ini kalau bukan kamu? Kan kamu satu-satunya orang yang pernah masuk pesantren.”
“Pesantren kilat bulan ramadhan di tingkat desa, itu juga tidak tamat,” timpal Kabayan.
 Beberapa orang yang biasa shalat di mushala nampak heran melihat mereka berdua.
            “Mau kemana?” tanya Pak Odih.
            “Ke mushala,” sahut Kabayan.
            “Memang ada imam?”
            “Ada ustadz baru,” sahut Pak Soleh.
            “Siapa?” Pak Odih penasaran.
            “Lihat saja nanti. Ditunggu di mushala!” kata Pak Soleh.
           Sesampainya di mushala, masih ada waktu sepuluh menit menjelang adzan maghrib. Kabayan mengambil sebuah Al-Qur’an, kemudian ia membacanya dengan suara sengau dan sumbang. Sementara Pak Soleh berdzikir.
            Beberapa saat kemudian beberapa orang datang ke mushala. Salahsatunya Pak Odih. Ia heran karena tidak melihat ustad baru seperti yang disebutkan oleh Pak Soleh.
            “Mana ustadznya?” tanya Pak Odih kepada Pak Soleh.
         “Itu ustadnya, Ustadz Kabayan,” Pak Soleh menunjuk Kabayan yang berada di depan.
            “Wah, kirain siapa?” Pak Odih mencubit Pak Soleh.
            “Kalau mau, Pak Odih saja yang jadi ustadz menggantikan almarhum.”
            “Aku bisa apa?”
            “Tua-tua gak bisa apa-apa!” ledek Pak Soleh.
            “Sama dengan kamu!”
            Keduanya malah bercanda saling ledek.
            Saat adzan tiba.
            “Aku yang adzan, kamu bagian iqamah,” kata Pak Soleh kepada Pak Odih.
            “Siap!” sahut Pak Odih.
         Pak Soleh kemudian adzan. Suaranya cukup lumayan karena selama ini ia yang paling sering adzan di mushala.
            Selesai adzan, giliran Pak Odih berdiri untuk iqamah.
            “Allaahu Akbar,  Allaahu Akbar. Hayya ‘alash shalah, hayya ‘alal falah....”
            “Salah!” teriak Pak Soleh.
            Pak Odih berhenti.
            “Asyhadu alla ilaaha illallah kelewat!” kata Pak Soleh.
            Pak Odih mengulangi iqamahnya.
            “Allaahu Akbar, Allaahu Akbar
            Asyhadu allaa ilaaha illallah
            Wa asyhadu anna Muhammadar Rasuulullah
            Hayya ‘alash shalah
            Hayya ‘alal falah
            Qadqaamatish shalah, qadqaamatish shalah
            Allaahu Akbar, Allaahu Akbar
            Laa ilaaha illallah
 Kali ini benar.
            “Siapa yang mau menjadi imam?” tanya Kabayan.
            Semuanya berpandangan.
         “Kalau menurut keterangan, harus yang fasehat bacaannya. Kalau tidak ada, pilih yang paling tua.”
            Pak Odih dan Pak Soleh saling tunjuk.
         “Sudah saja kamu, Kabayan. Kamu kan pernah jadi imam shalat mayat,” kata Pak Soleh.
            “Iya,” yang lain setuju.
            “Baiklah, biar saya yang jadi imam, ayo rapikan jajarannya!”
            Pak Soleh membetot sarung Pak Odih karena berdiri terlalu depan. Hampir saja Pak Odih terjengkang. Dasar mereka suka bercanda.
            Kabayan sesaat membaca surat an-Nas dalam hati. Kemudian memulai shalatnya.
            “Allaahu Akbar!” Kabayan mengucapkan takbiratul ihram.
            “Allaahu Akbar!” Para makmum mengikuti.
       Hati Kabayan berdebar-debar. Ini adalah pertama kalinya ia jadi imam shalat. Tubuhnya gemetar, keringat bercucuran. Ia takut bacaannya ada yang salah. Atau lupa jumlah raka’atnya. Kabayan merasa shalat pertamanya sebagai imam tidak khusyu karena banyak ketakutan. Semoga Allah memaaf-kannya.
            Alhamdulillah, akhirnya Kabayan selesai melaksanakan tugasnya sebagai imam. Ia kemudian memimpin dzikir seperti yang sering dilakukan oleh almarhum Ajengan Usup. Setelah selesai berdzikir lantas ditutup dengan do’a sapu jagat. Rabbana aatina piddunya hasanah. Wafil aakhirati hasanah waqina adzaabannar.
Dilanjutkan dengan acara salaman.
            “Maaf Jang Kabayan,” ucap Pak Soleh.
            “Ada apa, Pak?” tanya Kabayan.
          “Tadi raka’at kedua Jang Kabayan lupa membaca Fatihah. Pas bangun sujud langsung membaca qulhu.”
            Kabayan tersentak, “Masa? Perasaan sudah benar.”
     “Iya Jang Kabayan, Fatihahnya tidak ada. Saya mau bilang amin tapi gak ada waladhdhallinnya,” kata Pak Odih.
            “Aduh!  Kita  harus  bagaimana?  Ulangi  lagi  shalatnya?” tanya Kabayan kepada Pak Soleh.
            “Namanya juga baru belajar, sudah saja gak usah diulang. Yang penting nanti shalat Isya jangan kehilangan Fatihah lagi,” kata Pak Soleh.
            “Nanti lagi kalau saya salah sebagai imam shalat, Bapak harus bilang Subhanalloh! Biar saya tahu kesalahan saya,” kata Kabayan.
            “Iyaaa!” sahut semuanya.
            Kabayan merasa tenang.
Menunggu shalat Isya, mereka semuanya ngobrol tentang masalah pengelolaan mushala.
       “Seminggu sebelum Ajengan Usup meninggal, saya dipanggil ke rumahnya. Ia memberi amanat kepada saya untuk mengelola mushala ini, menjadi imam shalat, mengajar anak-anak mengaji, dan berceramah saat pengajian mingguan. Terus terang, saya merasa belum pantas memegang amanat yang berat itu. Saya merasa bodoh dan lemah. Sebaiknya ada dari Bapak-bapak yang  bersedia  menjalankan  amanat  dari Ajengan Usup,” kata Kabayan.
            Semuanya menyimak perkataan Kabayan.
“Bagaimana menurut pendapat Bapak-bapak?” tanya Kabayan.
“Begini   Jang  Kabayan.   Almarhum   Ajengan Usup itu walaupun baru beberapa tahun di kampung kita, tapi dialah yang membangkitkan kegiatan agama di sini. Dulu kampung ini kampung brengsek. Para pencuri, pemabuk dan pelacur tinggal di kampung ini. Setelah almarhum Ajengan Usup diam di sini, kami yang awam soal agama, sedikit demi sedikit dibimbing olehnya sehingga terbukalah mata lahir dan bathin kami kepada cahaya kebenaran. Kami belajar shalat dan mengaji dari beliau. Kini beliau tidak ada, kami sangat kehilangan dan tidak tahu harus berbuat apa. Katamu tadi, beliau mengamanatkan tugasnya kepadamu sebelum meninggal, kami senang. Pasti beliau tidak sembarangan menunjukmu melanjutkan tugasnya. Pasti beliau sudah mempertimbangkannya dengan masak, hasil dari pemikiran dan kehendak hati nuraninya. Menurut kami pun tak ada lagi yang bisa diharapkan memimpin kami dalam bidang agama selain kamu. Kami sangat setuju kamu melanjutkan tugas almarhum Ajengan Usup,” ujar Pak Soleh panjang lebar.
            “Bagaimana Pak Odih?” Kabayan memandang Pak Odih.
            “Sama dengan apa yang dikatakan Pak Soleh,” sahut Pak Odih.
            “Sama apanya? Ayo ngomong yang benar? Sudah aki-aki ngomongnya ngikut saja ke orang lain!” sentak Pak Soleh.
            “Setuju! Ngapain ngomong banyak-banyak! Sudah kehabisan sama kamu!” kata Pak Odih.
            “Setuju apa?”
            “Setuju mushala ini dibangun, begitu kan?”
           “Dasar aki-aki ngamprud! Kayak yang benar saja mendengarkan! Giliran ditanya gak nyambung!” Pak Soleh meledek habis-habisan. Yang diledek cuma nyengir.
            “Mulai malam besok, umumkan ke seluruh warga, anak-anak harus mengaji kembali ke mushala,” kata Kabayan.
            “Siap Jang Kabayan,” sahut Pak Sholeh.
       Tibalah saatnya shalat Isya. Pak Soleh kembali adzan. Pak Odih bagian iqamah. Kemudian mereka shalat Isya dipimpin oleh Kabayan. Alhamdulillah, kali ini tak ada kehilangan Fatihah
***




Ustadz Kabayan
______________________________________

6       TABIR DZIKIR


Biasanya Kabayan bangun pagi  jam lima atau setengah enam. Tapi setelah ia merasa sanggup menerima amanat dari almarhum Ajengan Usup, ia bangun jam empat dini hari. Ia sekarang punya tanggung jawab sebagai imam shalat di mushala.
Ya Allah, betapa berat tugas seorang pengemban amanah. Betapa berat tugas seorang imam. Pada saat orang lain masih terlelap dalam tidur, ia harus bangun dan membuang kantuk. Selama ini ia menganggap biasa-biasa saja kepada seorang imam. Ternyata pekerjaan mereka sangat berat. Seorang warga biasa tak akan dicemooh jika bangun pagi kesiangan. Tetapi jika seorang imam mesjid bangun kesiangan, ia pasti dihujat oleh masyarakat, ia pasti menjadi bahan olok-olok dan cemoohan masyarakat banyak. Bahkan orang yang tidak shalat shubuh biasanya paling keras mencemooh.
         Kabayan menghirup udara segar dini hari, oh sungguh nikmat pertama yang diberikan oleh Allah di awal hari itu. Ia mencuci muka dan langsung berwudhu, kemudian pergi ke mushala. Ia melaksanakan shalat tahajud dua raka’at, selanjutnya membuka Al-Qur’an dan membacanya. Di balik rasa ngantuk ia mendapatkan nikmat yang luar biasa.
            Menjelang adzan Shubuh Pak Soleh datang. Ia kemudian adzan. Saat sedang adzan datang Pak Odih. Hingga selesai adzan, tak ada lagi yang datang ke mushola. Selesai shalat rawatib qobla Shubuh, hanya mereka bertiga yang ada di mushala. Shalat Shubuh memang banyak godaannya. Pak Odih kemudian iqamah. Lalu mereka melaksanakan shalat Shubuh bertiga. Selesai shalat Shubuh dilanjutkan dengan dzikir.
Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku. (QS Al-Baqarah : 152)
Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi. (QS Al-Munaafiqun : 9)
(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. (QS Ar-Rad : 28)
Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun. (QS Al-Israa : 44)
Dan bertasbihlah kepada-Nya pada beberapa saat di malam hari dan di waktu terbenam bintang-bintang (di waktu fajar).(QS Ath-Thur : 49)
Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya pada waktu pagi dan petang. (QS Al-Ahzab : 41-42).
Rasulullah bersabda, “Seorang  yang  paling  utama di sisi Allah adalah orang yang senantiasa berdzikir kepada Allah.”
Rasulullah bersabda, “Perumpamaan manusia yang berdzikir dan tidak berdzikir seperti orang yang hidup dan orang mati.”
           Para pendahulu yang shaleh melaksanakan ibadah dzikir sesuai dengan firman Allah menafsirkan ungkapan berdzikir pada waktu pagi adalah setelah shalat Shubuh hingga tiba waktu shalat dhuha, sedangkan ungkapan berdzikir pada waktu petang ditafsirkan dan dilaksanakan  setelah shalat Ashar sampai dengan waktu Maghrib tiba.
Betapa lapang dan tenang jiwa orang-orang yang berdzikir. Tidak ada rasa takut, kecuali takut kepada Allah. Ia sangat berani dalam tindakan maupun perkataannya.
Bagi orang-orang yang berfikir  tentu akan bertanya mengapa Allah SWT menyuruh berdzikir pada waktu pagi dan petang?
            Rasulullah bersaba, ”Para malaikat senantiasa bergiliran (mengawasi kalian) yaitu para malaikat yang ada di siang hari dan para malaikat yang ada di malam hari. Mereka semua berkumpul pada waktu shalat Shubuh dan shalat Ashar. Kemudian para malaikat yang berada di tengah-tengah kalian akan naik. Mereka akan ditanya oleh Allah. Sedangkan Allah dzat yang lebih mengetahui.”
            Allah berfirman,  “Bagaimanakah kalian meninggalkan hamba-hambaku?”
            Mereka menjawab, “Kami meninggalkan mereka
semua dalam keadaan shalat, dan kami mendatangi mereka juga dalam keadaan shalat.”
            Kedudukan seorang manusia  yang berdzikir kepada Allah sangatlah tinggi. Allah akan memberikan kemuliaan kepada mereka.
            Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Allah memiliki beberapa malaikat yang berkeliling di jalan-jalan. Para malaikat tersebut mencari orang-orang ahli dzikir. Apabila mereka telah menemukan sekelompok kaum yang berdzikir kepada Allah, maka mereka saling menyeru, ‘Kemarilah! Sebutkan apa kebutuhan kalian!’
            Lantas para malaikat itu mengelilingkan sayapnya ke langit dunia. Kemudian mereka ditanya oleh Allah, sedangkan Allah sendiri sebenarnya lebih tahu daripada mereka, ‘Apa yang diakatakan hamba-hambaku?’
            ‘Mereka mensucikan-Mu, membesarkan-Mu, memuji-Mu, dan mengagungkan-Mu.’
            ‘Apakah mereka bisa melihat Aku?’
            ‘Tidak, demi Allah, mereka tidak bisa melihat-Mu.’
            ‘Bagaimana seandainya mereka bisa melihatku?’
            ‘Seandainya mereka bisa melihat-Mu, pasti mereka lebih giat beribadah, lebih bersemangat untuk mengagungkan dan memuliakan-Mu, serta lebih banyak lagi membaca tasbih.’
            ‘Apa yang mereka minta dariku?’
            ‘Mereka meminta syurga kepada-Mu.’
            ‘Apakah mereka pernah melihat syurga?’
            ‘Tidak, demi Allah mereka belum pernah melihat syurga wahai Tuhan-Ku.’
            ‘Bagaimana seandainya mereka telah melihat syurga?’
            ‘Seandainya mereka telah melihat syurga, pasti mereka lebih merindukan syurga, lebih kuat keinginannya, dan lebih besar lagi kecintaannya.’ (terhadap tempat keabadian tersebut).
            ‘Mereka meminta perlindungan dari apa?’
            ‘Dari neraka.’
            ‘Apakah mereka pernah melihat neraka?’
            ‘Tidak, demi Allah mereka belum pernah melihat neraka wahai Tuhanku.’
            ‘Bagaimana seandainya mereka telah melihat neraka?’
            ‘Seandainya mereka telah melihat neraka, pasti mereka semakin lari darinya dan lebih takut kepadanya.’
           ‘Aku bersaksi di hadapan kalian bahwa sesungguhnya Aku telah mengampuni mereka semua.’
        ‘Di antara mereka ada Si Fulan yang tidak termasuk dalam golongan ahli dzikir. Sesungguhnya dia hanya datang untuk sebuah keperluan (pribadi).’
            ‘Mereka semua itu adalah orang-orang yang duduk (di dalam majelis dzikir). Tidak ada seorang pun yang duduk bersama-sama dengan mereka yang akan celaka.’
            Berdzikir, meminta dan memohon dengan berbaik sangka kepada Allah, sungguh merupakan perbuatan yang luar biasa. Rasulullah bersabda, “Allah Ta’ala berfirman, ‘(Putusan yang) Aku (tetapkan adalah) tergantung kepada sangkaan hamba-Ku kepada-Ku. Dan aku bersamanya apabila ia mengingat-Ku. Jika dia mengingat-Ku di dalam hatinya, maka Aku mengingat dia di dalam hati-Ku. Dan jika dia mengingat-Ku dalam suatu majelis, maka aku mengingat dia di dalam majelis yang lebih baik dari mereka (Yaitu majelis para malaikat yang ma’shum dan tanpa dosa). Jika dia mendekati-Ku sehasta, maka aku mendekatinya sedepa, dan jika dia mendekatiku dengan berjalan, maka Aku akan mendekatinya dengan berlari’.”
            Sungguh Allah Melipatgandakan balasannya.
        Ibnu Qayyim meyakinkan tentang tabir dzikir, “Sekiranya umat manusia di pagi dan petangnya disibukkan dengan berdzikir kepada Allah, sungguh segala kebutuhannya akan terpenuhi.”
***






Ustadz Kabayan
___________________________________

7    MENGHAPAL AL-QUR’AN


Mushala penuh oleh orang tua yang mau melaksanakan shalat maghrib dan anak-anak yang mau mengaji. Selesai shalat maghrib dan wiridan, Kabayan mengajar anak-anak mengaji Al-Qur’an. Ada dua puluh orang anak yang mengaji, besar kecil, laki-laki dan perempuan. Ada yang baru mengenal hurup, ada yang sudah bisa membaca tapi belum lancar, ada juga yang sudah agak lancar. Kabayan mengajari mereka dengan hati senang dan ikhlas.
          Sabda rasulullah Muhammad SAW, “Sebaik-baik di antaramu yaitu orang yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya.”
            Pak Soleh dan Pak Odih walau tidak ikut mengaji, mereka ikut mendengarkan anak-anak yang sedang mengaji. Kata almarhum Ajengan Usup, mendengarkan orang yang sedang membacakan ayat-ayat Al-Qur’an juga termasuk ibadah.
            Setelah selesai acara mengaji Al-Qur’an, Kabayan kemudian memberikan tausiyah kepada anak-anak didiknya.
            “Assalaamu’alaikum warahmatullaahi  wabarakaatuh.”
“Wa’alaikum  salam    warahmatullaahi  wabarakaatuh!” sahut anak-anak semuanya. Pak Soleh dan  Pak Odih ikut menjawab.
            “Anak-anakku yang baik dan shaleh, alhamdulillah kita bisa berkumpul di mushala ini untuk belajar mengaji bersama-sama. Setelah beberapa hari kalian tidak mengaji karena guru kita Ajengan Usup telah dipanggil menghadap Allah SWT, semoga amal ibadah beliau diterima oleh Allah SWT dan diampuni segala dosanya, berada di alam kubur dalam karunia dan nikmat seperti yang telah dijanjikan oleh Allah SWT kepada orang-orang shaleh. Amiin.”
            “Amiiinn!” sahut semuanya.
        “Anak-anakku yang baik, mulai malam ini kalian akan belajar mengaji di bawah bimbingan ustadz paling terkenal sedunia, Ustadz Kabayan.”
            Anak-anak tertawa-tawa. Pak Soleh dan Pak Odih ikut tertawa.
         “Kalian jangan ragukan kemampuan Ustadz Kabayan, keluaran pesantren kilat tingkat desa selama dua puluh lima hari, tetapi hanya kuat lima belas hari karena tergoda main layang-layang.”
            Anak-anak kembali tertawa-tawa. Pak Soleh dan Pak Odih kembali tertawa.
            “Pernah mengikuti kejuaran menghapal Al-Qur’an surat-surat pendek tingkat RW. Alhamdulillah dapat juara pertama. Kalian tahu kenapa aku bisa juara?” tanya Kabayan.
            “Karena Pak Ustadz Kabayan pintar!” sahut Jang Komar.
            “Karena tajwiznya paling bagus!” kata Jang Dudung.
            “Karena   suaranya   paling   bagus!”   kata   Jang Asep.
         “Bukan! Kalian salah. Aku bisa juara tingkat RW karena aku satu-satunya peserta yang ikut lomba!”
          Anak-anak tertawa-tawa lucu. Pak Soleh dan Pak Odih kali ini tertawa tergelak-gelak.
            “Silahkan tertawa dulu. Kita berada di sebuah negara yang bebas tertawa. Di negara Korea Utara, orang yang tertawa dijatuhi hukuman mati,” kata Kabayan.
            “Kenapa Pak Ustadz?” tanya Pak Soleh.
            “Karena ia tertawa di depan tiang gantungan saat mau dihukum mati.”
         “Wah, itu karena kesalahannya bukan karena tertawa,” kata Pak Soleh sambil nyengir.
     “Baik kita lanjutkan. Anak-anak yang baik dan shaleh, menuntut ilmu itu wajib hukumnya, dari mulai digendong ibu sampai ke liang lahat. Dari mulai kita bisa bicara sampai kita sulit bicara karena sesak napas mau mati. Bukan cuma kalian, Pak Soleh dan Pak Odih juga masih punya kewajiban menuntut ilmu. Pak Soleh bisa kan membaca Al-Qur’an?” tanya Kabayan.
            “Alhamdulillah bisa sedikit-sedikit,” sahut Pak Soleh.
            “Sudah tamat Al-Qur’an berapa kali?”
            “Belum pernah tamat, bolak-balik saja di Surat Al-Baqarah,” sahut Pak Soleh.
            “Berapa surat yang sudah hapal?”
            “Al-Fatihah, Al-Ikhlas, Al-Falaq dan An-Nas,” sahut Pak Soleh.
           “Masih ada waktu untuk menghapal surat-surat yang lain sebelum dijemput Malakal Maut. Sanggup kan  Pak  Soleh   menambah   hapalan  surat-surat  yang lain?”
            “Insya Allah, Jang Ustadz,” sahut Pak Soleh.
            “Mulai nanti Shubuh, Pak Soleh menghapal surat-surat yang lain. Ada  waktu  yang bisa dimanfaatkan setelah  wiridan  sampai jam enam pagi sebelum pergi bekerja.”
            Pak Soleh mengangguk.
            “Pak Odih bisa membaca Al-Qur’an?” Kabayan berpaling pada Pak Odih.
            “Tidak bisa, Jang Ustadz,” sahut Pak Odih.
            “Mau bisa?”
        “Mau, tapi malu sama-orang-orang. Masa sudah aki-aki baru belajar hurup Al-Qur’an,” kata Pak Odih.
            “Buang rasa malu. Di alam kubur nanti, jika Pak Odih suka membaca Al-Qur’an dan hapal sedikit saja ayat Al-Qur’an, maka di dalam kuburan yang gelap pekat itu akan diterangi sedikit cahaya. Sekarang saya mau tanya, nanti di alam kubur mau gelap-gelapan atau diterangi cahaya?”
            “Ingin diterangi cahaya,” sahut Pak Odih.
            “Maka belajarlah Al-Qur’an dan menghapalnya. Masih ada waktu untuk belajar sebelum dijemput oleh Malakal Maut. Kira-kira  mau berapa minggu lagi Pak Odih hidup di alam dunia?”
            “Wah, inginnya masih lama,” sahut pak Odih.
            Semuanya tertawa cekikikan.
            “Tuh kan, hidupnya masih ingin lama. Kalau saja Pak Odih bisa hidup sampai lima tahun lagi, dalam lima tahun itu banyak sekali yang bisa dilakukan. Jika dalam waktu itu dipakai oleh Pak Odih untuk belajar Al-Qur’an dan menghapalnya, entah berapa puluh surat dan berapa ratus ayat yang bisa dihapal. Dijamin Pak Odih tidak akan mengalami kegelapan di alam kubur. Siap belajar Al-Qur’an?”
            “Insya Allah, Jang Ustadz.”
            “Sekarang berapa surat yang hapal?”
            “Surat Al-Fatihah,” sahut Pak odih.
            “Surat Al-Ikhlas hapal?”
            “Tidak hapal, kalau qulhu hapal.”
            Semuanya tersenyum. Pak Odih tidak tahu kalau qulhu itu sama dengan Surat Al-Ikhlas.
            “Qulhu itu adalah Surat Al-Ikhlas. Baiklah, mulai besok Shubuh Pak Odih belalajar Al-Qur’an bersama saya. Jangan merasa malu. Apakah Pak Odih siap?”
            “Siap, Jang Ustadz.”
            “Anak-anakku yang baik dan shaleh, Rasulullah bersabda, ‘Tidaklah berkumpul suatu kelompok di suatu rumah dari rumah-rumah Allah, mereka membaca Kitab Allah dan mempelajarinya sesama mereka, melainkan akan turunlah ketenangan kepada mereka, akan diliputi oleh rahmat Allah dan dilindungi oleh malaikat dan akan disebut oleh Allah dalam lingkungan orang di sekelilingnya.’
            Di Mushola ini kita akan belajar dan menghapal Al-Qur’an bersama. Kita ramaikan mushala kecil ini dengan ayat-ayat Allah. Siapa pun yang memuliakan ayat-ayat Allah, maka Allah akan memuliakannya.
Kita jadikan mushala ini tempat kita menuntut ilmu dan mencari ridha Allah. Suatu saat nanti mushala ini akan kita rubah menjadi sebuah mesjid yang besar dan penuh dengan manusia yang bertaqwa kepada Allah, yaitu orang-orang ta’at kepada perintah Allah dan menjauhi semua larangan-Nya. Dan dari mesjid ini akan muncul orang-orang shaleh yang akan berjalan-jalan menyebarkan agama Allah ke seluruh permukaan bumi. Inilah amanat dari almarhum Ajengan Usup sebelum meninggal. Semoga kita bisa mewujudkan-nya.”
            “Amiiinn!” sahut semuanya dengan khidmat.
            “Demikian yang bisa kusampaikan saat ini, semoga ada manfaatnya bagi kita semua. Beberapa saat lagi kita akan melakukan shalat Isya bersama. Yang batal wudhunya silahkan berwudhu kembali. Wassalaamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh!”
            “Wa’alaikum salam warahmatullaahi wabarakaatuh!”
***




Ustadz Kabayan
______________________________________

8     MENUNDA-NUNDA
                      PERBUATAN BAIK


Malam itu malam Jum’at, saatnya acara pengajian mingguan di mushala. Berbeda dengan malam-malam biasa, kali ini mushala lebih banyak pengunjungnya. Selain Pak Soleh dan Pak Odih serta anak-anak yang biasa mengaji, warga yang lain juga ikut datang ke mushala. Setengah mushala nampak terisi oleh bapak-bapak dan anak-anak. Ada juga beberapa orang ibu-ibu yang sengaja datang sambil membawakan makanan dan minuman.
            Setelah shalat Isya, acara pengajian dimulai.
Kabayan menyuruh Pak Soleh untuk memberikan sambutan.
Pak Soleh kaget, tapi kemudian ia menyiapkan diri.
      “Assalaamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh!” Pak Soleh menyampaikan salam.
            “Wa’alaikum salam warahmatullaahi wabarakaatuh!” sahut semuanya.
     “Hamdan wasyukran lillah. Allahumma shalli ‘alaa muhammad, wa’alaa aalihi washahbihi wasallam. Amma ba’du. Hadirin yang dimulyakan Allah, alhamdulillah kita bisa berkumpul kembali dalam acara pengajian mingguan. Sebelumnya saya ingatkan kepada ibu-ibu yang lupa mematikan kompor atau mening-galkan dapur dalam keadaan sedang memasak, tolong dimatikan dahulu agar tidak terjadi kebakaran.”
            “Aduh!” Ma Isah tiba-tiba terperanjat. Ia segera pergi meninggalkan mushola.
            “Ada apa, Mak?” tanya yang lain.
            “Lupa belum mematikan listrik di wc, biar irit bayar listrik,” sahut Mak Isah.
            “Hadirin yang dimulyakan Allah, kita berkumpul di sini untuk mengikuti pengajian mingguan. Sebelumnya mari kita bacakan do’a untuk almarhum Ajengan Usup. Semoga beliau diterima di sisi Allah SWT. Mari kita bacakan surat Al-Fatihah bersama-sama. Alfaatihah....”
            Semuanya membacakan surat Al-Fatihah bersama-sama.
        “Selanjutnya, saya serahkan acara pengajian ini kepada Ustadz Kabayan, mari kita dengarkan apa yang akan disampaikan olehnya. Wassalaamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh!”
            “Wa’alaikum salam warahmatullaahi waba-rakaatuh!”
         “Terima kasih, Pak Soleh,” kata Kabayan. Ia kemudian bersiap-siap untuk berceramah.
           “Bismillaahirrahmaanirrahiim. Assalaamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh!”
            “Wa’alaikum salam warahmatullaahi wabarakaatuh!” sahut semuanya.
      “Buah waluh malam-malam dibelah dengan kapak. Duh salamnya alhamdulillah dijawab dengan kompak!”
            Belum apa-apa penghuni mushala sudah tertawa.
            “Alhamdulillah, hari ini kita masih bisa tertawa. Padahal di belahan bumi yang lain, saat ini banyak orang yang menangis sedih. Ada yang kehilangan ayahnya karena mati dalam peperangan, ada yang kehilangan ibunya karena diculik dan dibunuh penjahat perang, ada yang kehilangan anaknya karena terkena bom, ada yang kehilangan anggota keluarganya karena jahatnya perang yang melanda negara-negara mereka. Ada juga yang menangis karena kelaparan, ada juga yang menangis karena terkena bencana alam, kebakaran, banjir, gempa, dan bencana-bencana lainnya.
Mari kita bersyukur kepada Allah atas segala nikmat yang kita terima dan rasakan saat ini. Hari ini tubuh kita sedang sehat, tidak sedang sakit di pembaringan atau berada di rumah sakit, hari ini kita masih bisa makan dan memberi nafkah kepada keluarga kita dengen rezeki yang halal, hasil keringat kita sendiri bukan hasil mencuri atau korupsi. Bencana bagi kita di dunia dan akherat bagi orang yang makan dari makanan yang tidak halal. Bisa saja selamat di dunia, tapi akherat nanti tubuh kita yang dipenuhi dengan makanan haram akan membengkak hingga sampai ke tanah lalu dia harus berjalan dengan menyeret perutnya sendiri. Hari ini kita masih diberi umur yang panjang, padahal setiap hari di belahan bumi ini banyak orang yang dicabut umurnya oleh malakal maut. Dua minggu yang lalu guru kita almarhum Ajengan Usup harus menghadap Allah SWT tanpa terduga oleh semuanya. Beliau sedang dalam keadaan sehat. Semoga Allah menempatkannya di alam kubur yang indah dan menyenangkan sesuai janji-Nya kepada orang-orang Shaleh. Amiiin!”
            “Amiiin!” sahut semuanya.
      “Hari ini kita masih diberi nikmat keamanan dan kedamaian di kampung kita, umumnya di negara kita. Tidak ada kerusuhan, tidak ada perang, sehingga masyarakat menikmati hidup yang aman dan damai. Mari kita bersyukur untuk semua kenikmatan itu. Janji Allah sesuai dengan yang tertera dalam Kitab Suci Al-Qur’an, ‘Bersyukurlah kalian kepada-Ku, maka akan kutambah nikmatmu. Tapi jika kalian tidak mensyukuri nikmat-Ku atau kufur, tunggulah azab dari-Ku yang sangat pedih!”
            Semua penghuni mushala mengangguk-angguk.
            “Pak Odih kenapa mengangguk-angguk? Ngerti atau ngantuk?”
            “Ngerti!” sahut Pak Odih.
            “Apanya yang ngerti?”
            “Kita harus bersyukur!”
            “Benar sekali. Seratus buat Pak odih!”
            Penghuni mushala tertawa.
            “Lalu bagaimanakah cara mensyukuri nikmat yang telah diberikan oleh Allah SWT kepada kita? Caranya adalah dengan bertaqwa kepada Allah, menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala yang dilarang oleh-Nya. Perintah Allah ada yang berhubungan dengan Allah langsung atau disebut hablumminallah, seperti ibadah shalat, zakat, puasa, dan naik haji. Ada juga yang berhubungan dengan sesama manusia atau disebut hablumminannas seperti memberi makan fakir miskin, menyantuni anak yatim, membantu setiap orang yang membutuhkan sesuai dengan kemampuan kita. Kemudian menjauhi segala yang dilarang oleh-Nya seperti mencuri, berjudi, berzina, mabuk-mabukan, memakan harta riba, memakan daging babi, dan segala sesuatu yang dilarang sesuai ketetapan dari Allah. Apakah Bapak dan Ibu semuanya siap bersyukur?”
            “Siaaapp!” sahut semuanya.
            “Nanti dulu,  ini siap  di  mulut  saja  atau  dengan hati?”
            Orang-orang nampak bingung.
           “Kebanyakan manusia siap di mulut tetapi hatinya merasa ragu. Hatinya tidak punya keinginan yang kuat untuk melaksanakan aturan Allah. Maka manusia seperti itu akan selalu menunda-nunda perbuatan baik, dan menunda-nunda untuk bertobat. Rasulullah     Muhammad SAW memperingatkan : ‘Sungguh, pasti celaka orang-orang yang selalu akan berada dalam kebaikan.’
            Sekarang saya ingin bertanya sekali lagi, apakah Bapak-bapak dan Ibu-ibu semuanya siap bersyukur?”
            “Siaaapp!” sahut semuanya.
            “Siap di mulut dan di dalam hati?”
            “Siaaapp!”
            “Alhamdulillah. Jika demikian, semua penduduk di kampung ini akan berada dalam baraqah dan ridho Allah SWT, akan dicukupi segala kebutuhannya oleh Allah SWT yang Maha Kaya.”
            “Amiiinn!”
            “Karena Bapak-bapak dan Ibu-ibu  sudah  siap  bersyukur di mulut dan  di  dalam hati,  nanti Shubuh,  mushala ini akan penuh oleh Bapak-bapak yang melaksanakan shalat berjama’ah. Dan Ibu-ibu akan melaksanakan shalat Shubuh di rumah, kemudian menyiapkan kopi susu atau teh hangat menyambut suaminya pulang dari mushala,” ujar Kabayan.
            Sesaat mushala bergemuruh
            “Berani bicara, harus berani bertanggung jawab!” tegas Kabayan.
            Ibu-ibu dan anak-anak tertawa cekikikan.
            “Warga Kampung Cinta yang paling baik sedunia....”
            Kembali semuanya tertawa.
            “Kenapa tertawa? Semoga saja kampung kita ini jadi kampung yang paling baik sedunia. Kalau semua masyarakatnya bersyukur pasti bisa!”
            “Amiiinn!” sahut semuanya.
            “Nah begitu bagus. Hadirin yang dimuliakan Allah, banyak orang yang senantiasa menunda-nunda perbuatan baik, mereka disebut kaum Musawifun. Sudah ada niat mau sodaqah kepada fakir miskin, ketika uangnya sudah ada tiba-tiba tidak jadi sodaqahnya. Mau menyumbang pembangunan mesjid kalau sudah menerima hasil pekerjaan, setelah uangnya ada tiba-tiba tidak jadi. Menjual tanah untuk berangkat haji, setelah tanahnya terjual tiba-tiba uangnya dibelikan untuk keperluan lain.”
            Kabayan menoleh kepada Pak Odih, “Kenapa Pak Odih jadi gelisah? Kesindir ya sama saya?” tanya Kabayan.
            “Bukan! Ini ada tumbila menggigit pantat saya!” sahut Pak Odih.
      Semuanya tertawa-tawa sambil memandang ke  arah Pak Odih yang nampak menggaruk-garuk pantatnya.
         “Suatu waktu Iblis datang menemui Nabi Musa. Dia berkata kepada Nabi Musa sambil mengangkat kepala : ‘Jika engkau berjanji akan melakukan kebaikan dan akan meninggalkan keburukan, di situlah aku akan menggagalkannya. Sebab antara janji dengan pelaksanaan ada jarak yang cukup panjang untuk membatalkannya. Janganlah engkau berikrar akan bersedekah, sebab aku paling suka kepada orang yang berikrar hendak bersedekah. Lantaran sebelum sedekah itu dikeluarkannya, aku akan menghampiri dan bersahabat dengannya sehingga secara halus dapat kuurungkan niatnya. Begitulah Iblis berupaya menghalangi perbuatan baik manusia.’
Bapak-bapak dan  Ibu-ibu,  apakah  ada  yang  merasa sering menunda-nunda perbuatan baik?”
“Adaaa!” sahut semuanya.
“Nah ternyata mengaku. Lebih baik mengaku lebih dulu daripada harus dipaksa mengaku. Kalau sudah mengakui kesalahan selama ini, maka segeralah bertobat. Mulai sekarang jangan suka menunda-nunda perbuatan baik. Ayo Mak Isah bagikan makanan dan minumannya. Kita istirahat dulu sebentar. Saya juga haus dari tadi ngomong belum minum!”
Semua yang hadir di mushala cekikikan. Mak Isah segera membagikan makanan dan minuman. Khusus untuk Ustadz Kabayan diberi air putih satu gelas besar. Kabayan segera meminum airnya, diikuti oleh yang lainnya.
“Baiklah kita lanjutkan. Rasulullah SAW bersabda, ‘Ketika Allah telah menciptakan bumi, maka bumi itu berguncang. Lalu Allah menciptakan gunung-gunung. Allah memerintahkan gunung-gunung tersebut untuk berada di atas bumi, maka bumi menjadi tenang tidak lagi berguncang. Para malaikat merasa kagum dengan kekokohan gunung-gunung.
Mereka bertanya, ‘Wahai Tuhanku, apakah ada makhluk-Mu yang lebih kokoh dibanding gunung-gunung?’
Allah berfirman, ‘Iya, dia adalah besi.’
Para malaikat bertanya kembali, ‘Wahai Tuhanku, apakah masih ada makhluk-Mu yang lebih kuat daripada besi?’
Allah berfirman, ‘Iya, dia adalah api.’
Para malaikat bertanya kembali, ‘Wahai Tuhanku, apakah masih ada makhluk-Mu yang lebih kuat daripada api?’
Allah berfirman, ‘Iya, dia adalah angin.’
Para malaikat bertanya kembali, ‘Wahai Tuhanku, apakah masih ada makhluk-Mu yang lebih kuat daripada angin?’
Allah berfirman, ‘Iya, dia adalah anak cucu Adam yang mengeluarkan sedekah dengan tangan kanannya yang tidak diketahui oleh tangan kirinya’.”
Kening Pak Odih nampak berkerut. Ia melihat tangan kanannya, kemudian melihat tangan kirinya. Kelihatan oleh Kabayan.
“Maksudnya, ia merahasiakan sedekahnya kepada siapa pun, sehingga seolah-olah tangan kirinya pun tidak tahu,” Kabayan memberi penjelasan.
Semuanya mengangguk-angguk.
“Adikku yang  tinggal  di desa  sebelah  seperti
itu,” bisik Pak odih kepada Pak Soleh.
“Adikmu yang mana?” tanya Pak Soleh.
“Jang Dudut yang punya isteri dua. Kalau ngasih uang ke isterinya yang muda, isteri tuanya gak dikasih tahu.”
“Hus! Itu lain lagi ceritanya!” Pak Soleh melotot.
“Hadirin yang dimuliakan Allah, sebelum saya mengakhiri acara pengajian malam ini, mari kita bershalawat bersama kepada Nabi Muhammad SAW. Sabda Rasulullah Muhammad SAW, ‘Barangsiapa membaca shalawat untukku, dosanya akan diampuni dan kesedihannya akan dihilangkan. Perbanyaklah membaca shalawat pada malam Jum’at dan hari Jum’at, karena shalawat kalian akan diperlihatkan kepadaku. Barangsiapa membaca shalawat untukku satu kali, maka Allah akan membalas 10 shalawat untuknya.’
 Allahhumma  shalli  ‘alaa  Muhammad,  wa’alaa  aali Muhammad. Kamma shallaita ‘alaa Ibraahim, wa ‘alaa aali Ibraahim. Wabaarik ‘alaa Muhammad, wa ‘alaa aali Muhammad. Kamaa baarakta ’alaa Ibraahim, wa ‘alaa aali Ibraahim. Fil ‘aalaminnainnaka hamiddummajiid.
Demikian ceramah yang bisa saya sampaikan malam ini. Semoga ada manfa’atnya bagi semuanya. Mohon maaf atas segala kesalahan dan kekurangan. Saya Kabayan, ustadz paling terkenal sedunia pamit. Kita bertemu lagi minggu depan kalau saya tidak ada undangan mengaji ke Timur Tengah atau tidak ada undangan berdakwah ke Amerika. Billaahi taufik wal hidayah. Wassalaamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh!”
“Wa’alaikum salam warahmatullaahi wabarakaatuh!” sahut semuanya sambil tersenyum.
***




Ustadz Kabayan
______________________________________

9      TUGAS BERDAKWAH


Kabayan menyadari, ilmunya untuk berdakwah sangat kurang. Ia tidak memiliki dasar pesantren. Modal dasarnya hanya hapal Surat Al-Fatihah dan surat-surat pendek. Karena itu ia berusaha keras untuk menghapal ayat-ayat  Al-Qur’an yang lebih banyak. Ia mendatangi orang-orang berilmu di sekitar desa yang dikenalnya untuk bertanya tentang masalah agama. Ia meminjam buku-buku agama yang mudah dipahami olehnya. Kemudian Ia pun membeli sebuah kitab suci Al-Qur’an yang dilengkapi dengan terjemaahannya. Ia berusaha untuk menjadi manusia yang lebih baik.
            Firman Allah, “Dan sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak Adam, kami angkut mereka di daratan dan di lautan. Kami berikan mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.” (QS Al-Israa : 70)
            Manusia sebagai makhluk yang dimuliakan dan diberi kelebihan dengan keindahan bentuk serta akal sebagai alat untuk berfikir, cakap berbicara, berikhtiar untuk mencari sumber hidup, diberi kewenangan untuk mengolah apa saja di atas bumi untuk kesejahteraan hidupnya. Di dalam diri manusia terdapat potensi berupa keindahan tubuh, keluwesan lidah, kecantikan rupa, cahaya mata, kehalusan hati dan kelembutan rasa. Bangunkanlah potensi yang sedang tidur itu!
            Kabayan mulanya bukan siapa-siapa, hanya seorang warga biasa, kini ia mengelola sebuah mushala kecil peninggalan almarhum Ajengan Usup. Walau ia diberi amanat sebuah mushala kecil, tapi Kabayan memiliki harapan besar untuk memberi warna dalam dunia dakwah di negeri ini. Dimulai dari mushala kecil, menggapai dunia lewat dunia dakwah.
           Dakwah adalah sebuah perbuatan mulia, memberi pencerahan bathin kepada sesama manusia dengan segala latar belakang yang mereka miliki. Tentu saja dengan dakwah itu mereka harus tersentuh hatinya, harus bisa merubah tabiat manusia dari jelek menjadi baik. Harus membawa manusia dari dunia kegelapan kepada dunia yang terang benderang.
Seorang juru dakwah mempunyai tugas yang berat yaitu memberikan siraman rahani bagaimana menyadarkan hati yang lalai, dan bagaimana menghidupkan ruhnya yang mati. Bagaimana pun hebatnya materi dakwah dikemas oleh seorang juru dakwah, jika tidak memberikan suntikan penyembuhan terhadap hati yang lalai dan ruhnya yang mati, tidak akan membekas.
Tentu saja menyampaikan dakwah itu harus kondisional. Tergantung siapa orang yang harus diberikan dakwah. Kalau salah memberikan formula dakwah, mereka yang didakwahi bukannya tersentuh hatinya untuk berubah menjadi manusia yang lebih baik, malah mereka akan sakit hati sehingga semakin jauh dari rahmat Allah. Bukankah tujuan dakwah itu ingin mengubah manusia menjadi lebih baik? Membawa manusia ke dalam ridha Allah, menyelamatkan kehidupan mereka di dunia dan akherat. Bukan untuk menyakiti umat, membuat mereka semakin tenggelam dalam kebusukan hati dan kehilangan tujuan hidup di dunia.
           Pada zaman Khalifah Al-Makmun, banyak orang yang membencinya karena perilaku sang khalifah yang dianggap sering menyakiti hati rakyatnya. Suatu waktu khalifah Al-Makmun mengadakan kunjungan ke kota Basrah. Ia melaksanakan shalat Jum’at di mesjid besar kota itu. Kebetulan khatib yang bertugas pada Jum’at itu adalah khatib yang benci terhadap kelakuan khalifah. Dalam khutbahnya ia mengkritik Khalifah Al-Makmun dengan keras dan kata-kata yang pedas. Khalifah yang mendengar segala keburukannya dibeberkan di muka umum oleh Sang Khatib, mengurut dada berusaha untuk bersabar. Ia membiarkan Khatib itu meneruskan khutbahnya hingga selesai. Setelah acara Jum’atan, ia pun sebagai penguasa tidak memanggil atau menangkap Sang Khatib itu.
            Di lain waktu, di sebuah kota yang berbeda, Khalifah kembali bertemu dengan Sang Khatib itu pada acara shalat Jum’at di mesjid besar. Kembali Khatib itu mengkritik dengan keras dan kata-kata yang pedas kepada Khalifah. Malah di akhir khutbahnya mendo’akan semoga Khalifah Al-Makmun dilaknat oleh Allah SWT.
            Khalifah Al-Makmun merasa bahwa sikap Khatib itu sudah keterlaluan. Ia kemudian menyuruh  anak buahnya untuk memanggil Sang Khatib ke istana untuk menanyakan berbagai ganjalan dalam hatinya. Sang Khatib menolak dengan berbagai alasan, karena ia takut Khalifah Al-Makmun akan menghukumnya. Tapi kemudian ia memenuhi panggilan itu. Setelah berhadap-hadapan, Khalifah Al-Makmun bertanya, “Kira-kira lebih baik mana antara anda dan Nabi Musa?”
            “Tentu lebih baik Nabi Musa,” sahut Sang Khatib.
            “Terus mana yang lebih jelek, saya atau Fir’aun?” Khalifah kembali bertanya.
            “Lebih jelek Fir’aun,” sahut Sang Khatib.
            “Maaf, Pak Khatib, bagaimana pun jahatnya Fir’aun sampai mengaku Tuhan, tapi Allah memerintahkan kepada Nabi Musa untuk berkata lembut kepada Fir’aun sesuai yang ada dalam Kitab Suci Al-Qur’an Surat Thaha ayat 43 dan 44, ‘Pergilah kamu berdua kepada Fir'aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas; maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut.’
            Mengapa anda begitu keras terhadap saya? Padahal saya tidak lebih jelek daripada Fir’aun dan Anda tidak lebih baik daripada Nabi Musa. Apakah tidak bisa memperingatkan saya dengan kata-kata yang lebih sopan dan lebih baik? Sehingga saya sebagai manusia merasa lebih dihargai dan tidak kehilangan harga diri di depan masyarakat banyak.”
            Sang Khatib terdiam. Ia tak bisa membantah apa yang diucapkan oleh Khalifah Al-Makmun karena Firman Allah dalam Al-Qur’an Surat Thaha ayat 43 dan 44 benar demikian bunyinya.
            Kemudian di dalam Kitab suci Al-Qur’an Surat An-Nahl ayat 125 Allah berfirman, “Serulah manusia ke jalan Tuhanmu dengan bijaksana, dengan nasehat yang baik, dan bantahlah (berhujah) dengan cara yang lebih baik.”
            Semoga hal ini menjadi pedoman bagi seluruh juru dakwah di belahan bumi mana pun berada. Kalau masih bisa menggunakan kata-kata yang baik dan lembut, mengapa harus menggunakan kata-kata yang kasar dan keras?
***





Ustadz Kabayan
______________________________________

10     ILMU NABI KHIDIR


Seperti biasa menjelang adzan Isya Kabayan memberikan ceramah singkat kepada anak-anak didiknya. Pak Soleh, Pak Odih dan beberapa orang lainnya ikut mendengarkan.
            “Anak-anakku serta para Bapak sekalian, manusia tidak diberi dalam urusan ilmu kecuali sedikit. Sedangkan ilmu Allah sangat banyak. Jika seluruh air yang ada di lautan dijadikan tinta, dan seluruh pohon yang ada di bumi dijadikan pena, semua itu tak akan cukup untuk menuliskan ilmu Allah. Kalau ada di muka bumi ini seorang profesor yang sangat pintar, ilmunya dibandingkan dengan ilmu Allah bagaikan buih di lautan yang sangat luas. Tidak ada apa-apanya.        Ada seorang profesor Yahudi sangat pintar dalam merancang bangunan tinggi. Suatu hari ia datang ke Indonesia. Ia terkejut ketika lewat di pinggir jalan melihat  sebuah bangunan kecil di atas sungai. Bangunan itu tidak memakai atap. Dindingnya terbuat dari terval. Di bawahnya terlihat air yang deras. Yang membuatnya kaget adalah ada asap yang mengepul dari dalam bangunan itu. Padahal di bawahnya air dan di atasnya langit. Ia berpikir bahwa Indonesia hebat, ada bangunan sederhana tapi bisa mengeluarkan asap. Tidak ada kompor tidak ada bahan bakar. Ia tidak tahu bahwa bangunan itu adalah jamban darurat. Yang ia sangka hebat karena ada asapnya, ternyata orang yang lagi buang air sambil merokok.”
Semua yang mendengarkan cerita itu tersenyum.
“Orang di dalam jamban itu pasti kamu, Dih!” Pak Soleh menunjuk Pak Odih.
“Kok tahu?
“Orang yang suka buang air sambil merokok cuma kamu!”
Pak Odih mencubit paha Pak Soleh sambil cekikikan.
“Baiklah kita lanjutkan dengan sebuah cerita tentang Nabi Musa dan Nabi Khidir,” kata Kabayan. “Nabi Musa merasa bangga terhadap dirinya, karena merasa ilmunya sudah cukup. Allah memberikan perhatian kepada Nabi Musa, ‘Hai Musa, janganlah kamu merasa bangga, sebab masih ada umat kami yang pengetahuannya di atas kamu, dialah Khidir.’
            Nabi Musa penasaran, ‘Ya Allah, di mana aku bisa bertemu dengan Khidir?’
            Firman Allah, “Di sebuah tempat bertemunya dua lautan, di sana kamu akan bertemu dengan Khidir.’
            Nabi Musa mengajak salahseorang muridnya berangkat untuk mencari tempat bertemunya dua lautan. Beberapa tahun Nabi Musa dan muridnya melakukan perjalanan, hingga akhirnya sampailah di sebuah tempat bertemunya dua lautan.
Benar  di  tempat  itu  ia  bertemu  dengan Nabi Khidir.
Nabi Musa berkata, ’Aku jauh-jauh datang ingin berguru padamu, Wahai Khidir. Mulai sekarang aku akan mengikuti kamu  ke mana pun kamu pergi.’
Nabi Khidir  menjawab, ‘Sesungguhnya  kamu  tidak akan kuat bersamaku, sebab ilmu kamu masih sedikit, tak akan bisa bersabar.’
‘Insya Allah aku akan bersabar, dan tidak akan membantah terhadapmu,’ kata Nabi Musa
            ‘Kalau benar kamu akan ikut padaku, jangan sekali-kali bertanya sebelum kujelaskan lebih dahulu,’ kata Nabi Khidir.
            Akhirnya Nabi Musa mengikuti Nabi Khidir. Mereka sampai di sebuah tempat tambatan perahu nelayan. Nabi Khidir menghampiri sebuah perahu kemudian dilubangi. Nabi Musa marah melihat tindakan Khidir yang seenaknya melubangi perahu milik orang lain.
            “Aduh! Kenapa ya dirusak?” Pak Soleh kaget.
            Pak Odih menggelengkan kepala.
            “Nah, begitu juga Nabi Musa. Ia kaget dengan tindakan Khidir. Sehingga Nabi Musa bertanya kepada Nabi Khidir, ‘Kenapa kamu merusak perahu milik orang lain? Kasihan pemiliknya. Kamu sudah membuat kesalahan besar!”
Nabi Khidir menjawab, ‘Sesungguhnya kamu Musa, tidak akan bisa bersabar bersamaku.’
            Nabi Musa teringat janjinya, ia berkata, ‘Maafkan aku Khidir, aku lupa dengan janjiku. Kumohon kamu jangan menghukumku. Aku tak akan membantahmu lagi.’
            Nabi Khidir dan Nabi Musa meneruskan perjalanan, hingga sampailah ke sebuah tempat, ada seorang anak kecil sedang bermain.  Anak itu ditangkap
oleh Nabi Khidir, kemudian dibunuh.”
            “Aduh! Benar dibunuh, Ustadz?” Pak Soleh dan Pak Odih sangat kaget.
            “Begitulah ceritanya. Nabi Khidir membunuh anak itu. Nabi Musa sangat kaget dan marah melihat kejadian itu.
            ‘Kamu sungguh kejam wahai Khidir! Anak kecil yang sedang asyik bermain seenaknya kamu bunuh. Anak kecil seperti dia belum memiliki dosa apa-apa. Kamu benar-benar tidak memiliki perikemanusiaan! Kenapa kamu membunuhnya?’  kata Nabi Musa memarahi Khidir. Ia tak bisa menerima kejadian itu.
            ‘Sesungguhnya kamu Musa, tidak akan bersabar bersamaku. Diamlah jangan banyak bicara,’ sahut Nabi Khidir.
            Nabi Musa tertegun, ia menyadari telah melanggar janjinya kepada Nabi Khidir. Ia berkata, ‘Maafkan aku tak bisa menahan emosi. Baiklah, mulai sekarang aku tak akan protes. Aku berjanji, kalau sekali lagi melanggar, biarlah aku tak  ikut lagi denganmu.’
            Akhirnya Nabi Khidir dan Nabi Musa sampai ke sebuah tempat, sebuah perkampungan. Tapi di kampung itu tak ada seorang pun penduduk yang menyambut kedatangan Nabi Musa dan Nabi Khidir. Tak ada seorang pun yang memberikan air minum kepada mereka yang kehausan karena telah melakukan perjalanan jauh.
            “Wah kikir banget! Sampai minuman pun tak ada yang ngasih!” kata Pak Soleh marah.
            “Kalau  ada  tamu yang datang  ke rumah  kita, jangankan cuma air, kopi susu dan makanannya kita berikan,” sahut Pak Odih.
            “Akhirnya mereka sampai di sebuah rumah yang kondisinya rusak. Rumah itu diperbaiki oleh Nabi Khidir. Nabi Musa kesal, ia bertanya kepada Nabi Khidir, ‘Kenapa kamu mau memperbaiki rumah ini? Padahal penduduknya sangat kikir, sehingga tak ada seorang pun yang memberi kita makanan, bahkan sekedar minuman pun tak ada yang mau memberi.’
            Kata Nabi Khidir, ‘Hai Musa, karena kamu banyak bertanya, mulai sekarang kamu jangan mengikutiku lagi.’
            Nabi Musa terhenyak. Ia menyadari dirinya telah melanggar janji untuk tak bertanya apa pun kepada Nabi Khidir.
            Kemudian kata Nabi Khidir, ‘Sekarang akan kujelaskan kenapa aku bertindak hal-hal yang tak kau mengerti sehingga kamu terus bertanya. Aku melubangi perahu karena pemiliknya seorang nelayan yang miskin. Sebentar lagi akan ada penguasa yang dzalim merampas perahu-perahu yang bagus. Aku lubangi perahu itu sehingga menjadi rusak sedikit agar tidak dibawa oleh penguasa yang kejam. Kalau cuma bolong sedikit, nanti juga akan mudah diperbaiki oleh nelayan miskin tersebut’.”
            Semua yang mendengarkan ceramah Kabayan mengangguk-angguk.
            “Nabi Khidir melanjutkan, ‘Anak kecil yang sedang bermain kubunuh karena nanti setelah dia besar dia akan membuat kerusakan di kampung itu. Ia akan membunuh orang tua dan penduduk di kampung itu. Daripada nantinya akan membuat kerusakan, lebih baik dia dibunuh ketika masih kecil.”
            Kembali semuanya mengangguk-angguk.
            “Selanjutnya kata Nabi Khidir, ‘Aku memperbaiki rumah karena pemilik rumah adalah dua orang anak yatim. Di bawah rumah itu ada harta karun peninggalan orang tuanya. Kalau rumah itu tidak diperbaiki, harta karunnya takut ditemukan oleh orang-orang jahat  di kampung itu. Kalau anak-anak itu sudah dewasa, mereka akan menemukan harta karun itu untuk bekal mereka beribadah. Begitulah Musa, aku bertindak bukan berdasarkan napsu, tetapi demi kebaikan masa depan.’
            Nah, begitulah cerita Nabi Musa dan Nabi Khidir,” Kabayan menutup ceritanya.
            “Wah, Nabi Khidir sakti ya, bisa mengetahui tabir masa depan,” kata Pak Soleh.
            “Aku juga bisa,” kata Pak Odih.
            “Bisa apa?” bentak Pak Soleh.
            “Di rumahku sekarang ada ayam yang sedang bertelur. Aku tahu telur itu nanti akan menjadi anak ayam,” sahut Pak Odih.
            Pak Soleh melotot.
***


Ustadz Kabayan
______________________________________

11   DO’A GUNDAH GULANA


Suatu hari Pak Soleh kedatangan adiknya dari kota. Namanya Pak Duloh. Di Jakarta, ia bekerja sebagai pedagang di pasar. Ia pulang dalam keadaan seperti depresi. Katanya ia terlilit hutang kepada seorang rentenir. Kalau hutangnya tak segera terbayar, kiosnya akan diambil oleh rentenir itu. Pak Duloh datang ke kampung untuk meminta tolong kepada Pak Soleh sambil menenangkan diri karena hatinya yang gundah gulana karena menghadapi masalah tersebut. Sejak kedatangan adiknya itu, dua hari ini Pak Soleh nampak selalu pergi ke mushola bersamanya.
Pak Soleh membawa adiknya ke rumah Kabayan selepas shalat Asyar.
“Assalaamu’alaikum!” Pak Soleh memberi salam di depan pintu rumah.
Kabayan yang sedang membaca buku-buku agama menyahut dari dalam, “Wa’alaikum salam!”
Kabayan membuka pintu.
“Eh ada Pak Soleh  dan Pak Duloh. Mari masuk, Bapak-bapak,” Kabayan mempersilahkan.
“Maaf  mengganggu,  Pak Ustad,”   kata   Pak Duloh.
“Ah tidak apa-apa.   Malah  senang   kedatangan
tamu. Menurut keterangan, ketika tamu pulang dari rumah kita, sebagian dosa kita akan dibawa oleh tamu-tamu itu,” kata Kabayan.
“Wah, saya pulang nanti membawa dosa, dong!” kata Pak Soleh.
“Dosanya akan dibuang di jalan, tidak akan membebani Pak Soleh,” lanjut Kabayan.
“Oh begitu. Mulai besok akan kusuruh Si Odih setiap hari bertamu ke rumahku,” kata Pak Soleh.
Kabayan tersenyum, “Silahkan duduk, Bapak-bapak,” ucap Kabayan.
Mereka duduk di atas karpet.
Beberapa saat kemudian isteri Kabayan datang mengantarkan minuman.
“Aduh, tidak usah merepotkan, Neng,” kata Pak Soleh.
“Saya juga ingin mendapat ganjaran, Pak,” sahut Umi Nisa sambil tersenyum. Ia kemudian kembali ke dalam.
“Pak Duloh mau lama tinggal di sini?”
“Saya sebenarnya betah di sini, tapi saya punya kios di Jakarta, kalau ditinggal lama-lama dari mana saya menafkahi keluarga?” kata Pak Duloh.
“Begini Jang Ustadz, saya datang ke sini bersama adik saya karena ingin mendapatkan petuah dari Jang Ustadz. Adik saya ini sedang memiliki masalah besar. Ia mempunyai utang kepada rentenir. Kalau tidak segera dibayar utangnya, kios milik adik saya akan diambil. Sedangkan kios itu satu-satunya sumber penghasilan untuk menafkahi keluarganya,” kata Pak Soleh.
“Ya. Begitulah Pak Ustadz,  saya   datang  menemui kakak saya untuk memohon bantuan dan menenangkan diri karena hati saya yang gundah gulana. Kakak saya mengajak ke rumah Pak Ustadz untuk meminta petunjuk yang sesuai dengan agama,” kata Pak Duloh.
“Pak Duloh suka shalat, kan?” tanya Kabayan.
“Ya... kadang-kadang masih tertinggal,” sahut pak Duloh.
“Mulai sekarang jangan tinggalkan shalat, ya!”
“Iya, Pak Ustadz.”
“Pak Duloh percaya kepada do’a, bahwa do’a itu akan sampai kepada Allah?”
“Percaya, Pak Ustadz.”
“Saya akan bercerita tentang sebuah kisah yang disebutkan dalam sebuah hadits. Pada suatu waktu Rasulullah Muhammad SAW masuk ke dalam mesjid. Beliau melihat ada seseorang yang bernama Abu Umamah sedang diam di dalam mesjid, padahal bukan waktunya shalat.
Rasulullah bertanya, ‘Hai Abu Umamah, sedang apa kamu diam di mesjid padahal bukan waktunya shalat?’
Abu Umamah menjawab, ‘Aku sedang gundah gulana karena memilik banyak utang.’
Kata Rasulullah, ‘Aku akan memberimu sebuah bacaan, yang insya Allah membuang rasa gundah gulanamu, dan hutang-hutangmu akan terbayar. Baca olehmu setiap pagi dan sore ; Allahhumma innii a’uudzubika minal hamma wal hazani, wa a’uudzubika minal ajri wal kasali, wa’auudzubika minal jubni wal bukhli, wa ‘auudzubika min ghalabatiddaini waqohrirrojali. Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kebingungan dan kesedihan, dan aku berlindung kepada-Mu dari sifat lemah dan pemalas, dan aku berlindung kepada-Mu dari banyak ketakutan dan sifat kikir, dan aku berlindung kepada-Mu dari lilitan hutang dan paksaan orang-orang.’
Abu Umamah berkata, ‘Maka aku melaksanakan perintah Rasulullah, kemudian Allah menghapuskan kegundahan dan memberi jalan keluar untuk melunasi hutang-hutangku.’
Demikian kisah Abu Umamah yang diceritakan dalam hadits tersebut,” Kabayan mengakhiri pembicaraannya.
“Pak Ustadz, beri saya do’a yang tadi, saya akan mengamalkannya,” kata Pak Duloh.
“Ya, nanti saya berikan,” ucap Kabayan.
“Jang Ustadz, kenapa tidak dari kemarin-kemarin memberitahukan hal itu kepada saya? Saya juga punya utang bekas memperbaiki rumah,” kata Pak Soleh.
“Kan Bapak tidak bertanya!” sahut Kabayan sambil tersenyum.
Sesungguhnya Allah mengundang umat-Nya untuk berdo’a jika menghadapi sebuah kesulitan dalam hidupnya.
Firman Allah, “Apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah) bahwa Aku dekat. Aku mengabulkan permohonan orang-orang yang berdo’a apabila ia memohon kepada-Ku.” (QS Al-Baqarah : 186)
Rasulullah bersabda, “Berdo’alah kalian kepada Allah dengan hati yang yakin untuk dikabulkan. Ketahuilah, bahwa Allah tidak menerima do’a dari hati yang lalai terpedaya oleh dunia.”
Hadirkan hati, satukan pikiran dan ucapan, kemudian berdo’alah dan terus berdo’a. Allah ingin menyaksikan keistiqamahan dan kesinambungan permohonan seorang hamba kepada-Nya. Yakinlah dan berbaik sangka kepada Allah agar segera dikabulkan-Nya.
***




Ustadz Kabayan
______________________________________

12  TUBUH YANG SEMPURNA


Pengajian mingguan kembali tiba. Pengunjung mushala lebih penuh daripada minggu sebelumnya. Masyarakat penasaran ingin mendengar ceramah Ustadz Kabayan yang mengaku sebagai ustadz paling terkenal sedunia. Kabar tentang itu terus beredar di masyarakat.
Selesai shalat Isya, acara pengajian dimulai. Pak Soleh membuka acara dan kembali mengingatkan kepada ibu-ibu yang lupa mematikan kompornya di rumah. Selesai sambutan dari Pak Soleh, Kabayan memulai ceramahnya.
“Bismillaahirrahmaanirrahiim, assalaamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh!”
“Wa’alaikum salam warahmatullaahi wabarakaatuh!” sahut semuanya.
“Hamdan wasyukran lillah. Washalaatu wassalaamu ‘alaa Sayyidina Muhammad. Wa ‘alaa aalihi washahbihi wasallam. Amma ba’du.
Allah berfirman dalam surat At-Tiin ayat 4,  ‘A’uudzubillaahi minashshaithaanirrajiim. Bismillaahirrahmaanirrahiim. Laqad khalaknal insaana fii ahsani taqwiim.’ Artinya apa Ujang?” Kabayan bertanya kepada anak didiknya.
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya,” sahut Ujang lancar.
“Tepuk tangan buat Ujang!” kata Kabayan.
Penghuni mushala bertepuk tangan.
“Kalian dengar kan? Murid Ustadz Kabayan hebat. Si Ujang ini baru dua minggu mengaji dan menghapal Al-Qur’an di sini sudah hapal lima surat pendek bersama terjemaahnya. Coba mana Bapak Ujang?” Kabayan mencari-cari.
“Saya!” Pak Osid mengacungkan tangan.
“Bapak bangga punya anak pintar mengaji?”
“Wah bangga sekali, Jang Ustadz,” sahut Pak Osid.
“Bapak bisa gak mengaji Al-Qur’an?”
“Sedikit-sedikit.”
“Sedikit bagaimana?”
“Cuma bisa baca Surat Al-Fatihah saja,” Pak Osid malu-malu.
“Tidak apa-apa. Mulai sekarang Bapak belajar membaca dan menghapal Al-Qur’an. Di rumah juga tidak apa-apa belajar kepada Ujang. Jangan malu belajar kepada anak kalau anak kita lebih mampu daripada kita. Siap, Pak?”
“Siap Jang Ustadz!”
“Nah ini baru aki-aki shaleh”
Penghuni mushala cekikikan.
“Sudah  aki-aki  tapi  masih   mau  belajar  Al-Qur’an. Semoga khusnul khatimah. Amin.”
“Amiiin!” sahut semuanya.
“Hadirin yang Allah mulyakan, berdasarkan Surat At-Tiin ayat 4 yang dibacakan tadi, Allah menegaskan bahwa manusia diciptakan dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Mari kita buktikan. Jika ada di kampung ini manusia yang paling jelek rupanya. Ayo kita bawa ke kebun binatang. Kita sandingkan dengan Gorila, dengan Monyet, dengan Siamang atau dengan Beruk.”
Penghuni mushala tertawa cekikikan.
“Masih cakepan manusia yang paling jelek, kan?” tanya Kabayan.
“Yaaa!” sahut semuanya.
“Makanya manusia sejelek apa pun wajah dan penampilannya, harus bersyukur kepada Allah karena lebih baik daripada binatang. Manusia diberikan tubuh yang tegak. Mempunyai wajah lengkap dengan dua mata, dua telinga, satu hidung, satu mulut yang ada lidah dan giginya kecuali bayi dan orang jompo, memiliki dua tangan dan dua kaki.
Sekarang mari kita perhatikan. Manusia memiliki wajah yang mengarah ke depan, tidak mengarah ke belakang. Bagaimana kalau wajah kita berada di belakang? Kalian tidak akan bisa melihat aku berceramah. Kalau kentut dan buang air akan terasa baunya. Dengan wajah ke depan saja sudah tercium baunya, apalagi kalau wajah kita menghadap ke belakang.”
Penghuni Mushala tertawa-tawa mendengar-kannya.
“Sekarang perhatikan mata kita. Mata kita mempunyai dua kelopak mata yang bisa menutup dan membuka secara otomatis sesuai kehendak kita. Coba kalau tidak ada kelopak matanya. Waktu tidur pasti melotot. Kalau ada asap atau debu bagaimana? Kalau tersorot cahaya lampu senter bagaimana? Satu saja kelopak mata kita tak bisa menutup, orang-orang yang melihat kita akan tertawa.”
Orang-orang mengangguk-angguk sambil tersenyum-senyum, sebagian ada yang tertawa cekikikan.
“Lalu perhatikan hidung kita. Memiliki lubang dua yang menghadap ke bawah. Tidak menghadap atas. Kalau menghadap ke atas, saat kita kehujanan pasti repot karena kemasukan air. Kalau kita mandi harus ditutup dulu lubang hidungnya. Selesai mandi dibuka kembali. Rata-rata berapa menit kita mandi? Sepuluh menit! Kalau lubang hidung kita ditutup sepuluh menit pasti keburu pingsan!”
Semuanya tertawa.
“Kemudian perhatikan telinga kita. Ada dua, kedua-duanya elastis seperti karet. Kalau telinga kita keras seperti besi, kita tidak akan bisa tidur miring. Kalau tidur miring maka bantal kita akan cepat habis. Terus kita akan sering ditangkap polisi kalau bawa sepeda motor. Kenapa? Karena kita gak akan bisa memakai helm!”
Semuanya tertawa kembali.
“Selanjutnya gigi kita. Gigi kita ini  keras  dan bertumbuh. Tapi pertumbuhannya terbatas. Ia berhenti tumbuh pada usia tertentu. Coba kalau gigi kita terus tumbuh. Semakin lama semakin panjang. Kita akan semakin lelah karena mulut kita semakin  menganga lebar seiring dengan pertumbuhan kita. Semakin tua mulut manusia semakin menganga. Karena terganjal giginya.”
Pak Somad  yang  giginya   tonggas  tertawa sendirian. Ia membayangkan jika giginya yang tonggas semakin panjang. Ia akan semakin repot. Semua orang yang mendengar tawa Pak Somad ikut tertawa sampai tergelak-gelak.
“Ayo tertawa mumpung kita berada di alam dunia, karena setelah nyampai akherat tak akan ada yang bisa tertawa sedikit pun karena beban yang mereka alami masing-masing sangat berat.”
Kabayan minum sambil menunggu orang-orang menyelesaikan tawanya.
“Baiklah kita lanjutkan ceramahnya. Allah menciptakan manusia dengan perencanaan yang sangat sempurna. Selain tubuh yang bagus dan proporsional, juga manusia diberi akal. Dengan akalnya itu manusia bisa mengolah alam dunia ini. Dengan akalnya manusia bisa mengubah dunia ini. Mengubah gunung-gunung menjadi perkampungan, perkotaan, tempat-tempat wisata. Dengan akalnya manusia menciptakan alat transfortasi mulai dari becak yang paling sederhana hingga pesawat terbang yang canggih. Dengan akalnya manusia membangun jalan-jalan dan jembatan. Dengan akalnya manusia menciptakan listrik yang menyalakan lampu. Menciptakan radio, televisi, komputer, telepon, hand phone, dan alat-alat canggih lainnya. Dengan akalnya manusia menciptakan berbagai fasilitas untuk kesenangan hidupnya. Sehingga terlenalah manusia dalam kenikmatan dunia. Mereka tertipu oleh nikmatnya kehidupan dunia yang hanya sementara. Pantas saja Allah berfirman dalam Kitab Suci Al-Qur’an Surat At-Tiin ayat berikutnya : Tsumma radadnaahu asfalasaa filiin. Bacakan artinya Jang!” Kabayan menoleh pada Ujang.
“Kemudian kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya yaitu neraka.”
“Nah! Ini yang gak enak. Manusia yang diciptakan oleh Allah dalam bentuk yang sempurna, kemudian dikembalikan ke neraka. Kenapa? Karena kebanyakan manusia tidak bersyukur atas segala nikmat yang telah diberikan oleh Allah kepadanya. Matanya lebih banyak ia gunakan untuk melihat maksiat daripada digunakan untuk ayat-ayat Al-Qur’an. Telinganya lebih banyak ia gunakan untuk mendengar hal-hal jelek daripada mendengarkan alunan ayat Al-Qur’an atau dakwah tentang agama. Mulutnya lebih banyak ia gunakan untuk berkata yang kotor dan sia-sia daripada digunakan untuk berdzikir, membaca Al-Qur’an dan berkata baik. Otaknya lebih banyak ia gunakan untuk memikirkan rencana jelek daripada memikirkan rencana baik. Tangannya lebih banyak ia gunakan untuk mengambil hak orang lain daripada memberikan manfaat kepada orang lain. Kakinya lebih banyak ia langkahkan untuk berbuat keburukan daripada melangkah kepada kebaikan.”
Kabayan memandangi wajah orang-orang yang nampak khusyu mendengarkan ceramahnya.
“Siapa yang mau masuk neraka?” tanya Kabayan.
Tak ada yang menjawab.
“Naudzubillaahi mindzalik. Neraka jahanam itu tempat pembalasan yang getir menakutkan. Di dalamnya penuh dengan macam-macam siksaan dan kesengsaraan bagi penghuninya. Penjaganya para malaikat yang kejam dan bengis. Manusia dan jin yang menjadi penghuni neraka setiap waktu menjerit-jerit hingga jeritannya membahana, berbaur dengan suara air neraka yang mendidih. Karena panasnya api neraka, kalau satu lobang jarum saja besarnya dikeluarkan ke bumi kita, maka bumi ini akan terbakar dan hancur.”
Semua orang yang mengikuti pengajian di mushala nampak tegang mendengarnya.
“Sekarang siapa yang ingin masuk ke dalam surga?”
Semua tersenyum.
“Wah, kelihatannya semuanya ingin masuk surga, ya? Kalau semuanya ingin masuk ke dalam syurga, mari kita syukuri tubuh kita yang bentuknya sangat indah ini, dengan cara bertaqwa, menta’ati segala perintah Allah, dan menjauhi apa yang dilarang oleh Allah, agar jika kita kelak kembali menghadap-Nya, kita terhindar dari api neraka, tapi mendapat surga Allah yang sangat luas dan penuh dengan kebahagiaan.
Demikian yang bisa saya sampaikan pada ceramah kali ini. Saya ustadz Kabayan, ustadz paling terkenal sedunia,  ustadz yang mengerti bahasa binatang, undur diri dari hadapan semuanya. Billaahi taufik walhidayah, wassalaamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh!”
“Wa’alaikum salam warahmatullaahi wabarakaatuh!” sahut semuanya.
Sebagian orang berpandangpandangan. Apakah benar Ustadz Kabayan bisa bahasa binatang?
***




Ustadz Kabayan
______________________________________

13    UNDANGAN
                CERAMAH PERTAMA


Selesai Shalat Dhuhur, Kabayan kedatangan tamu dari kampung sebelah, namanya Pak Haji Sobari. Ia diantar oleh Pak Soleh. Setelah duduk dan minum, Pak Haji Sobari menyampaikan maksudnya.
“Begini Jang Ustadz, saya akan mengadakan acara syukuran karena terpilih menjadi calon anggota legislatif. Saya ingin Jang Ustadz menjadi penceramah-nya. Katanya Jang Ustadz mengerti bahasa binatang. Istri dan anak-anak saya penasaran ingin mendengar ceramah Jang Ustadz. Acaranya nanti jam delapan malam,” ujar Pak Haji Sobari.
“Oh begitu,” Kabayan tersenyum.
“Kira-kira Jang Ustadz bersedia gak?” tanya Pak Haji Sobari.
“Saya terserah kepada Pak Soleh. Kalau Pak Soleh bersedia mengantar saya, pasti saya akan datang, soalnya Pak Soleh punya sepeda motor, saya bisa numpang pada Pak Soleh,” sahut Kabayan.
“Bagaimana Pak Soleh?” Pak Haji Sobari berpaling pada Pak Soleh
“Saya sih terserah kepada Jang Ustadz, kalau bersedia pasti saya antar,” sahut Pak Soleh.
“Jadi bagaimana?” Pak Haji Sobari bingung.
“Insya Allah, saya akan datang. Tapi setelah selesai mengajar anak-anak di sini dan shalat Isya dulu,” sahut Kabayan.
“Terima kasih, Jang Ustadz,” sahut Pak Haji Sobari gembira.
Pak Haji Sobari tak lama berada di rumah Kabayan karena masih banyak hal yang harus dipersiapkan di rumahnya.
Malam harinya selesai mengajar mengaji dan shalat Isya, Kabayan pergi diantar oleh Pak Soleh. Mereka sampai jam delapan lebih lima menit di rumah Pak Haji Sobari. Acara dilangsungkan di dalam rumah Pak Haji Sobari yang besar. Kedatangan mereka langsung disambut oleh Pak Haji Sobari dengan perasaan senang karena ustadz yang diundangnya sudah datang. Kabayan bersalaman dengan seluruh orang yang sudah hadir lebih dahulu di rumah Pak Haji Sobari. Selanjutnya ia bersama Pak Soleh dipersilahkan duduk berdampingan dengan Pak Haji Sobari. Kabayan berusaha menghilangkan rasa nervousnya.
Duh, enak banget jadi ustadz, dihormati oleh masyarakat dan dihargai oleh orang-orang besar, kata Kabayan dalam hati. Memang baru pertama kali ini ia diperlakukan seperti itu. Inilah penghargaan manusia dan Allah kepada orang yang berilmu, padahal pengetahuannya soal agama masih sedikit.
Hati Kabayan berdebar-debar, kalau sekedar ceramah di mushala di hadapan tetangga dan anak-anak didiknya, ia tidak memiliki beban apa-apa. Tapi kalau harus ceramah di depan masyarakat banyak seperti ini, di depan para tokoh masyarakat dan tokoh agama yang pengetahuannya jauh lebih tinggi daripadanya, Kabayan sangat nervous. Ia menarik napas panjang berkali-kali untuk menenangkan hatinya.
Orang-orang yang melihat Kabayan berbisik-bisik, “Itu Ustadz Kabayan yang bisa mengerti bahasa binatang,” katanya.
“Hebat ya, seperti Nabi Daud,” sahut temannya.
“Aku penasaran ingin segera mendengarkan ceramahnya.”
Beberapa saat kemudian acara dimulai. Dibuka dengan bacaan basmalah oleh pembawa acara, dilanjutkan dengan pembacaan ayat suci Al-Qur’an dan shalawat oleh qari dari kabupaten. Suaranya terdengar sangat merdu dengan napas yang panjang. Maklum katanya juara kedua tingkat kabupaten. Acara selanjutnya sambutan dari Pak Haji Sobari sebagai pemilik acara. Dalam sambutannya Pak Haji Sobari mengucapkan rasa syukur karena telah terpilih menjadi salahseorang calon anggota legislatif dari sebuah partai besar. Lalu ia memohon do’a dan dukungannya dari seluruh keluarga, kerabat, tetangga dekat serta masyarakat pada umumnya. Selesai acara sambutan   dari    Pak  Haji  Sobari,    pembawa  acara kemudian menyampaikan susunan acara berikutnya.
“Acara selanjutnya ceramah yang akan disampaikan oleh Ustadz Kabayan, ustdaz yang bisa mengerti bahasa binatang.”
Semua mata tertuju kepada Kabayan. Kabayan mengangguk-angguk sambil tersenyum.
“Kepada yang dimuliakan oleh Allah, Ustadz Kabayan,    kami    persilahkan    untuk   menyampaikan
ceramahnya,” kata pembawa acara.
Kabayan memandang sambil tersenyum beberapa saat kepada Pak Haji Sobari.
“Silahkan, Jang Ustadz,” kata Pak Haji Sobari.
“Bismilaahirrahmaanirrahiim. Assalaamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh!” Kabayan menyampaikan salam.
“Wa’alaikum salam warahmatullaahi wabarakaatuh!” sahut semuanya.
            “Teh manis   buatan   Bu  Salamah.   Manis  amat sambutan salamnya!”
            Semua yang hadir tersenyum.
“Hamdan wasyukran Lillah. Washshalaatu wassalaamu ‘alaa sayyidina Muhammad. Amma ba’du.
A’uudzubillaahi minasy Syaithaanirrajiim. Waidzaa laqulladziina aamanu qaaluu aamanna. Waidzaa kholau ilaa syayaatinihim, qaalu innaa ma’akum innamaa nahnu mustahziuun.
Yang saya hormati Pak Haji Sobari beserta keluarga besarnya, semoga Allah senantiasa memuliakannya. Amiin!”
“Amiiinn!”
“Terima kasih sudah mengundang saya, Ustadz Kabayan, ustadz paling terkenal sedunia menurut Majalah Si Kuncung yang sudah lama tidak terbit lagi.”
Semua yang hadir tertawa.
“Karena saya diundang ke sini bersama masyarakat, kami bisa mencicipi makanan dan minuman yang melimpah ruah. Semoga rezeki Pak Haji Sobari dan keluarganya semakin barakah. Amin!”
“Amiiinn!”
“Karena    mengundang    kami   semua,  banyak sekali kebaikan yang diperoleh Pak Haji Sobari dan keluarga yang kami rasakan. Apalagi saya. Selain dapat menikmati makanan dan minuman, mungkin saat pulang nanti saya akan dikasih sarung dan amplop yang ada isinya.”
Semuanya tertawa.
“Maaf ya, Pak Haji. Saya memang Ustadz Philips, terus terang, terang terus!”
Semuanya masih tertawa.
“Kemudian saya sampaikan salam hormat kepada para tokoh ulama, para ustadz, para tokoh agama yang hadir pada acara ini. Saya sangat menjunjung tinggi anda sekalian yang telah berjuang tanpa pamrih menegakkan agama islam di daerah masing-masing, semoga Allah memuliakannya. Amin!”
“Amiiinn!”
“Mohon maaf seribu maaf, saya ceramah di sini bukan karena bisa, saya hanya keluaran pesantren kilat tingkat desa tapi tidak sampai tamat. Prestasi saya dalam bidang agama cuma pernah juara menghapal surat-surat pendek Al-Qur’an tingkat RW, itu juga karena saya satu-satunya peserta yang ikut lomba.”
Semuanya tersenyum-senyum.
“Jangan salahkan saya kenapa berceramah di sini, salahkan saja Pak Haji Sobari mengapa mengundang Ustadz Kabayan yang dangkal ilmunya.”
Semuanya tertawa.
“Katanya beliau mengundang saya karena bisa bahasa binatang. Banyak orang yang penasaran apakah benar Ustdaz Kabayan bisa bahasa binatang? Tadi juga saya mendengar orang berbisik-bisik. Benar! Benar sekali saya bisa bahasa binatang. Tadinya saya akan menggunakan bahasa binatang dalam ceramah saya. Tapi anda semua tidak akan mengerti! Makanya saya memakai bahasa manusia!”
Semuanya tertawa.
“Kalau berceramah di depan kebun binatang, baru saya akan menggunakan bahasa binatang. Kalau saya menggunakan bahasa binatang di sini, tidak akan nyambung!”
Orang-orang masih tertawa-tawa.
“Hadirin yang berbahagia. Tadi saya membacakan ayat Al-Qur’an di awal ceramah.
A’uudzubillaahi minasy Syaithaanirrajiim. Waidzaa laqulladziina aamanu qaaluu aamanna. Waidzaa kholau ilaa syayaatinihim, qaalu innaa ma’akum innamaa nahnu mustahziuun.
Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan, ‘Kami telah beriman’. Dan bila mereka kembali kepada syetan-syetan (teman-teman) mereka, mereka mengatakan, ‘Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu, kami hanyalah mempermainkan.’
Ayat ini diturunkan berkaitan dengan kelakuan seorang munafik bernama Abdullah bin Ubai. Abdullah bin Ubai bersama anak buahnya bertemu dengan sahabat-sahabat Rasulullah.
Kata Abdullah bin Ubai kepada anak buahnya, ‘Lihatlah! Aku akan mempermainkan mereka orang-orang yang tolol itu. Aku akan mengolok-olok mereka.’
Abdullah bin Ubai kemudian menjumpai Abu Bakar Sidiq. Ia menjabat tangan Abu Bakar dan berkata, ‘Selamat bagimu, wahai penghulu Bani Taim dan Syaikhul Islam. Engkaulah orang kedua selain Rasulullah tatkala bersembunyi di Goa Tsaur. Engkau telah mengorbankan harta benda dan jiwa raga untuk beliau. Sungguh mulia sifatmu.’
Begitulah ia memuji Abu Bakar setinggi langit.
Ketika ia bertemu dengan Umar bin Khatab ia berkata, ‘Selamat kepadamu wahai pemimpin Bani Adi bin Ka’ab, yang mendapat gelar kehormatan Al-Faruq. Engkau sangat kuat memegang agamamu, dan dengan sukarela menyerahkan harta benda serta jiwa raga bagi perjuangan Rasulullah.’
Begitulah ia  memuji  Umar  bin  Khattab  untuk menyenangkan hatinya.
Ketika ia bertemu dengan Sayyidina Ali r.a. ia berkata, ‘Selamat sejahtera dan segala pujian untukmu wahai saudara sepupu Rasulullah, pintu gerbang seluruh ilmunya, menantu terkasih yang sangat dicintainya. Sungguh engkau prajurit yang gagah berani di medan perang. Kalau perlu, lehermu kau serahkan untuk Rasulullah karena cintamu murni, hatimu tulus. Dan engkaulah yang pantas menjadi pemimpin Bani Hasyim di samping Rasulullah.’
Begitulah ia berkata memuji Sayyidina Ali.
Kemudian Abdullah bin Ubai kembali kepada anak buahnya dan berkata, ‘Begitulah caranya jika kalian bertemu dengan mereka. Berbuatlah seperti yang kulakukan barusan.’
Abdullah bin Ubai ini adalah dedengkotnya kaum munafiqin. Saya benci banget kepadanya. Saking bencinya, menceritakan kisahnya membuat saya haus. Maafkan saya ingin minum dulu.”
Kabayan meneguk air minum.
Semuanya tersenyum.
“Kenapa saya menceritakan kisah tadi? Karena  di sekitar kita banyak orang bermuka dua. Di depan bilang ya, di belakang bilang tidak. Wajah mereka tersenyum, bibir mereka berkata manis, padahal hatinya busuk dan menyimpan rencana jahat. Apalagi sekarang menjelang pemilihan umum. Orang-orang berdatangan menemui para calon anggota legislatif. Semua caleg didatangi, mengaku mendukung dan siap membantu  perolehan  suara,  padahal  hanya  untuk mendapatkan uangnya saja.
Kenapa jadi pada diam, ngerasa ya?”
Semuanya tersenyum.
Kabayan menoleh kepada Pak Haji Sobari, “Hati-hati loh, Pak Haji. Jangan mudah terbujuk rayuan orang-orang yang datang tanpa kita ketahui sifat dan karakternya. Berhati-hatilah mencari tim sukses. Kalau salah memilih tim, nanti Pak Haji gak akan sukses, yang sukses malah timnya.”
Orang-orang tertawa. Pak Haji Sobari cuma tersenyum.
“Saya ingatkan kepada semuanya, jangan bermuka dua! Ke caleg A datang untuk menyatakan mendukung, setelah dikasih bantuan pulang, bantuannya dibawa ke rumah untuk kepentingan pribadi. Ke caleg B datang menyatakan dukungan, setelah dikasih bantuan dibawa ke rumah sebagian, dibagikan kepada masyarakat sebagian. Datang lagi ke caleg C untuk menyatakan dukungan sambil meminta selang untuk masjid, selangnya dibawa ke sawah milik sendiri.  Jangan! Jangan berbuat begitu!  Allah mengancam orang-orang munafik, akan disimpan di dasar neraka jahanam! Kalau mau mendukung, dukunglah satu orang! Orang yang kita percayai! Dengan dasar lillaahi ta’ala untuk kebaikan umat! Untuk kemajuan daerah kita!
Aduh! Malah berkampanye nih.”
Orang-orang tertawa.
“Saya heran. Orang-orang memilih dengan dasar materi. Saya pernah bertemu dengan beberapa orang yang mengatakan, saya akan memilih siapa saja yang memberi uang. Kalau masyarakat biasa atau masyarakat awam berkata seperti itu wajar, karena pengetahuan mereka dan keadaan mereka yang masih membutuhkan bantuan. Tapi banyak orang yang mengerti soal agama, mereka menjual suara kepada para caleg untuk membangun mesjid, madrasah, dan sarana-sarana ibadah yang lain. Pantas saja banyak tempat ibadah yang kosong ditinggalkan oleh umat karena bangunan tempat ibadahnya dibuat dari cara yang tidak benar! Keramiknya dari caleg A, karpetnya dari caleg B, pengeras suaranya dari caleg C. Belum lama dipasang keramiknya sudah pecah karena harganya murah. Ketika dipakai shalat karpetnya tidak nyaman, bawaan shalatnya ingin cepat selesai, ingin segera pulang ke rumah. Ketika dipanggil adzan umatnya malah kabur tidak mau masuk ke dalam mesjid.
Hadirin yang saya hormati, Pak Haji Sobari yang saya cintai, niat Pak Haji untuk menjadi caleg sangat mulia. Jika nanti menjadi anggota dewan, banyak hal yang bisa diperbuat untuk kemajuan dan kemaslahatan umat. Semoga cita-cita Pak Haji diridhai Allah SWT. Amin!”
“Amiiinn!”
“Untuk terpilih menjadi anggota dewan, syaratnya cuma satu. Suara pemilihnya harus banyak.”
Orang-orang tertawa.
“Supaya suaranya banyak, Pak Haji harus dicintai oleh rakyat. Ada yang mengatakan suara rakyat adalah suara Tuhan. Agar dicintai oleh rakyat, maka harus dicintai oleh Tuhan. Saya akan menceritakan sebuah kisah tentang seseorang yang mencari jawaban tentang ciri-ciri orang yang dicintai oleh Allah dan dibenci oleh Allah.
Suatu hari datanglah seorang asing  kepada  Rasulullah.
Rasulullah bertanya, ‘Siapa namamu?’
Orang itu menjawab, ‘Zaidhulkhail, Si Kuda Jalang.’
Rasulullah tersenyum, ‘Ganti namamu menjadi Zaidulkhair, yang bertambah kebaikannya.’
Zaid berkata, ‘Terserah. Tidak penting masalah nama. Saya datang ke sini ingin bertanya, apa cirinya orang-orang yang dicintai Allah dan dibenci Allah?’
Rasul malah balik bertanya, ‘Bagaimana perasaanmu saat bangun tidur?’
Zaid menjawab, ‘Setiap bangun tidur pagi, saya ingin melakukan kebaikan dan rindu ingin bertemu dengan orang-orang yang berbuat baik. Jika berbuat baik, saya hanya ingin dapat pahala semata-mata dari Allah, bukan pujian dari manusia. Kalau saya tidak bisa berbuat kebajikan, hati ini rasanya hancur. Jika tidak bertemu dengan orang shaleh, hatiku sedih.’
Rasul berkata, ‘Itulah ciri-ciri orang yang dicintai Allah. Adapun orang-orang yang dibenci Allah adalah mereka yang ketika bangun tidur sudah berencana  hendak  berbuat  maksiat serta ingin bersuka ria dengan para ahli maksiat.’
Nah, dari kisah tersebut,  kita  tinggal  mencocokkan diri saja, apakah kita termasuk orang yang dicintai Allah atau dibenci Allah? Tapi saya yakin, Pak Haji Sobari ini adalah orang yang dicintai Allah, karena selalu berbuat kebaikan dan dekat dengan orang-orang shaleh. Semoga saja menjadi pembuka jalan bagi Pak Haji Sobari untuk menjadi wakil rakyat. Amin!”
“Amiiinn!”
“Hadirin, Bapak-bapak dan Ibu-ibu sekalian, sudah capek ya mendengarkan ceramah saya?”
“Beluuumm! Lanjuuutt!” sahut orang-orang.
“Dilanjutkan juga percuma, karena saya sudah capek. Bapak-bapak dan Ibu-ibu enak mendengarkan, saya yang capek.”
Orang-orang tertawa.
“Saya dapat amanat tadi sebelum masuk ke rumah, ‘Pak Ustad jangan lama-lama ya, ceramahnya, kalau ceramahnya lama kapan dong kita makan-makannya? Sudah gak tahan ingin menikmati masakan Bu Hajah Sobari yang terkenal nikmat.’
Saya juga sama penasaran, seperti apa nikmatnya masakan Bu Hajah Sobari.”
Semuanya tersenyum, termasuk Bu Haji Sobari.
“Semoga yang saya sampaikan dengan bahasa yang sederhana dan dengan ucapan yang terbata-bata ada manfaatnya bagi semuanya. Billaahi taufik wal hidayah. Wassalaamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh!”
“Wa’alaikum salam warahmatullaahi wabarakaatuh!”
Selesai Kabayan ceramah, Haji Sobari mendekat.
“Terima kasih Jang Ustadz, ceramahnya pas banget,” bisik Pak Haji Sobari senang.
“Saya berusaha semampunya, Pak Haji,” kata Kabayan.
Acara selanjutnya berdo’a yang dipimpin oleh ketua MUI tingkat desa. Seterusnya acara makan-makan dan mengobrol santai.
Jam setengah sebelas malam, Kabayan dan Pak Soleh pulang. Sebelum pulang Pak Haji Sobari memberikan sarung kepada Kabayan dan Pak Soleh, serta amplop untuk Kabayan. Pak Haji Sobari memang terkenal orang kaya yang dermawan. Kabayan sangat bersyukur. Setelah sampai di depan rumahnya, Kabayan dengan gemetar membuka amplop itu. Ia terharu dan matanya berkaca-kaca melihat uang di dalam amplop. Ia mengambil uang seratus ribu untuk Pak Shaleh. Sebagian akan ia belikan Al-Qura’an dan Sajadah untuk di mushala dan sisanya akan diberikan kepada isterinya.
Kabayan menengadahkan kedua tangan penuh rasa syukur. Ya Allah, aku tak meminta kepada Pak Haji Sobari, tetapi Engkau mengetuk hatinya untuk memberikan sebagian rezekinya kepadaku. Alhamdulillah untuk rezeki yang Kau berikan padaku malam ini, semoga Engkau semakin sayang kepada orang yang telah memberikan rezeki kepadaku.
***




Ustadz Kabayan
______________________________________

14    40 HARI WAFATNYA
                         AJENGAN USUP


Tidak terasa sudah 40 hari almarhum Ajengan Usup meninggal. Nampak ada kesibukan di rumah Mak Sadiah, untuk memperingati meninggalnya Ajengan Usup. Para ibu tetangga dekat Mak Sadiah sibuk membantu memasak untuk jamuan para tamu pada acara tahlilan  yang akan dilaksanakan setelah shalat Asyar. Beberapa orang warga laki-laki ikut membantu menyiapkan kayu bakar dan berbagai keperluan lainnya.
            Tak lama setelah waktu shalat Asyar, para warga kampung berdatangan ke rumah Mak Sadiah untuk mengikuti acara tahlilan. Mak Sadiah telah mempercayakan acara itu kepada Kabayan sebagai pengurus mushola yang baru menggantikan almarhum suaminya. Mak Sadiah sudah menganggap Kabayan sebagai anaknya sendiri. Kabayan pun sering mampir ke rumah Mak Sadiah jika selesai shalat.
Kabayan segera memimpin acara.
“Bismillaahirrahmaanirrahiim. Assalaamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh!”
            Wa’alaikum salam warahmatullaahi wabarakaatuh!”
            “Puji syukur kepada Allah SWT  yang  telah memberikan umur yang panjang kepada kita, memberi kesempatan kepada kita untuk memperbaiki diri dan mempersiapkan diri untuk menghadapi kematian yang baik. Shalawat serta salam semoga dilimpahkan kepada kekasih Allah, Nabi Muhammad SAW, suri tauladan bagi kita semua.
            Warga Kampung Cinta yang hadir pada acara mengenang 40 hari wafatnya almarhum Ajengan Usup guru kita semua, saya sebagai wakil keluarga almarhum mengucapkan terima kasih atas kedatangannya ke tempat ini. Kita akan bersama-sama memanjatkan do’a kepada Allah SWT agar almarhum Ajengan Usup mendapatkan kebaikan di alam kuburnya. Selain itu kita memohon kebaikan bagi kita yang masih hidup, agar mendapat pelajaran dari setiap kematian yang dialami oleh orang lain, bahwa kita semua juga pasti akan mati. Hanya soal waktu dan bagaimana cara kita mendapatkan kematian.
            Hadirin yang dirahmati Allah, suatu hari rasulullah SAW melayat seorang sahabat yang meninggal. Beliau bertanya kepada isteri sahabatnya yang meninggal itu.
            ‘Apakah suamimu berwasiat sebelum wafat?’
            ‘Suami saya saat sedang sakaratul maut mengatakan ; andai lebih panjang, andai yang masih baru, anda semuanya... ia mengatakannya berulang-ulang, tapi saya tidak mengerti maksudnya,’ sahut wanita itu.
            Rasulullah berkata, ‘Sungguh yang diucapkan oleh suamimu itu benar. Ucapan pertama, andai lebih panjang, karena ia pernah mengalami sebuah peristiwa. Suatu hari ada orang buta yang hendak pergi ke mesjid, ia tersaruk-saruk karena tidak ada yang menuntun. Maka suamimu yang melihat orang buta itu menuntunnya hingga sampai ke mesjid. Saat sakaratul maut, Allah memperlihatkan pahala amal shalehnya itu. Ia berkata, andai lebih panjang, maksudnya adalah andai saja jalan ke mesjid lebih panjang lagi, maka pahala yang ia terima karena menuntun orang buta itu akan lebih besar.
            Ucapan yang kedua, andai yang masih baru, karena suatu hari suamimu melihat ada seorang lelaki tua yang sedang kedinginan di luar rumah. Suamimu mengambil sebuah jaket tebal yang sudah lama dan memberikannya kepada lelaki tua itu. Ketika Allah memperlihatkan pahala amalnya itu saat sakaratul maut, ia menyesal. Kalau saja yang diberikan kepada laki-laki tua itu sebuah jaket yang masih baru, tentu pahala yang ia terima akan lebih besar.
            Ucapan yang ketiga, andai semuanya, karena suamimu pernah didatangi orang fakir yang meminta makanan ketika suamimu hendak makan. Suamimu memberikan setengah makanannya untuk orang fakir itu. Ketika Allah memperlihatkan pahalanya saat sakaratul maut, suamimu menyesal, andai saja ia memberikan semua makanannya kepada si  fakir  itu, tentu pahala yang ia terima akan semakin besar.”
            Kabayan berhenti beberapa saat.
            “Hadirin yang dirahmati Allah, dari cerita itu kita ambil hikmahnya. Pada saat sakaratul maut, Allah akan memperlihatkan kepada kita kebaikan-kebaikan maupun keburukan-keburukan yang pernah kita lakukan. Jangan sampai kita menyesal pada saat sakaratul maut. Maka perbanyaklah kebaikan-kebaikan dalam hidup kita, berlomba-lombalah dalam kebaikan. Mumpung kita masih diberi waktu oleh Allah SWT. Ingat lima perkara sebelum lima perkara. Sehat sebelum sakit, muda sebelum tua, kaya sebelum miskin, lapang sebelum sempit, hidup sebelum mati.
            Sabda Rasulullah SAW : ‘Tidak ada satu rumah pun melainkan malaikat maut berdiri di pintunya, setiap hari lima kali. Jika dia mendapatkan seseorang sudah selesai makannya dan berakhir ajalnya, maka dia mendatangkan awan kematian di atas dirinya, lalu kesusahan menghimpitnya dan sakaratul maut melingkupinya. Di antara anggota keluarganya ada yang mengurai rambutnya, memukul wajahnya, menangis karena sedih, meratap dengan suara meraung. Pada saat itu malakal maut berkata, ‘Calakalah kalian, untuk apa kalian sedih dan karena apa kalian terguncang? Demi Allah, aku tak merebut rezeki dari kalian, tidak menyegerakan ajal baginya, aku tidak mendatanginya sebelum aku diperintah, aku tidak mencabut ruhnya sebelum aku diizinkan. Sesungguhnya aku akan kembali, kemudian kembali lagi kepada kalian, hingga aku tidak membiarkan seorang pun di antara kalian tetap hidup.’
            Demikianlah   malaikat   maut,   setiap  waktu
bekerja melaksanakan tugas dari Allah untuk mengambil nyawa manusia yang telah sampai pada ketetapannya. Maka kita harus selalu siap menghadapi kematian, karena kematian tidak pernah memberitahu kapan ia akan datang menjemput kita.
            Firman Allah : Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila telah datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengenal apa yang kamu kerjakan.” (QS Al-Munaafiqun : 11)
            Sebagai tausiah saya cukupkan sampai di sini. Selanjutnya mari kita melaksanakan tahlil bersama.”
            Kemudian Kabayan memimpin acara tahlil.
***




Ustadz Kabayan
______________________________________

15   SYAFA’AT RASULULLAH


Semua orang yang akan mengikuti acara pengajian mingguan sudah hadir di mushala. Kabayan sangat senang melihat warga Kampung Cinta yang semakin rajin datang ke acara pengajian mingguan setiap malam Jum’at ba’da shalat Isya. Selain itu para ibu dengan sukarela membawa makanan dan minuman yang dimakan bersama setelah acara pengajian.
            Kabayan bersiap-siap untuk memulai acara pengajian.
“Bismilallaahirrahmaanirrahiim. Assalaamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh!”
“Wa’alaikum salam warahmatullaahi wabarakaatuh!”
“Hamdan wasyukran lillah. Washshalaatu wassalaamu ‘alaa sayyidina Muhammad. Amma ba’du. Qaala ta’aala filqur’aanil adzim. Wahua asdaqul qaa’ilin. A’uudzubillaahi minasy Syaithaanirrajiim. Wama taufiiqii illaa billaah. ‘Alaihi tawakkaltu wailaihi uniib. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dari Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakal dan hanya kepada-Nya aku kembali. (QS Hud : 88)
            Bapak-bapak yang dicintai oleh Ibu-ibu dan anak-anaknya.   Ibu-ibu  yang  disayangi  oleh   Bapak-bapak  dan anak-anaknya.”
            Semuanya tersenyum.
            “Mari kita bersyukur kepada Allah Subhanahu Wata’ala, hingga saat ini kita masih diberi umur yang panjang, rezeki yang halal, tubuh yang sehat, tempat yang aman, isteri yang shalehah, anak yang shaleh, suami yang baik dan bertanggung jawab. Di kampung ini sudah lama tak ada isteri yang kabur dari rumah, atau suami yang kabur dari rumah.”
            Sebagian penghuni mushala tertawa.
            “Alhamdulillah, semuanya menuju ke arah yang lebih baik. Taufik dan hidayah itu berasal dari Allah. Namun kita manusia harus berupaya untuk berubah dari waktu ke waktu agar menjadi semakin baik. Kalau kita tak punya keinginan untuk berubah, Allah tak akan merubahnya.
            Hadirin yang dimuliakan Allah, pada ceramah mingguan kali ini, saya akan membahas tentang syafa’at Rasulullah pada hari kiamat. Sebelumnya mari kita membaca shalawat bersama-sama.”
            Kemudian semuanya bershalawat.
“Allahhumma shalli ‘alaa Muhammad, wa’alaa aali Muhammad. Kamma shallaita ‘alaa Ibraahim, wa ‘alaa aali Ibraahim. Wabaarik ‘alaa Muhammad, wa ‘alaa aali Muhammad. Kamaa baarakta ’alaa Ibraahim, wa ‘alaa aali Ibraahim. Fil ‘aalaminnainnaka hamiddum-majiid.”
            “Hadirin, warga Kampung Cinta yang saya cintai. Di alam akherat nanti, seluruh manusia mulai dari zaman Nabi Adam hingga manusia yang meninggal paling akhir karena kejadian kiamat, akan mengalami tinggal di Padang Mahsyar selama seribu tahun. Ada tujuh matahari yang sangat dekat di atas Padang Mahsyar. Untuk manusia yang melakukan perbuatan dosa semasa hidupnya di dunia, ia akan merasakan kepanasan dan kehausan. Tubuhnya penuh dengan keringat, bahkan banyak orang yang tenggelam dalam keringatnya sendiri. Semakin banyak dosa yang ia lakukan selama di dunia, maka semakin tenggelam ia dalam lautan keringat.”
            “Wah, keringatnya kok banyak amat ya?” kata Pak Odih kepada Pak Soleh.
            “Dosanya banyak!” sahut Pak Soleh.
            “Jangan bandingkan dengan keadaan di dunia. Di dunia banyak pepohonan, banyak angin, banyak tempat untuk berteduh, dan mataharinya ada satu dengan jarak yang sangat jauh. Sedangkan di Padang Mahsyar tak ada tempat berteduh sedikit pun. Dan matahari ada tujuh dengan jarak yang sangat dekat. Sungguh manusia saat itu dalam keadaan payah. Maka pada saat itu manusia mencari syafa’at, mencari orang yang bisa memberikan pertolongan atas penderitaan yang mereka alami. Agar penderitaan mereka segera berakhir.
            Rasulullah bersabda, ‘Aku adalah tuannya seluruh manusia pada hari kiamat. Apakah kalian tahu kenapa bisa demikian? Allah akan mengumpulkan semua orang dari generasi awal sampai generasi akhir di sebuah dataran tinggi. Sehingga orang yang melihat bisa meliputi keberadaan mereka semua dan orang yang menyeru bisa membuat mereka semua mendengar suara seruannya. Pada hari itu matahari akan mendekat ke ubun-ubun manusia sehingga sebagian orang ada yang berkata, ‘Tidakkah kalian melihat bagaiamana kondisi kalian? Bentuk siksa apa yang akan kalian terima? Tidakkah kalian mencari orang yang bisa memberi syafa’at untuk kalian kepada Tuhan kalian?’
            Sebagian orang berkata, ‘Lebih baik datang kepada ayah kalian, Adam’.
            Lalu mereka mendatangi Nabi Adam untuk meminta syafa’at. ‘Wahai Adam, Anda adalah nenek moyang manusia. Allah telah menciptakanmu langsung ke dalam jasadmu. Allah telah memerintah para malaikat untuk bersujud kepadamu sehingga mereka pun bersujud. Bahkan Allah telah menempatkanmu di dalam surga. Tidakkah anda memohonkan syafa’at untuk kami kepada Tuhanmu? Tidakkah Anda menyaksikan kondisi kami dan tempat apa yang akan kami capai?’
            Nabi Adam berkata, ‘Tuhan-Ku telah murka dimana sebelumnya Dia tidak pernah murka seperti itu, dan juga tidak akan pernah murka seperti ini sesudahnya. Allah telah melarangku untuk mendekati pohon, namun aku malah melanggar perintah-Nya. Pada hari ini aku juga akan mengajukan permohonan maaf untuk diriku sendiri. Oleh karena itu, pergilah kalian menghadap Nuh!’
            Lalu semuanya  pergi menghadap  Nabi Nuh, kemudian mereka berkata, ‘Wahai Nuh, Anda adalah rasul pertama yang diutus oleh Allah kepada penduduk bumi. Allah telah memberimu julukan sebagai seorang hamba yang gemar bersyukur. Tidakkah Anda melihat kondisi kami? Tidakkah Anda melihat tempat yang akan kami capai? Tidakkah Anda memohon syafa’at untuk kami kepada Tuhanmu?”
            Nabi Nuh menjawab, ‘Tuhanku pada hari ini telah murka dimana Dia belum pernah semurka hari ini dan tidak akan pernah murka sesudahnya seperti hari ini. Pada hari ini aku juga akan mengajukan permohonan maaf untuk diriku sendiri. Datanglah kalian kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam!
            Lalu orang-orang mendatangiku sehingga aku bersujud di bawah ‘Arsy.
            Allah berfirman, ‘Wahai Muhammad, angkatlah kepalamu! Mintalah syafa’at, maka kamu akan diberi wewenang untuk memberi syafa’at. Mintalah kamu, maka permintaanmu akan diberi.’
            Maka kemudian Nabi Muhammad SAW memberikan syafa’at kepada seluruh manusia agar terbebas dari penderitaan yang berat di Padang Mahsyar.”
            Kabayan berhenti, ia meminum air putih dari gelas di depannya.
            “Siapa yang ingin mendapatkan Syafaat dari Rasulullah?”
            Semuanya mengacungkan tangan.
            “Ma Isah! Berapa kali  dalam  sehari  bershalawat?” Kabayan bertanya.
            “Tidak tentu, kadang ingat kadang tidak,” sahut Mak Isah.
            “Sering-seringlah membaca shalawat, untuk menunjukkan rasa cinta kita kepada Rasulullah, agar nanti mendapatkan syafaa’at Rasulullah di Padang Mahsyar.”
            “Insya Allah, Jang Ustadz.”
            “Rasulullah sangat mencintai umatnya di dunia hingga sampai ke akherat. Dalam sebuah hadits disebutkan, suatu hari Rasulullah SAW membaca firman Allah tentang pembelaan Nabi Musa dan Nabi Isa kepada umatnya, lalu Rasulullah mengangkat kedua tangannya sambil bersabda, ‘Ya Allah, umatku... umatku... ‘ Rasulullah meneteskan air matanya. Maka Allah SWT berfirman, ‘Wahai Jibril, pergilah kamu kepada Muhammad! Bertanyalah kepadanya, apa yang membuatnya menangis?’ Lalu Malaikat Jibril mendatangi Rasulullah untuk bertanya kepada beliau. Rasulullah akhirnya memberitahu. Allah SWT berfirman, ‘Wahai Jibril, pergilah kamu kepada Muhammad! Katakan kepadanya, sesungguhnya Kami (Allah) akan meridhaimu dan tidak membuatmu sedih mengenai urusan umatmu.’
            Do’a dan cucuran air mata Rasulullah itulah bukti betapa sayangnya Rasulullah kepada umatnya. Sungguh mulia Rasulullah. Kasih sayangnya demikian besar hingga akhir zaman, bahkan sampai di akherat dengan syafa’atnya.
            Ada sebuah kisah tentang sebuah pohon kurma yang menangis karena rasa rindunya kepada Rasulullah. Pada tahun ketujuh Hijriah Rasulullah sudah menggunakan mimbar setiap berkhutbah. Sebelumnya beliau hanya berdiri di atas gundukan tanah yang di sampingnya ada pohon kurma untuk bersandar. Tetapi setelah beliau menggunakan mimbar baru, batang pohon kurma tidak lagi dipergunakan. Merasa ditinggalkan oleh Rasulullah, batang pohon kurma tersebut merasa rindu kepada beliau. Kerinduan itu berubah menjadi kesedihan lalu batang pohon itu menangis seperti tangisan anak kecil. Para sahabat pun mendengarnya. Suara tangisan itu semakin keras sehingga terdengar oleh semua orang dalam majelis itu, sehingga yang mendengar merasa kasihan dan iba. Maka turunlah Rasulullah dari mimbar lalu mendekatinya dan memeluknya, seketika itu juga batang pohon kurma tersebut diam. Lalu Rasulullah bersabda, ‘Seandainya aku tidak memeluknya, sungguh ia akan merindukanku sampai kiamat.’
            Kemudian Rasulullah memerintahkan kepada para sahabat untuk menguburkan batang pohon kurma itu di bawah mimbar.
            Sungguh menakjubkan, sebatang pohon kurma merindukan Rasulullah SAW, sedangkan kita tidak merindukannya.”
            Semua yang hadir dalam pengajian di mushala tersentuh hatinya mendengar kisah itu. Mereka berjanji dalam hati, mulai sekarang akan sering membaca shalawat kepada Rasulullah SAW.
***




Ustadz Kabayan
______________________________________

16    UNDANGAN
                         ACARA KHITANAN


Suatu hari Kabayan kedatangan Pak Suhada, salah-seorang jema’ah di mushala. Pak Suhada kemudian mengutarakan maksudnya.
            “Begini Jang Ustadz, cucu saya Jang Usep akan dikhitan besok. Malam harinya akan dilaksanakan acara syukuran. Saya disuruh oleh Karim anak saya untuk mengundang Jang Ustadz sebagai penceramah. Kami memohon dengan sangat agar Jang Ustadz bisa datang pada waktunya,” kata Pak Suhada penuh harap.
            “Insya Allah saya akan datang, Pak Suhada. Apalagi Pak Suhada ini termasuk warga yang rajin datang berjama’ah ke mushala menemani saya.  Masa saya gak datang. Acaranya setelah shalat Isya, kan?”
            “Iya. Terima kasih atas kesedian Jang Ustadz,” kata Pak Suhada.
            “Sama-sama Pak Suhada. Ayo diminum dulu teh manisnya.”
            Pak Suhada meminum teh manis yang disuguhkan padanya.
“Maaf ya Pak Suhada, jangan dulu pulang sebelum minumannya habis,” kata Kabayan.
“Memangnya kenapa,  Jang Ustadz?”  Pak Suhada heran.
“Sisa minuman Pak Suhada tak akan ada yang meminum, nantinya mubazir. Jangan sampai ada rezeki yang mubazir walaupun cuma seteguk air.”
“Oh begitu ya?” Pak Suhada mengangguk-angguk.
“Ya, kita berdosa kalau membiarkan ada makanan dan minuman yang mubazir,” kata Kabayan.
Setelah ngobrol beberapa saat sambil menghabiskan minumannya, Pak Suhada kemudian pamit. Ada saja manfaatnya kalau bertamu kepada orang yang berilmu, katanya dalam hati. Ia berjanji dalam hati tak akan lagi membiarkan ada makanan dan minuman  yang mubazir.

Tepat pukul delapan malam, Kabayan naik ke atas panggung di depan rumah Karim yang punya acara khitanan, untuk menyampaikan ceramahnya.
“Bismillaahirrahmaanirrahiim. Assalaamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh!”
“Wa’alaikum   salam  warahmatullaahi   wabarakaatuh!”
“Hamdan wasyukran lillah. Washshalaatu wassalaamu ‘alaa sayyidina Muhammad. Amma ba’du.
Qaala Ta’ala filqur’aanil kariim. Wahua asdaqul qaa’iliin. A’uudzubillaahi minasy Syaithaanirrajiim. Tsumma auhainaa ilaika anittabi’ millata ibrahiima haniifa. Wamaa kaana minal musyrikiin. Al-ayah.
Yang saya hormati dan mudah-mudahan dimulyakan oleh Allah, Bapak-bapak dan Ibu-ibu yang telah  datang   untuk  melaksanakan  thalabul  ilmi   ke tempat ini.
Yang saya sayangi dan mudah-mudahan disayangi oleh orang tua dan disayangi oleh Allah, para pemuda dan pemudi serta anak-anak sekalian.
Yang saya kasihani dan mudah-mudahan dikasihani oleh Allah, Bapak Karim sekeluarga yang telah melaksanakan acara khitan putranya yaitu Jang Usep Saefullah. Semoga anak yang dikhitan segera sehat. Amiin!”
“Amiin!”
“Semoga dia menjadi anak yang shaleh. Amiin!”
“Amiiin!” sahut semuanya.
“Dan jika Pak Karim punya hutang setelah acara khitanan ini, semoga hutangnya cepat lunas. Amiin!”
“Amiiinn!” sahut semuanya sambil tersenyum.
“Bapak-bapak, siapa diantara Bapak-bapak yang belum dikhitan?”
Semuanya tertawa.
“Tidak ada! Semuanya sudah gundul!” kata seseorang disambut tawa oleh yang lainnya.
“Syukurlah kalau semua sudah dikhitan. Kalau masih ada yang belum dikhitan, besok pergi ke hutan, bawa kampak yang tajam.”
Semuanya tertawa-tawa.
“Siapa yang mau dikhitan dua kali?” Kabayan bertanya lagi.
Suara tawa makin riuh rendah.
“Rugi dong kalau dikhitan dua kali!” teriak seorang ibu yang membuat suasana semakin heboh.
“Sudah dulu ketawanya. Tadi di awal ceramah saya membacakan salahsatu ayat Al-Qur’an Surat An-Nahl ayat 123. ‘A’uudzubillaahi minasy Syaithaanirrajiim. Tsumma auhainaa ilaika anittabi’ millata ibrahiima haniifa. Wamaa kaana minal musyrikiin.’
Artinya, ‘Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad): "Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif" dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.’
Itulah ayat Al-Qur’an yang menjadi dasar pelaksanaan khitan. Dalam khitan ini Allah memerintahkan kepada Nabi Muhammad dan umatnya agar mengikuti sunnah Nabi Ibrahim sebagai Bapak para Nabi.
Selain itu Rasulullah SAW bersabda, “Akhtatana ibrahiimu ba’da tsamaaniina wakhtatana bil qaduum.” Artinya, Ibrahim berkhitan setelah mencapai usia 80 tahun, ia bekhitan dengan Al-Qaduum.”
Al-Qadum itu adalah alat pemotong kayu, kampak, atau suatu nama alat pemotong di daerah Syam. Bayangkan bagaimana kalau kita dikhitan menggunakan kampak? Mendingan kalau motongnya pas kulit kulupnya, bagaimana kalau salah sasaran?”
Semuanya tertawa.
            “Kenapa Nabi Ibrahim berkhitan menggunakan kampak? Karena teknologi pada saat itu belum ada pisau atau laser seperti sekarang. Yang ada cuma kampak. Berkhitan dengan memakai teknologi modern pun anak-anak masih menangis, apalagi kalau pakai kampak, sebelum dikhitan pasti sudah pingsan duluan. Dan bapak-bapak serta ibu-ibu pasti khawatir kalau ada acara khitanan. Apalagi kalau tukang khitannya sudah tua dan punya penyakit rabun, masa depan anak kita terancam. Secakep apa pun anak kita kalau terpotong anunya  saat  dikhitan,   masa   depannya   pasti  suram!
Kalau sudah dewasa gak bakal laku kalau nyari jodoh!”
Semuanya tertawa kembali.
“Kalaupun laku, dijamin seminggu kemudian isterinya akan meminta cerai. Ngapain kawin sama laki-laki ganteng tapi anunya buntung!”
            Suara tawa semakin bergemuruh.
            “Nah saya akan tanya kepada Bu Wati,” Kabayan menunjuk bu Wati yang berada di depan. “Bu Wati, coba ibu pilih. Punya suami kaya raya tapi anunya buntung, atau punya suami gak kaya tapi anunya normal?”
            “Mendingan punya suami kaya dan normal,” sahut Bu Wati sambil tertawa. Semua ikut tertawa.
            “Bisa aja Bu Wati ini. Tuh kan, ibu-ibu ingin punya suami yang anunya normal. Beruntunglah kita tidak hidup di zaman Nabi Ibrahim. Karena sejak Nabi Ibrahim dikhitan, pastinya banyak umatnya yang dikhitan padahal usia mereka sudah banyak yang tua, malah ada yang kakek-kakek. Sedangkan di zaman Rasulullah, khitan dilakukan saat masih anak-anak. Kecuali orang yang tadinya kafir, mereka dikhitan sesuai usia mereka setelah masuk Islam. Sabda Rasulullah bagi mereka yang baru masuk Islam, ‘Alqi anka tsa’ral kufri wakhtatin.’ Artinya, ‘Hilangkanlah rambut kekafiran yang ada padamu dan berkhitanlah.’
            Bagi kita di zaman sekarang, banyak orang tua yang mengkhitan anaknya sebelum masuk ke SD. Sebetulnya dianjurkan pelaksanaan khitan itu pada hari ketujuh setelah kelahirannya.
            Jabir r.a. meriwayatkan, ‘Rasulullah mengaqiqah Hasan dan Husen dan mengkhitan mereka  pada  hari ketujuh.’ (HR Thabrani).
            Ibnu Abas r.a. meriwayatkan, ‘Ada tujuh sunah bagi bayi pada hari ketujuh yaitu pemberian nama, khitan....” (HR Thabrani).
            Jadi minimal usia khitan adalah tujuh hari setelah kelahiran bayi. Pelaksanaan khitan saat masih bayi akan menyebabkan pertumbuhan anak menjadi pesat baik tubuhnya maupun kecerdasannya. Terus kalau ia dibawa oleh orang tuanya ke mesjid belajar shalat dan mengaji saat masih kecil, tak akan ada keraguan masalah nazis yang menempel di celananya karena ia sudah dikhitan. Sedangkan maksimal pelaksanaan khitan adalah sebelum akil baligh atau sekitar usia lima belas tahun.
Apakah hanya anak laki-laki saja yang dikhitan?” Kabayan bertanya kepada para mustami.
            Tak ada yang menjawab.
            “Maaf, ya. Di rumah tadi belum sempat minum karena takut terlambat shalat maghrib. Sampai Isya berada di mushala. Pas datang ke sini disuguhi kopi susu panas, belum sempat diminum sudah dipanggil ke atas panggung.”
            Semuanya tertawa. Kabayan meminum dulu air putih yang disediakan di atas meja.
            “Baiklah kita lanjutkan. Apakah yang dikhitan itu hanya anak laki-laki saja? Menurut pendapat umum para ulama, wajib khitan bagi laki-laki dan sunnah bagi perempuan. Berkhitan bagi laki-laki adalah memotong kulit yang menutupi ujung kemaluan atau yang disebut kulup atau kupluk. Sedangkan berkhitan bagi perempuan adalah memotong kulit bagian atas kemaluan.
            Tujuannya apa?  Khitan  pada laki-laki bertujuan untuk membuang najis bekas kencing pada kulup. Sedangkan pada wanita khitan bertujuan untuk mengurangi syahwat.
            Kenapa bengong Pak?” Kabayan menunjuk seorang  pria  yang  duduk  paling  depan.  “Baru tahu ya kalau wanita juga dikhitan?”
            “Iya,” sahut pria itu.
            “Pak, wanita yang tidak dikhitan syahwatnya besar. Seperti harga bahan bakar dan gas, maunya naik melulu.”
            Semuanya tertawa.
            “Dengan dikhitan, syahwatnya akan menjadi normal. Tapi jangan terlalu dalam mengkhitannya, takut-takut syahwatnya berkurang, nanti bapak-bapak jadi repot kalau punya isteri kurang gairah, bisa-bisa ngamuk melulu.”
            Suara tawa makin gaduh.
            “Sudah ketawanya, mari kita lanjutkan ke bahasan berikutnya. Hadirin yang dimulyakan oleh Allah. Kita sebagai orang tua memiliki berbagai kewajiban kepada anak-anak kita. Sebab anak adalah amanat dari Tuhan kepada kita orang tuanya. Sejak bayi kita berkewajiban memelihara mereka. Setelah cukup umur untuk dikhitan kita berkewajiban mengkhitan mereka. Selanjutnya kita memiliki kewajiban untuk mendidik mereka lahir dan bathinnya. Mengajari mereka mengaji atau menitipkannya kepada seseorang yang dipercaya untuk mengajari mereka mengaji agar mereka mengetahui masalah agama. Dimasukkan  ke  sekolah  agar  mereka menjadi pintar
dalam pengetahuan umum.
            Di  dalam Al-Qur’an  ada  salahsatu surat yaitu Surat Luqman. Luqman adalah nama seorang manusia yang shaleh dalam masa hidupnya. Ia melakukan apa yang harus dilakukan oleh setiap manusia yang beriman.
            Pertama, selalu berpedoman kepada kitab Allah dalam segala tindak-tanduknya. Sebab kitab Allah adalah petunjuk dan rahmat  bagi  orang-orang  yang ingin  menjalankan kebajikan.
            Kedua, tidak berkata yang sia-sia untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah. Misalnya dengan janji-janji manis tanpa bukti sehingga jalan Allah diperolok-olokan oleh orang.
            Ketiga, tiap kali mendengar kitab Allah dibacakan, dicamkan dan diresapi maknanya dengan tekun untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Orang-orang yang berpaling dari ayat Allah, seolah-olah belum pernah mendengar ayat-ayat itu sepanjang hidupnya, mereka bagaikan tersumbat kedua telinganya, yang berarti tersumbat pula mata bathinnya. Siapa di antara Bapak-bapak dan Ibu-ibu yang telah melaksanakan ketiga hal tersebut?” tanya Kabayan kepada para mustami.
            Semuanya terdiam.
            “Bagus. Semuanya diam berarti semua telah melaksanakan ketiga hal itu tetapi tidak mau ada orang lain yang tahu.”
            Semuanya tersenyum.
            “Bapak-bapak dan Ibu-Ibu serta para pemuda dan pemudi, saya sedang menceritakan seorang hamba Allah bernama Luqman yang dijamin masuk surga. Siapa yang ingin masuk surga contohlah Luqman. Ayo acungkan tangan siapa yang ingin masuk surga?”
            Semuanya mengacungkan tangan.
            “Apakah hidup sudah berpedoman kepada Al-Qur’an?”
            “Beluuumm!”
            “Apakah   sudah  meninggalkan  perkataan  yang sia-sia?”
            “Beluuumm!”
            “Apakah sudah menerapkan isi Al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari?”
            “Beluuumm!”
            “Nah ini dia penyakit kita, mau enaknya tapi giliran susahnya gak mau!”
            Semuanya tertawa.
            “Kita memang seperti bertepuk sebelah tangan, mendambakan masuk surga tetapi kelakuan kita tidak melaksanakan amalan manusia-manusia ahli surga. Enak saja lo!”
            Semuanya masih tertawa-tawa.
            “Sekarang perhatikan dan camkan bagaimana cara Luqman menasehati anak-anaknya. Ini penting sebagai pedoman bagi kita dalam menasehati anak-anak kita. Kata Luqman, ‘Anak-anakku, jangan sekali-kali mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang lain. Karena mempersekutukan Allah adalah kedzaliman yang paling besar.’ Apakah pernah Bapak dan Ibu berkata seperti itu kepada anak-anak?” tanya Kabayan.
“Tidaaakk!” sahut semuanya.
“Kata Luqman kepada anak-anaknya, ‘Anak-anakku, Allah telah memerintah agar manusia selalu berbuat baik kepada orang tuanya. Ibumu telah mengandungmu dalam kepayahan yang menanjak. Makin lama kandungannya makin besar, makin berat bebannya, dan menyapihmu setelah dua tahun. Bersyukurlah kepada ibu bapakmu. Ta’atilah perintah Allah karena kepada Allah kita akan kembali.’ Apakah Bapak dan Ibu pernah berkata seperti itu kepada anak-anak?”
“Tidaaakk!”
“Kata Luqman kepada anak-anaknya, ‘Anak-anakku, andaikata ada kebajikan sebesar biji sawi tersembunyi di balik batu, di langit atau pun di bumi, niscaya Allah bakal membayarkan balasannya karena Dia Maha Lembut dan Maha Tahu. Untuk itu dirikanlah shalat, ajaklah manusia menjalankan kebajikan, dan cegahlah mereka mengerjakan kemunkaran. Bersabar dan tabahlah menghadapi segala cobaan hidup. Sesungguhnya kesabaran merupakan suatu keharusan dalam menerima ujian dan musibah.’ Apakah Bapak dan Ibu pernah berkata seperti itu kepada anak-anak?”
“Tidaaakk!”
“Kata Luqman kepada anak-anaknya, ‘Anak-anakku janganlah kamu membuang muka dengan penuh kesombongan kepada sesama manusia. Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh karena Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan senantiasa membangga-banggakan diri. Bersahajalah kamu kalau sedang melangkah. Lunakkan suaramu, jangan kasar dan menyakitkan telinga.
Apakah Bapak dan Ibu pernah berkata seperti itu kepada anak-anak?”
“Tidaaakk!”
“Terus-terusan tidak, untung saja kelakuan anaknya tidak seperti Fir’aun.”
Semuanya tertawa.
“Bapak-bapak dan Ibu-ibu. Di tangan kita para orang tua terdapat sebuah tanggung jawab yang besar untuk mencetak anak-anak kita menjadi orang yang shaleh. Maka janganlah kita membiarkan anak-anak kita berbuat sesuka hati. Bimbinglah mereka dan didiklah mereka dengan ilmu agama dan pengetahuan umum. Kesuksesan mereka tergantung bagaimana cara kita mendidik mereka. Jangan selalu berharap tapi tidak pernah berbuat. Berharap anak-anak kita pintar mengaji tapi tidak pernah disuruh mengaji. Berharap anak-anak kita pintar di sekolah tapi tidak pernah dibimbing di rumah untuk belajar yang baik. Bahkan kita sering tidak peduli apakah anak-anak kita punya PR atau tugas dari gurunya di sekolah? Kita berharap anak-anak kita menjadi anak yang shaleh tapi tidak pernah membimbing mereka menjadi anak shaleh dan memberikan contoh sebagai orang shaleh kepada mereka. Maka mulai sekarang berbuatlah sesuatu untuk mencetak anak kita menjadi orang shaleh! Contohlah Luqman dalam membimbing dan mendidik anak-anaknya, karena contoh yang ada dalam Al-Qur’an adalah contoh yang paling baik.
Bapak-bapak dan Ibu-ibu, apakah mau mempunyai anak yang shaleh?”
“Mauuu!”
“Apakah siap menasehati anak-anak?”
“Siaaapp!”
“Apakah siap membimbing  mereka  menjadi anak yang shaleh?”
“Siaaapp!”
“Karena   semuanya   sudah  siap,   maka   sudah
waktunya saya turun dari panggung. Semoga apa yang saya sampaikan dari awal sampai akhir ada manfaatnya. Billaahi taufik wal hidayah. Wassalaamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh!”
“Wa’alaikum salam warahmatullaahi wabarakaatuh!” sahut semuanya sambil terkaget-kaget. Kirain ceramah Ustadz Kabayan masih panjang.
***




Ustadz Kabayan
______________________________________

17   MANFAATKAN  WAKTU


Malam itu selesai shalat Isya, Kabayan pulang bareng Pak Soleh dan Pak Odih karena rumah mereka satu arah.
            “Jang Ustad, menjenguk orang sakit, yuk!” kata Pak Odih.
            “Siapa yang sakit?” Kabayan kaget.
            “Saudaranya Pak Jamal dari Jakarta, namanya Pak Suhaya, ia terkena struk,” sahut Pak Odih.
            “Kapan datangnya?”
            “Tadi setelah Ashar. Kasihan dia, padahal dulu dia gagah dan pemberani. Dulu saya pernah diajak bekerja oleh Pak Jamal membangun rumah Pak Suhaya di wilayah Jakarta.”
            “Memang kerjanya di mana?”
            “Dulu katanya pejabat di salahsatu instansi pemerintah.”
            “Nasib orang siapa yang tahu, dulu gagah dan pemberani, sekarang lemah setelah tua, apalagi terkena struk,” kata Pak Soleh.
            “Kalau begitu ayo kita ke rumah Pak Jamal, kewajiban  kita  orang  yang   sehat  menjenguk  orang yang sakit.”
            Mereka  bertiga  kemudian  pergi ke  rumah  Pak Jamal, orang yang cukup terpandang di kampung itu. Tak lama kemudian mereka sampai di rumah Pak Jamal. Ternyata bukan cuma mereka yang datang, nampak warga yang lain telah lebih dulu datang menjenguk.
            “Assalaamu’alaikum!” Kabayan memberi salam kepada semuanya.
            “Wa’alaikum salam!” sahut semuanya.
            “Eh ada Jang Ustadz, terima kasih sudah datang ke sini,” kata Pak Jamal.
            “Iya, barusan saya dikasih tahu di jalan pulang dari mesjid, katanya ada yang sakit keluarga Pak Jamal.”
            “Betul, Jang Ustadz. Dia paman saya dari Jakarta. Terserang struk sejak sebulan lalu. Ia tidak bisa apa-apa, hanya terbaring saja di tempat tidur,” kata Pak Jamal.
            “Boleh saya melihatnya?” tanya Kabayan.
            “Silahkan, itu di dalam di ruang keluarga,” kata Pak Jamal.
            Kabayan melihat ke dalam diikuti oleh Pak Soleh dan Pak Odih. Nampak seorang laki-laki tua terbaring di atas kasur di tengah ruangan, dikelilingi oleh beberapa orang kerabatnya. Ia nampak tak berdaya. Kabayan ikut duduk dekat orang yang sakit  itu di tempat yang masih kosong.
            Mata Pak Suhaya orang yang struk itu nampak terpejam.  Tapi  terlihat ada air mata   yang  mengalir keluar dari matanya.
            “Maaf, Bu. Apakah Pak Suhaya masih bisa bicara?” tanya Kabayan.
            “Sudah tiga hari ia tak bisa apa-apa. Makan juga
cuma masuk bubur encer,” kata isteri Pak Suhaya. Ia kemudian menghapus air mata suaminya.
            Kabayan mengangguk-angguk.
            Beginilah manusia,  kalau  Allah  sudah  mencabut kekuatannya, ia tak bisa apa-apa. Hanya terbaring sambil menyesali perjalanan hidupnya yang telah lalu.
            Kabayan menengadahkan tangannya berdo’a kepada Allah, agar Pak Suhaya mendapat ampunan Allah atas segala kesalahan yang pernah dilakukannya. Kalau saja hidup orang tua itu akan segera berakhir, semoga ia meninggal dalam keadaan baik dan diridhai Allah.
            Setelah beberapa lama berada di rumah Pak Jamal, Kabayan pamit kepada semuanya. Kemudian ia pulang bersama Pak Odih dan Pak Soleh.
            “Kasihan ya, Pak Suhaya,” kata Pak Odih.
            “Daripada sakit lama begitu, mendingan seperti almarhum Ajengan Usup, gak sakit dulu langsung meninggal,” kata Pak Soleh.
            “Orang pemarah seperti kamu matinya bakal terkena struk dulu.”
            “Amit-amit! Seenaknya saja kamu ngomong!” Pak Soleh melotot pada Pak Odih.
            Setelah beberapa hari di rumah Pak Jamal, Pak Suhaya  dibawa  kembali  ke Jakarta  dalam  keadaan sakit makin parah. Tiga hari kemudian terdengar kabar Pak Suhaya meninggal dunia di rumah sakit di Jakarta.
            Kabayan tertegun mendengar kabar itu.
“Innalillaahi wa inna ilaihi raaji’un.” Ya, semua orang akan mati. Tapi yang menjadi pelajaran baginya adalah tentang seorang Pak Suhaya yang gagah pada masa lalunya, tapi di akhir hidupnya lenyap semua kegagahannya itu. Ia menjadi seseorang yang lemah tak berdaya. Menjadi sosok yang mengundang rasa kasihan orang lain yang melihatnya.
Allah menciptakan manusia paling sempurna di antara makhluk yang lain. Tetapi semua itu ada waktunya, karena hidup di dunia tidaklah kekal. Setiap manusia memiliki masa keemasannya, masa kejayaannya. Setelah habis waktunya, segalanya akan sirna. Jabatan yang dimilki oleh seseorang ada waktunya, tak akan selamanya ia menikmatinya, ada batasnya pensiun, habis masa jabatan, atau bahkan mati. Jabatannya akan digantikan oleh orang lain yang diberikan kesempatan berikutnya. Betapa kedudukan yang Allah berikan kepada seseorang ada batasnya, ada waktunya, ada masa kejayaannya, ada masa keemasannya. Kemudian semua itu berlalu. Kegagahan berubah menjadi uzur, ketampanan berubah menjadi keriput dan tua, kekuatan menjadi lemah, semua sirna ditelan waktu. Alangkah ruginya orang yang menyia-nyiakan waktu. Jika waktu tak dimanfaatkan     dengan    sebaik-baiknya    untuk    berbuat  kebajikan, akan ada sesal di kemudian hari.
Wali Allah, Sunan Kalijaga menyusun sebuah syair yang berjudul Lir Ilir ;
Ilir-ilir tandure wis sumilir
Tak ijo royo-royo tak sengguh temanten anyar
Bocah angon penekno blimbing kuwih
Lunyu-lunyu ya penekno kanggo masuh  dodotira
Dodotira kumintir bedhah ing pinggir
Dondomana jrumatana kanggo seba mengko
sore
Mumpung padhang rembulane, mumpung jembar kalangane
Ilir-ilir tanaman sudah bersemi
Tampak menghijau ibarat pengantin baru
Wahai penggembala panjatlah blimbing itu
Meski licin panjatlah untuk mencuci kain
Kain yang sedang robek pinggirnya
Jahitlah dan tamballah untuk menghadap nanti sore
Mumpung bulan lagi terang, mumpung luas tempatnya.

Lewat  syairnya itu  Sunan Kalijaga  ingin me-nyampaikan pesan agar manusia melakukan kebaikan sebanyak-banyaknya untuk bekal pulang ke akherat. Supaya bersemangat melakukan kebaikan seperti seorang pengantin baru yang penuh gairah. Dunia penuh dengan tipuan, licin sehingga mudah tergelincir, namun tetap harus dilalui dengan penuh kewaspadaan. Dan manusia sangat mudah melakukan kesalahan, baik ucapan maupun perbuatannya. Karena itu bersiaplah bersuci, membersihkan tubuh, hati dan pakaian, beribadahlah, tambal dan jahitlah kesalahan-kesalahan dengan berdzikir dan memohon ampunan kepada Allah SWT di waktu sore, mumpung ada umur panjang dan waktu luang.
***


Ustadz Kabayan
______________________________________

18     PENYAKIT HATI


Sehari-hari Kabayan memiliki aktivitas di kebun dan sawah peninggalan ayahnya. Ia pergi ke sawah sekitar jam tujuh pagi setelah shalat Dhuha. Ia mencangkul, membersihkan rumput, memberi pupuk, menyemprot hama tanaman dan melakukan pekerjaan-pekerjaan lainnya sebagai seorang petani kecil. Kalau sedang tak ada pekerjaan di sawah dan kebunnya, ia kadang bekerja pada orang lain. Tapi setelah ia mengurus mushala kecil peninggalan almarhum Ajengan Usup, ia tak lagi bekerja kepada orang lain. Kalau tak ada pekerjaan di sawah dan kebunnya, ia lebih memilih diam di rumah membaca dan menghapal Al-Qur’an atau membaca buku-buku soal agama.
Umi Nisa istri Kabayan mempunyai aktivitas sendiri di rumah. Memasak, mencuci, memberi makan ayam dan ikan di kolam kecil di belakang rumahnya. Setelah selesai menjalankan aktivitas rumah tangga, ia menjalankan usaha pribadinya menjahit pakaian pesanan para tetangga. Ada juga pelanggan dari kampung lain yang sengaja datang untuk menjahit pakaiannya karena jahitan Umi Nisa bagus dan rapi. Sekarang Umi Nisa memiliki tugas baru dari suaminya, menghapal Al-Qur’an. Kata Kabayan, setiap surat yang bisa dihapal akan dikasih hadiah, entah apa hadiahnya. Makanya kalau sedang tak ada pekerjaan jahitan, Umi Nisa nampak rajin membaca dan menghapal Al-Qur’an. Saat ini ia sudah hapal sepuluh surat pendek, tetapi Kabayan belum juga memberikan hadiah.
Umi Nisa menceritakan masalah hadiah itu kepada Ceu Imas tetangga dekatnya.
“Kamu ingin dikasih hadiah apa sama suami kamu?” tanya Ceu Imas.
“Inginnya sih perhiasan, kalung atau gelang,” sahut Umi Nisa.
“Bagaimana kalau ia ngasih hadiah isteri baru?” Ceu Imas bercanda.
“Amit-amit Ih!” Umi Nisa sewot. “Kang Kabayan gak ada bakat selingkuh, apalagi sekarang dia sudah jadi ustadz,” katanya lagi.
“Eh jangan salah, banyak ustadz yang punya isteri lebih dari satu. Kalau mereka pergi diundang ceramah, bertemu dengan wanita yang lebih cantik, wanitanya juga mau... jadi deh menikah!”
“Jangan la yaw!” Umi Nisa cemberut.
Umi Nisa memang sensitif. Di usia pernikahannya yang sudah memasuki usia tiga tahun dengan Kabayan, ia belum juga mempunyai keturunan. Ia sangat takut suaminya melirik wanita lain.
Umi Nisa pulang ke rumah  dengan perasaan kesal karena candaan Ceu Imas. Ia menyesal telah menceritakan soal hadiah dari suaminya kepada Ceu Imas, pantas saja suaminya melarang untuk bicara urusan rumah tangga kepada orang lain.
Hari itu Kabayan sedang berada di rumah karena tak ada pekerjaan di sawah dan kebun. Kabayan sedang membaca buku kumpulan hadits. Melihat suaminya sedang sibuk membaca, Umi Nisa berjalan menuju ke mesin jahitnya untuk meneruskan pekerjaannya. Saat sedang menjahit, tiba-tiba terdengar hp suaminya berbunyi.
“Hallo, assalaamu’alaikum,” Kabayan mengangkat hp.
“Wa’alaikum salam,” terdengar suara wanita samar-samar.
Umi Nisa terkesiap, telinganya dibuka lebar-lebar menguping pembicaraan itu. Ia sengaja menghentikan kegiatan menjahitnya.
“Iya betul saya Ustadz Kabayan.”
“Ini dengan .... Sari,” itu yang bisa didengar oleh Umi Nisa karena suara hp yang samar-samar.
“Oohh, saya kira siapa. Tentu dong saya masih ingat.”
Hati Umi Nisa terasa panas. Ia kesal karena tak bisa mendengar perkataan wanita yang menelepon suaminya secara jelas.
“Iya, insya Allah saya datang. Setelah Ashar ya acaranya? Ya saya berangkat jam tiga dari rumah, mau shalat Asyar di sana takut terlambat.”
Kabayan nampak tersenyum-senyum.
Umi Nisa menghampiri suaminya. Ia tiba-tiba telah berdiri di samping suaminya.
“Telepon dari siapa?”
“Astaghfirullaahal adzim! Umi bikin Abi kaget saja,” kata Kabayan.
“Barusan siapa yang nelepon? Sari ya? Sari mana?” Umi Nisa memberondong suaminya dengan pertanyaan dengan wajah memerah, seperti mau  menangis.
“Umi kenapa? Kesurupan, ya?” Kabayan makin kaget.
“Abi malah mainin aku....” mata Umi Nisa berkaca-kaca.
“Stop Umi jangan nangis dulu, Abi paling takut air mata Umi jatuh, nanti Abi akan dimintai pertanggungjawaban di akherat. Barusan Abi ditelepon sama Bu Hajah Sobari, istri Pak Haji Sobari yang jadi caleg itu. Ia meminta Abi mengisi acara pengajian ibu-ibu di mesjid mereka. Kalau gak percaya nih telepon sama Umi!” Kabayan menyodorkan hp-nya.
Umi Nisa terdiam seketika.
“Umi cemburu, ya?” Kabayan memeluk isterinya.
“Iya, maafkan aku, Abi....” ucap Umi Nisa.
“Umi, selingkuh itu tidak gampang. Banyak hal yang harus dikorbankan. Abi tak mungkin mengkhianati Umi. Kenapa? Karena Abi jelek. Mana ada wanita yang mau sama Abi? Abi dapat isteri sebaik dan secantik Umi adalah anugerah. Tapi Umi mendapatkan Abi yang jelek ini adalah musibah. Iya, kan?”
Umi Nisa mencubit pinggang suaminya.
“Jangan ragukan kesetiaan Abi, ya! Bagi Abi menyakiti ciptaan Allah sama saja dengan menyakiti Allah. Menyakiti Umi sama saja dengan menyakiti Allah,” kata Kabayan merayu.
Perasaan Umi Nisa tersanjung.
“Kecuali... kalau Umi mengizinkan.”
“Mengizinkan apa?” Umi Nisa kembali galak.
“Ampun! Duh isteri Abi kalau lagi marah makin
cantik saja. Jadi teringat kisah Rasulullah dengan Siti Aisyah.”
“Kisah yang mana?” kata Umi Nisa melunak.
Kabayan membimbing isterinya duduk di sebuah kursi panjang. Lalu duduk berdekatan.
“Suatu malam Siti Aisyah merasa curiga dan cemburu karena Rasulullah keluar rumah dengan berjingkat-jingkat. Siti Aisyah mengikutinya. Rasulullah mengetahui isterinya mengikutinya. Ia berbalik hingga bertemu dengan isterinya itu.
‘Kenapa kamu mengikutiku?’ tanya Rasulullah.
‘Aku cemburu ya Rasulullah,’ sahut Siti Aisyah.
‘Berarti setan telah mengunjungi kamu,’ sahut Rasulullah.
‘Apakah ada setan dalam diriku ya Rasulullah?” tanya Siti Aisyah.
‘Ada  pada  setiap  orang.  Juga  dalam  diriku, tetapi Allah telah  menolongku  untuk  mengalahkan setan sehingga aku selamat dari tipu dayanya.’
Nah, tadi ketika Umi cemburu kepada Abi, Setan telah mengunjungi Umi!” Kabayan memijit hidung isterinya.
Umi Nisa tersipu malu.
“Sabda Rasulullah, ‘Sesungguhnya setan itu meletakkan paruhnya di hati keturunan Adam. Namun, jika mereka ingat kepada Allah, pergilah setan itu. Akan tetapi, bila mereka melupakan Allah, disengatlah hatinya oleh setan.’
Begitu Umi, mulai sekarang jangan marah kalau gak ada judulnya, ya!”
“Ada judulnya! Kapan Abi mau ngasih hadiah? Kan  Umi  sudah  hapal   sepuluh   surat-surat  pendek,”
kata Umi Nisa merajuk.
“Oh ya? Kenapa baru laporan? Nanti aja hadiahnya malam, ya?” Kabayan mengedipkan mata.
“Mau sekaraaang!”
“Nanti sepulang berceramah, Abi mau beliin Umi kerudung yang bagus, yang kayak artis di tivi seperti yang Umi mau. Bu Hajah Sobari kan jualan kerudung. Pasti ada yang seperti itu.”
***




Ustadz Kabayan
______________________________________

19    PENGAJIAN IBU-IBU


Jam empat sore Kabayan sudah berada di depan ibu-ibu pengajian pimpinan Ibu Hajah Sobari. Ia berangkat dari rumah jam tiga sore bersama Pak Soleh. Mereka shalat Ashar di mesjid dekat rumah Pak Haji Sobari.
“Bismillaahirrahmaanirrahiim. Assalaamu’alaikum warohmatullaahi wabarakaatuh!”
“Wa’alaikum salam warahmatullaahi wabarakaatuh!”
“Hamdan wasyukran Lillah. Washshalaatu wassalaamu ‘alaa sayyidina Muhammad. Amma ba’du.
A’uudzubillaahi minasy Syaithaanirrajiim. Qaala kam labistum fil ardhi ‘adada siniina. Qaaluu labisnaa yauman au ba’dha yaumin fas alil ‘aaaddiin. Qaala in labistum illa qaliilal lau annakum kuntum ta’lamuun.
Allah bertanya : ‘Berapa tahunkah lamanya kamu tinggal di bumi?”  Mereka menjawab : “Kami tinggal (di bumi) sehari atau setengah hari, maka tanyakanlah kepada orang-orang yang menghitung.”  Allah berfirman : “Kamu tidak tinggal (di bumi) melainkan sebentar saja, kalau kamu bener-benar mengetahui. (QS Al-Mu’minun 112-114)
            Ibu-ibu jama’ah pengajian Al-Baraqah pimpinan Ibu Hajah Sobari yang saya junjung tinggi, dimulyakan oleh Allah dan disayangi suami apalagi  kalau  lagi butuh malam hari.”
            Ibu-ibu tersenyum, malah ada yang tertawa cekikikan.
            “Kalau berada di depan wanita-wanita shalehah di acara pengajian seperti ini, terasa damai di hati dan tak ingin pergi, ingin terus mengaji dan memuji kebesaran Ilahi. Betapa suci istri-istri yang pandai mengaji dan bisa menjaga diri. Wajah suami pasti berseri-seri kalau punya isteri seperti ini.
            Tapi saya penasaran, apakah kalau di dalam rumah di depan suami, ibu suka tampil cantik dan wangi seperti ini?”
            Ibu-ibu tersenyum.
            “Iya!
            “Tidak!”
            Ada yang menjawab ya ada yang menjawab tidak.
            “Ibu kenapa menjawab tidak?” tanya Kabayan kepada seorang ibu yang masih muda.
            “Bahaya Pak Ustadz, kalau di rumah berdandan terus seperti ini pasti Bapaknya anak-anak gak mau kerja nyari uang!” sahut Ibu itu.
            Semuanya tertawa.
            “Ah, itu mah suaminya saja pemalas. Bu, seharusnya seorang isteri selalu tampil cantik di depan suaminya. Itu kata Rasulullah, biar tercipta suasana yang romantis dan harmonis antara suami isteri. Sang suami selalu rindu kepada isterinya. Kalau sudah rindu tak akan punya niat menggandeng yang lain. Selama ini kebanyakan para isteri berdandan cantik dan wangi kalau mau ke pasar, ke kondangan, ke acara-acara arisan. Tapi kalau berada di depan suami, keteknya bau juga cuek saja.”
            Ibu-ibu tertawa beberapa saat.
            “Maaf ya, Bu, di awal ceramah saya ini, saya membahas masalah itu. Karena modal isteri agar disayangi suami yang paling mendasar adalah itu, penampilan isteri yang cantik dan menarik. Kenapa saya tahu? Karena saya ini seorang lelaki. Dan tema-teman saya suka menceritakan masalah itu. Rata-rata pendapatnya sama. Mereka sering curhat kalau isterinya bau mulut, bau badan, pakaiannya alakadarnya. Makanya bu sering-sering gosok gigi, jangan telat mandi, dan berpakaianlah yang layak dan wangi, seperti saat ini.”
            Ibu-ibu cekikikan mengakui perbuatannya selama ini.
            “Ibu-ibu yang sangat saya junjung tinggi. Sebuah hadits mengatakan, ‘sebaik-baiknya perhiasan dunia adalah isteri yang shalehah.’
            Betapa bangganya dunia ini jika dipenuhi oleh wanita yang shalehah. Dia bisa menjadi isteri yang baik bagi suaminya, dia bisa menjadi ibu yang baik bagi anak-anaknya, dan dia bisa menjadi hamba yang baik bagi Allah SWT. Maka dunia ini akan menjadi damai dan tenteram. Berbeda jika dunia ini diisi oleh wanita-wanita yang tidak shalehah, akan banyak terjadi kekacauan di muka bumi ini. Akan ada banyak laki-laki yang saling berkelahi atau saling berbunuhan karena berebut isteri orang, akan ada banyak anak-anak yang tidak jelas siapa bapaknya, akan bermunculan berbagai masalah yang akan mengacaukan seluruh isi dunia.
            Alhamdulillah, saya punya seorang  isteri  yang shalehah. Berbakti kepada suami, rajin mengaji, kalau malam tak jauh dari pelukan suami, tapi sayang punya satu penyakit yang kadang-kadang kambuh, kalau ada yang menyuntik suaminya mau kawin lagi, ia suka mengamuk.”
            Ibu-ibu bergemuruh.
            “Sama ibu-ibu di sini juga begitu?”
            “Samaaa!” sahut Ibu-ibu menjawab kompak sambil tertawa-tawa.
            “Saya punya teman yang berniat ingin poligami, tetapi tidak diizinkan oleh isterinya. Ia kemudian pura-pura sakit agar isterinya kasihan. Setelah seminggu pura-pura terbaring sakit, akhirnya hati isterinya luluh.
            Ia berkata kepada suaminya, ‘Kang, silahkan saja kalau mau menikah lagi, daripada akang sakit begini.’
            Teman saya senang banget.
            Terus isterinya bilang, ‘Tapi ada syaratnya Kang.’
            Teman saya bertanya, ‘Apa syaratnya?”
            Isterinya menjawab,  ‘Pertama,   akang  harus tetap sayang sama aku dan anak-anak.”
            Teman saya berkata, ‘Siap!’
            Isterinya kembali berkata, ‘Yang kedua, akang harus tetap menafkahi aku dan anak-anak.’
            Dijawab oleh teman saya, ‘Siap!’
            Kemudian isterinya memberikan uang dua puluh ribu.
            Teman saya bertanya keheranan, ‘Ini uang untuk apa?’
            Isterinya menjawab, ‘Syarat yang ketiga  tolong beliin  obat  nyamuk cair ke warung,   aku   akan  bunuh
diri jika akang menduakan aku’!”
            Semua yang ada di tempat pengajian itu tertawa-tawa.
            “Sampai saat ini gak jadi Bu poligaminya.”
            Ibu-ibu masih tertawa.
            “Ibu-ibu yang dimulyakan Allah, tadi di awal ceramah saya membacakan beberapa ayat Al-Qur’an Surat Al-Mukminun.
A’uudzubillaahi minasy Syaithaanirrajiim. Qaala kam labistum fil ardhi ‘adada siniina. Qaaluu labisnaa yauman au ba’dha yauminn fas alil ‘aaaddiin. Qaala in labistum illa qaliilal lau annakum kuntum ta’lamuun. Allah bertanya : ‘Berapa tahunkah lamanya kamu tinggal di bumi?”  Mereka menjawab : “Kami tinggal (di bumi) sehari atau setengah hari, maka tanyakanlah kepada orang-orang yang menghitung.”  Allah berfirman : “Kamu tidak tinggal (di bumi) melainkan sebentar saja, kalau kamu bener-benar mengetahui. (QS Al-Mu’minun 112-114)
            Ibu-ibu, hidup di dunia ini ternyata sebentar. Kalau dibandingkan dengan hari yang ada di akherat, hidup kita di dunia hanya satu hari atau setengah hari di alam akherat. Kalau cuma sehari atau setengah hari, hanya cukup untuk berkunjung ke saudara kita yang berada di desa lain. Pagi berangkat, sore kembali ke rumah. Tapi dalam hidup yang sebentar ini banyak orang yang celaka di akherat yang alamnya kekal. Dan yang bikin ngeri bagi para wanita, menurut sebuah hadits, neraka itu paling banyak penghuninya dari golongan wanita.
            Kenapa ya? Padahal Ibu-ibu banyak sekali kebaikan yang dilakukannya. Sudah capai mengandung anak sampai melahirkan dan menyusui, mengabdi kepada suami, berbuat kebaikan pada tetangga, dan sebagainya. Ternyata dosa para wanita yang menyebabkan banyak berada di neraka yaitu karena auratnya, karena durhaka kepada suaminya, dan karena sering berbuat ghibah atau membicarakan aib orang lain. Para wanita ini sering sekali berbuat ghibah karena hobi ngerumpi bersama teman-temannya atau para tetangganya. Ibu-ibu adalah wartawan yang paling cepat menyampaikan berita. Wartawan asli butuh waktu cukup lama untuk mencari sebuah berita, tetapi ibu-ibu bisa lebih cepat melakukannya.”
            Ibu-ibu tersenyum-senyum.
            “Seharusnya kita jangan berbuat ghibah. Kalau ada tetangga kita yang mempunyai aib, tutuplah rapat-rapat jangan disebarluaskan. Sebuah hadits mengatakan, barangsiapa yang menutup rahasia orang lain, maka Allah akan menutup rahasianya di akherat.
            Suatu hari seorang ulama besar di Khurasan yang bernama Khatim bin Alwan kedatangan tamu seorang wanita cantik keturunan bangsawan. Ia datang untuk menanyakan sebuah urusan. Ketika wanita cantik itu hendak duduk, tak sengaja ia kentut. Tentu saja ulama itu mendengarnya. Jangankan suara kentut, suara daun jatuh terdengar olehnya.”
            Ibu-ibu tertawa.
            “Wanita itu sangat malu karena kentut di depan seorang ulama. Wajahnya sampai memerah. Bagaimana kalau ulama itu menceritakan kentutnya kepada orang lain, semua orang di daerah itu pasti akan mengetahuinya. Ia akan menjadi bahan lelucon semua orang. Wibawanya sebagai seorang wanita bangsawan akan jatuh.
            Dalam rasa malu yang memenuhi diri, wanita itu kemudian berkata, ‘Maaf saya tak  sengaja,’ ucapnya.
            ‘Apa? Maaf, aku tak mendengar apa yang kamu katakan. Sudah seminggu pendengaranku terganggu karena sakit demam. Tolong bicara yang keras padaku!’ Imam Khatim pura-pura budek untuk menjaga perasaan wanita itu.
            ‘Jadi Pak Kyai kurang mendengar?’ tanya wanita itu dengan keras.
            ‘Sudah seminggu pendengaranku terganggu karena sakit demam.’
            Wanita cantik itu bernapas lega. Ia berkata dalam hati,  untung ulamanya budek,  jadi  kentutku tadi tak akan terdengar olehnya.”
            Semua yang hadir di acara pengajian tertawa.
            “Rasa malu dalam diri wanita itu hilang sudah. Wajahnya kembali berseri-seri. Ia yakin Imam Khatim tak mendengar suara kentutnya. Lalu ia menyampaikan maksudnya dengan suara keras dan lantang. Maka sejak itu Imam Khatim pura-pura budek selama wanita bangsawan itu hidup dan tinggal di kota yang sama. Itulah sebabnya Imam Khatim tersohor dengan sebutan Al-Asham atau si budek. Budek yang penuh kemulian karena menutup aib orang lain.”
            Kabayan berhenti ceramah beberapa sesaat untuk minum.
            “Ibu-ibu yang dimulyakan Allah, mulai saat ini siap berhenti melakukan ghibah?”
            “Siaaapp!”
            “Siap berdandan untuk suami?”
            “Siaaapp!”
            “Siap menutup aurat selain kepada suami?”
            “Siaaapp!”
            “Siap tidak berbuat durhaka kepada suami?”
            “Siaaapp!”
            “Siap diduakan oleh suami?”
            “Siaaapp!”
            Tapi  beberapa  saat   kemudian   mereka  tersadar karena salah menjawab.
            “Tidak la yaw!” kata seorang ibu.
            Semuanya tertawa-tawa.
            “Ibu-ibu ini takut amat diduakan oleh suami. Tidak usah takut, Bu. Tidak semua suami ingin menduakan isterinya. Masih banyak suami yang setia kepada satu isteri seperti saya. Saya pernah bilang kepada isteri saya tercinta, Jangan ragukan kesetiaan Abi. Bagi Abi menyakiti ciptaan Allah sama saja dengan menyakiti Allah. Menyakiti Umi sama saja dengan menyakiti Allah. Wah, kalau semua wanita memiliki suami setia seperti saya, tak akan ada air mata seorang isteri yang jatuh sia-sia.”
            Semua tertawa senang.
            “Katanya Siti Aisyah isteri Rasulullah duduk pada daun pisang, saking panasnya karena dimadu, sampai daun pisangnya layu. Entah siapa yang menyebarkan kisah itu. Itu bohong Bu! Di Arab tidak ada pohon pisang! Yang ada pohon kurma!”
            Semuanya tertawa.
            “Ada sebuah kisah tentang laki-laki yang berpoligami. Modalnya berbohong. Kalau sedang berada di rumah isteri tua, ia bilang, ‘Ibu pembawa rezeki di dalam rumah kita. Bapak bisa kaya seperti ini karena menikah dengan Ibu. Walaupun ada isteri muda, tetapi hati Bapak lebih menyayangi Ibu.’ Kalau berada di rumah isteri yang muda, ia bilang ‘Neng belahan jiwa Aa. Yang membawa semangat dalam hidup Aa. Kalau tidak ada Neng hati Aa hampa. Neng jadi nomor dua karena kita terlambat berjumpa. Kalau kita bertemu sejak dulu, pasti cinta dan kasih sayang Aa cuma untuk Neng seorang’.”
            Ibu-ibu tersenyum-senyum mendengarnya.
            “Suatu  waktu kebetulan mereka sedang  ber-kumpul bertiga di rumah isteri yang tua. Isteri yang tua bertanya karena ingin memanas-manasi isteri yang muda, ‘Siapa diantara kami yang paling Bapak sayangi?’
            Laki-laki itu menjawab, ‘Dua-duanya juga kusayangi, tak akan kubeda-bedakan.’
            Isteri yang muda merasa tak puas dengan jawaban itu, sebab ia merasa bahwa suaminya lebih menyayanginya. Ia bertanya, ‘Kalau kita bertiga sedang berada di atas perahu di sebuah danau yang dalam, siapa yang akan ditolong lebih dahulu?’
            Laki-laki itu bingung. Kalau salah menjawab pasti akan terjadi keributan. Kalau menjawab akan menolong isteri yang muda, takut digampar oleh isteri yang tua. Kalau menjawab akan menolong yang tua, takut yang muda marah dan meminta cerai, padahal ia masih sangat mencintainya. Akhirnya ia menjawab, ‘Aku juga tidak bisa berenang. Kayaknya kita akan mati bersama-sama’!”
            Ibu-ibu tertawa tergelak-gelak.
            “Ibu-ibu yang shalehah, rupanya pertemuan kita di tempat yang mulia ini cukup sampai di sini. Bukannya tidak ingin lebih lama lagi bersama Ibu-ibu semuanya. Mudah-mudahan kita bertemu lagi pada kesempatan berikutnya. Terima kasih saya ucapkan kepada Ibu Hajah Sobari yang telah mengundang saya untuk berceramah, sehingga saya bisa menyampaikan ilmu yang sedikit. Mudah-mudahan Ibu Hajah Sobari yang sangat peduli kepada kemajuan agama terutama di lingkungan ini diberi umur yang panjang serta manfaat, diberikan kesehatan dan keselamatan, dibukakan pintu rezekinya. Kalau rezekinya banyak, pasti ngasih amplopnya juga tebal, hehehe. Maaf Bu Hajah, cuma bercanda. Sering-seringlah mengundang Ustadz Kabayan, ustadz paling terkenal sedunia.”
            Semuanya tersenyum, ada juga yang cekikikan.
            “Mohon maaf atas segala kelemahan dan kekurangan. Dengan apa yang telah saya sampaikan tadi semoga Ibu-ibu semua semakin dicintai oleh suami, dan semakin dicintai oleh Allah! Amiin!”
“Amiiinn!”
“Billaahi taufik walhidayah, wassalaamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh!”
“Wassalaamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh!”
***




Ustadz Kabayan
______________________________________

20    ISLAM, IMAN, IHSAN


Dalam pengajian mingguan berikutnya, Kabayan membahas tentang masalah Islam, Iman dan Ihsan.
“Bismillaahirrahmaanirraahiim. Assalaamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh!”
“Wa’alaikum salam warahmatullaahi wabarakaatuh!”
“Hamdan wasyukran Lillah. Washshalaatu wassalaamu ‘alaa sayyidina Muhammad. Amma ba’du.
Hadirin, warga Kampung Cinta yang diridhai Allah. Pada ceramah kali ini kalian jangan tertawa, ya! Saya akan menyampaikan hal yang serius. Malah sangat serius. Boleh tertawa asal jangan keluar dari mulut.”
Orang-orang malah tertawa.
“Susah ya menahan tawa. Boleh deh tertawa, tapi tertawanya di bagian-bagian yang layak ditertawakan. Jangan tertawa di bagian yang tidak lucu, apalagi tertawa sendirian, nanti dikira punya gejala oleh orang lain.”
Orang-orang masih tertawa.
“Baiklah kita lanjutkan. Allah SWT berfirman dalam Kitab Suci Al-Qur’an Surat An-Nisaa ayat 136, ‘Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.’
Ayat tersebut adalah dasar keimanan yang harus diterima oleh setiap manusia jika ingin diakui sebagai orang yang beriman. Jika tidak meyakini terhadap hal-hal tersebut di atas, hilang sudah keimanan dalam dirinya.”
Kabayan menoleh kepada Pak Odih.
“Pak Odih, percaya kepada adanya hari kiamat?”
“Percaya!” sahut Pak Odih.
“Sudah menyiapkan diri jika terjadi kiamat?”
Pak Odih terdiam, ia bingung harus menjawab apa.
“Sama, saya juga bingung makanya bertanya kepada Pak Odih,” kata Kabayan disambut tawa semuanya.
“Kita harus percaya kepada semua yang disebutkan oleh ayat itu. Kalau tidak percaya, kita termasuk orang yang sesat.
Pada suatu hari ketika Rasulullah sedang dikelilingi para sahabatnya di sebuah majelis,  didatangi seorang laki-laki muda yang berpakaian serba putih, tampan, dan tidak tampak seperti telah melakukan perjalanan jauh. Tak seorang pun baik kaum Muhajirin maupun Anshar yang mengenalnya. Sang tamu memberi salam dan dijawab oleh semuanya. Rasulullah mempersilahkannya  duduk   bersila tepat  di  hadapannya.
Sang tamu bertanya, ‘Apakah Islam itu?”
Rasulullah menjawab, ‘Islam adalah Syahadat, Shalat, Zakat, Puasa dan Haji.’
Sang tamu berkata, ‘Shadaqta!’
Para  sahabat  ada  yang  bingung.  Tamu itu yang bertanya, ia juga yang membenarkan.
Sang tamu bertanya lagi, ‘Apa itu Iman?’
Rasul menjawab, ‘Iman adalah yakin adanya Allah, Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-Nya, takdir baik dan takdir buruk, dan hari kiamat.’
Sang tamu berkata, ‘Shadaqta.’
Kemudian Sang tamu bergeser duduknya sambil menindih salahsatu kaki Rasulullah, lalu bertanya lagi, ‘Apa itu Ihsan?’
Rasulullah menjawab, ‘Yang bertanya lebih mengetahui daripada yang ditanya.’
Kata Sang tamu, ‘Ihsan adalah meyakini bahwa Allah melihatmu, meskipun kamu tidak melihat-Nya.’
Setelah mengucapkan itu Sang tamu pamit, kemudian meninggalkan Rasulullah dan para sahabat.
Diantara para sahabat ada yang bertanya, ‘Ya Rasulullah siapakah dia?’
Sahut Rasulullah, ‘Dia adalah Malaikat Jibril, Ia datang kepada kalian untuk mengajarkan agama kepada kalian.’
Demikianlah Allah memperlihatkan kekuasaan-Nya, sehingga Malaikat Jibril hadir menyampaikan wahyu dalam wujud manusia kepada Rasulullah dan para sahabat. Ada sebuah pelajaran yang penting yaitu bagaimana upaya kita agar Islam, Iman dan Ihsan bersatu dalam diri kita sehingga menjadi sebuah kekuatan yang dahsyat dan bekal yang hebat dalam menempuh kehidupan ini. Iman hakiki yang dimaksud dalam Al-Qur’an dan Sunnah adalah suatu hakikat yang terdiri atas makrifat tentang ajaran Rasulullah, diyakini oleh hati, diikrarkan dengan lidah, dipatuhi dengan kecintaan kepadanya, diamalkan dalam lahir bathin, dan didakwahkan sesuai dengan kemampuan. Kesempurn-annya terletak kepada cinta karena Allah, benci karena Allah, memberi karena Allah, menolak karena Allah, menjadikan Allah semata sebagai Ilah yang disembah dengan jalan mengikuti Rasuluulah SAW sepenuhnya dan tidak menoleh kepada selain Allah dan Rasul-Nya. Demikian definisi Iman menurut Al-Jauziah.
Kekuatan Islam, Iman dan Ihsan pada diri seseorang akan menuntun dan mendekatkan kepada Allah, sehingga melahirkan cinta (mahabbah). Jika kita mencintai Allah, Allah akan mencintai kita. Jika Allah telah mencintai kita, Allah jadikan pendengarannya yang ia pergunakan untuk mendengar, matanya yang ia pergunakan untuk melihat, tangannya yang ia pergunakan untuk berbuat, dan kakinya yang ia pergunakan untuk melangkah. Dan jika ia meminta kepada Allah, pasti Allah memberi kepadanya, dan bila meminta perlindungan kepada Allah, niscaya Allah akan memberikan perlindungan kepadanya. Dan Allah sebaik-baiknya pelindung.”
Kabayan  berhenti dulu  beberapa saat,   ia  melihat mustami yang nampak kebingungan mendengarkan ceramahnya kali ini.
“Kenapa pada bengong? Makanya tadi kubilang, jangan tertawa dalam ceramahku kali ini. Gak ada yang
bisa ditertawakan.”
Orang-orang tersenyum-senyum. Kabayan meminum dulu air putih dalam gelas yang ada di depannya.
“Ada sebuah kisah yang ingin kuceritakan tentang masalah keimanan. Tolong serius mendengarkannya. Ada seorang pemuda yang berputus asa karena banyak utang. Imannya goyah sehingga ia memutuskan untuk bunuh diri. Ia kemudian membawa tali ke atas sebuah pohon untuk menggantung diri. Tali itu ia ikatkan ke sebuah dahan. Ujung tali yang satu lagi ia ikatkan ke lehernya. ‘Selamat tinggal dunia!’ teriaknya sambil meloncat ke bawah sambil memejamkan mata. Begitu tubuhnya menggantung, ternyata dahannya rapuh sehingga patah. Tubuhnya jatuh ke kotoran kerbau yang ada di bawah pohon.”
Penghuni mushala tertawa semuanya.
‘Sialan! Mau mati malah dapat tahi kebo!’ ia memaki-maki.
Orang-orang di mushala makin tertawa-tawa.
“Pemuda itu kemudian bangkit mencari air untuk membersihkan tubuhnya yang penuh dengan kotoran tahi kerbau. Ia mandi dan mencuci pakaiannya. Sambil menunggu pakaiannya kering, ia duduk-duduk sambil memikirkan bagaimana cara bunuh diri yang mudah. Tiba-tiba terlintas dalam pikirannya untuk bunuh diri di jalan raya. Ia segera bangkit menuju ke jalan raya. Beberapa saat ia berdiri di pinggir jalan. Ketika melihat sebuah bis lewat, ia segera berlari ke tengah jalan. ‘Selamat tinggal dunia yang kejam!’ teriaknya sambil memejamkan mata. Tetapi supir bus yang melihat manusia di tengah jalan segera banting strir ke sebelah kiri. Bus itu terperosok ke dalam jurang hingga sopir dan seluruh penumpangnya mati. Pemuda itu kaget. Kembali ia gagal bunuh diri.
‘Aku yang mau mati malah orang banyak yang mati,’ begitu kata pemuda itu menyesali kejadian itu.”
Pak Soleh dan Pak Odih geleng-geleng kepala.
“Sialan tuh pemuda! Bikin mati orang lain!” gerutu Pak Soleh.
“Kalau belum waktunya mati, ya gak akan mati!” kata Pak Odih.
“Pemuda itu tertegun di pinggir jalan sambil melihat mayat-mayat orang yang tadi berada dalam bus. Ia makin merasa putus asa. ‘Ya Tuhan! Kenapa susah banget mau bunuh diri!’ ia menggerutu. Kemudian ia meninggalkan tempat itu. Ia berhenti di sebuah tempat yang tinggi. Di bawahnya ada hamparan kebun teh yang luas. Di sini tempat yang cocok untuk bunuh diri, katanya dalam hati. Ia memejamkan mata. ‘Selamat tinggal dunia yang kejam!” teriaknya sambil meloncat ke bawah. Ia kemudian tidak ingat apa-apa lagi. Matikah dia?
Ketika terbangun, ia berada di depan seorang wanita cantik yang sedang mengobatinya. Ternyata tadi ia jatuh ke hamparan rumput yang empuk sehingga ia tidak mati, hanya mengalami luka-luka ringan. Ia ditolong oleh janda cantik pemilik kebun teh. ‘Nah ini baru enak, mau bunuh diri malah dapat janda cantik!’ Kata pemuda itu dalam hati.”
Orang-orang di mushola tertawa-tawa.
“Pemuda itu berada di tempat itu sampai dia sembuh. Dan ternyata Si Janda cantik tertarik kepada pemuda itu. Jadilah pemuda ketemu Janda. Mereka kemudian menikah.”
“Wah, enak banget dia!” kata Pak Soleh.
“Kenapa? Kamu ngiri ya?” sahut Pak Odih.
“Orang durhaka malah dapat rezeki!” Pak Soleh menggerutu.
“Nasib orang siapa tahu,” kata Pak odih.
“Akhirnya pemuda itu hidup senang. Punya isteri cantik, hutangnya lunas karena dibayar oleh isterinya, tinggal di rumah yang besar dengan lingkungan yang nyaman, kekayaan milik isterinya melimpah. Ia menjadi lupa niatnya mau bunuh diri. Malah sekarang karena kenikmatan yang ia rasakan, ia jadi takut mati!”
“Waahh, gak bener tuh!” kata Pak Soleh.
 “Kalau sudah hidup enak, ya jadi takut mati!” sahut Pak Odih.
“Suatu malam ia bermimpi didatangi malaikat. ‘Besok kamu akan mati!” kata malaikat dalam mimpinya itu. Ia terbangun dini hari dalam keadaan ketakutan. Ia ingin lari dari tempat itu untuk menghindari malakal maut. Walaupun hujan lebat, ia pergi membawa sepeda motor untuk menjauhi tempat itu. Ia tak peduli pada isterinya yang cantik dan harta kekayaan yang melimpah. Karena dalam keadaan galau, ia tergelincir lalu jatuh ke dalam jurang. Matilah dia.”
“Itu baru cocok!” kata Pak Soleh.
“Wah, kasihan,” kata Pak Odih.
“Pelajaran yang dapat kita ambil dari cerita itu adalah, jangan berputus asa ketika kita diuji dengan kepahitan hidup. Apalagi sampai nekat mau bunuh diri. Kemudian ketika diberi kenikmatan, syukurilah dan berbuatlah kebaikan untuk bekal nanti pulang ke akherat, agar kita siap menghadapi kematian.
Ayo siapa yang ingin mati?”
Orang-orang terdiam. Pak Soleh dan pak Odih berpandangan.
“Berarti semuanya juga takut mati. Kalau takut mati jangan hidup!”
***






Ustadz Kabayan
______________________________________

21    DO’A ABU NAWAS


Sambil menunggu waktu shalat Isya tiba, seperti biasa Kabayan memberikan ceramah singkat kepada murid-muridnya serta beberapa orang tua yang tidak pulang ke rumah setelah shalat Maghrib. Dan yang paling setia adalah Pak Soleh dan Pak Odih. Mungkin karena keduanya sebagai sesepuh di kampung itu.
            “Anak-anak, siapa yang mau masuk neraka?”
            Semuanya terdiam.
            “Amit-amit jabang bayi!” sahut Pak Soleh beberapa saat kemudian.
            “Siapa yang mau masuk surga?”
            Semuanya mengacungkan tangan.
Kabayan tersenyum.
            “Sudah mempersiapkan diri untuk masuk surga?”
            Semuanya terdiam.
            “Masuk neraka gak mau. Masuk surga belum melakukan perbuatan dan ibadah ahli surga. Begitulah kita semua. Tidak mau masuk neraka dan ingin masuk surga dengan mudah. Pantas saja Abu Nawas, seorang tokoh legenda Islam pada zaman khalifah Harun Al-Rasyid menyusun sebuah do’a yang mashur dan sering kita lantunkan sambil menunggu waktu shalat tiba.
Illahilastu lilfirdausi ahla, wala aqwa ‘alannaril jahiimi, fahabli taubatan waghfir dzunubi. Fainnaka ghafiruz dzanbil ‘adhimi. Tuhanku aku ini tak pantas menjadi penghuni surga, tapi aku tak tahan terhadap panasnya neraka, karena itu terimalah taubatku, dan ampuni dosa-dosaku. Sesungguhnya Engkau dzat yang mengampuni dosa besar.”
Kabayan menoleh kepada Pak Odih.
“Pak Odih sudah hapal kan, doa itu?” tanya Kabayan.
“Alhamdulillah, Jang Ustadz,” sahut Pak Odih.
“Masa sudah tua gak tau do’a itu!” komentar Pak Soleh.
“Do’a yang tadi diberi judul Al-I’tiraf yang berarti sebuah pengakuan. Susunan do’a lengkapnya sebagai berikut ;
Tuhanku aku ini tak pantas menjadi penghuni surga, tapi aku tak tahan terhadap panasnya neraka, karena itu terimalah taubatku, dan ampuni dosa-dosaku. Sesungguhnya Engkau dzat yang mengampuni dosa besar.
Dosa-dosaku laksana hamparan pasir, maka terimalah taubatku wahai Dzat Yang Maha Agung. Usiaku setiap hari terus berkurang, sedangkan dosaku terus bertambah. Bagaimana aku harus menanggungnya?
Ya Tuhanku, aku datang kepada-Mu  dengan beban dosa-dosaku. Ampunilah dosaku dan kabulkan do’aku pada-Mu. Dan sekiranya Engkau menolaknya, maka siapakah yang kuharapkan selain-Mu?
            Nah itulah Al-I’tiraf karya Abu Nawas. Kalau syairnya dilantunkan dengan penuh perasaan dan penghayatan, melantunkannya nikmat, mendengar-kannya juga nikmat.”
            Kabayan   menoleh   kepada   Pak  Odih, “Nikmat mendengarkannya kan, Pak Odih?”
            “Nikmat sekali, jadi pingin lagi mendengar-nya,” sahut Pak Odih.
            “Gampang, beli saja kasetnya di toko kaset,” sahut Kabayan.
            Semuanya tertawa.
            “Al-I’tiraf berisi ungkapan dan jeritan hati seorang hamba yang shaleh yang menyadari segala kekurangan dan keterbatasanya dalam pengabdiannya kepada Allah. Tapi ia tidak berputus asa terhadap rahmat Allah. Dan ia sangat takut terhadap kemurkaan Allah atas dirinya.
            Siapa pun tidak akan lepas dari kesalahan dan kekhilafan. Bahkan para Nabi pun mengakui kesalahannya.
            Nabi Musa a.s, mengakui kesalahannya karena khilaf. Firman Allah dalam Al-Qur’an Surat Al-Qashash ayat 16, Musa berdo’a : “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri karena itu  ampunilah aku.”            Maka Allah mengampuninya, sesungguhnya Allah Dialah Yang  Maha  Pengampun lagi Maha Penyayang.’
            Nabi Adam dan Hawa berdo’a memohon ampun setelah terbujuk setan memakan buah khuldi. Firman Allah dalam Al-Qur’an Surat Al-A’raf ayat 23, Keduanya berkata: "Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi.”
            Kabayan   memandangi    anak    didiknya   serta orang-orang yang hadir di mushala.
            “Kalau para Nabi saja berdo’a kepada Allah memohon maaf atas kesalahan-kesalahan mereka, kenapa kita tidak berdo’a? Kenapa kita malas berdo’a kepada Allah untuk mengadukan masalah kita dan memohon ampunan?”
            Kabayan menoleh pada Pak Odih.
            “Pak Odih suka berdo’a tidak?”
            “Kadang-kadang kalau lagi tidak punya uang,” sahut pak Odih.
            “Apa bunyi do’anya?”
            “Allahumma baariklana fiima rozaktanaa waqinaa adzaabannar.”
            Semuanya tertawa mendengarnya.
            “Salah Dih! Itu do’a untuk makan!” kata Pak Soleh.
            “Yang hapalnya cuma itu,” sahut Pak Odih polos.
            Beberapa saat semuanya tertawa-tawa.
            “Sudah, jangan keterusan tertawanya. Ada sebuah kisah anak kecil yang suka berdo’a, tetapi belum banyak do’a yang ia hapal. Suatu hari ia pulang mengaji malam hari. Ketika lewat di jalan yang ada pohon Beringin, ia melihat sebuah makhluk yang tinggi besar. Anak kecil itu takut, tanpa pikir panjang ia segera berdo’a, ‘Allahumma baariklana fiima rozaktanaa waqinaa adzaabannar.’
            Kalian tahu apa yang terjadi kemudian?” tanya Kabayan.
            Semuanya terdiam dengan penuh rasa penasaran.      
“Makhluk tinggi besar yang  ternyata  jin itu  kaget mendengar do’a anak kecil itu. Ia langsung kabur! Dikiranya anak kecil itu akan memakan dia.”
            Semua yang ada di mushala tertawa-tawa.
***




Ustadz Kabayan
______________________________________

22    UNDANGAN
                            ACARA PERNIKAHAN


Kabayan mendapat undangan untuk berceramah pada sebuah acara perkawinan di desa tetangga. Ia berangkat seletah shalat Maghrib bersama Pak Soleh. Anak-anak yang mengaji di mushala ia titipkan kepada anak didiknya yang paling besar. Mereka tiba di rumah keluarga Pak Misbah yang menikahkan putrinya ba’da Isya. Kabayan dan Pak Soleh shalat Isya dulu di Mesjid yang tak jauh dari rumah Pak Misbah. Setelah shalat mereka kembali ke rumah Pak Misbah. Acara dimulai jam delapan malam. Setelah pembukaan oleh pengatur acara, dilanjut dengan acara pembacaan ayat suci Al-Qur’an dan shalawat. Lalu tibalah giliran Kabayan untuk menyampaikan ceramahnya. Kabayan naik ke atas panggung diikuti oleh tatapan semuanya yang penasaran ingin mendengarkan ceramah Ustadz Kabayan yang namanya sudah sangat terkenal.
“Bismillaahirrahmaanirrahiim. Assalaamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh!”
“Wa’alaikum salam  warahmatullaahi   wabarakaatuh!”
“Hamdan wasyukran lillah. Washshalaatu wassalaamu ‘alaa sayyidina Muhammad. Amma ba’du.
Qaala Ta’ala filqur’aanil kariim. Wahua asdaqul qaa’iliin. A’uudzubillaahi minasy Syaithaanirrajiim. Wamin kulli syai’in khalaqnaa zaujhaini la’allakum tadzakkaruun. Al-ayah.
Yang saya hormati Pak Misbah beserta keluarga besarnya, semoga Allah senantiasa memuliakannya. Amiin!”
“Amiiinn!”
“Saya sungguh berdebar-debar diundang untuk berceramah oleh Pak Misbah dalam  acara syukuran pernikahan putrinya. Kalau melihat orang yang menikah, saya jadi kabita, rasanya ingin menikah lagi.”
Semua yang hadir tertawa.
“Semoga setelah acara hajatan ini, kalaulah Pak Misbah punya hutang cepat terbayar hutangnya. Amiin!”
“Amiiinn!” sahut semuanya sambil tersenyum.
“Kepada pengantin, saya do’akan semoga mereka menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah warrahmah. Amiin!
“Amiiinn!”
“Semoga cepat membuat rumah sendiri. Amiin!”
“Amiiinn!”
“Semoga punya anak yang shaleh  dan shalehah. Amiin!”
“Amiiinn!”
“Kemudian saya sampaikan salam hormat kepada para ulama, para ustadz, para tokoh agama yang hadir pada acara ini. Saya sangat menjunjung tinggi anda sekalian yang telah berjuang tanpa pamrih menegakkan  agama  islam  di   daerah  masing-masing,
semoga Allah memuliakannya. Amin!”
“Amiiinn!”
“Mohon maaf seribu maaf, saya ceramah di sini bukan karena bisa, tapi karena diundang oleh Pak Misbah. Pak Misbah menyangka saya ini pandai berceramah. Padahal kemampuan saya biasa-biasa saja. Pak Misbah telah tertipu karena mengundang saya. Saya ini adalah ustadz yang paling bodoh di antara ustadz yang ada.”
Semuanya tertawa.
“Saya jadi Ustadz di kampung saya bukan karena bisa, tetapi karena tidak ada lagi orang yang mau jadi Ustadz. Kalau ada yang mau jadi ustadz, saya tidak akan terpakai karena sebetulnya saya tidak bisa apa-apa.”
Orang-orang masih tertawa.
“Sebelum ceramah saya dilanjutkan, saya ingin bertanya dulu. Apakah saya berceramah harus menggunakan bahasa binatang atau bahasa manusia?”
“Bahasa manusia!”
“Dengan bahasa Inggris atau bahasa Indonesia?”
“Bahasa Indonesia!”
“Nah kalau begini enak, yang ceramahnya manusia, yang mendengarkan juga manusia. Yang ceramahnya nggak bisa bahasa Inggris, yang mendengarkannya nggak bisa bahasa Inggris. Kita menggunakan bahasa nasional kita, bahasa Indonesia!”
Semuanya tertawa.
“Hadirin yang dimulyakan oleh Allah, tadi di awal saya membacakan salah satu ayat Al-Qur’an yaitu Surat Adz-Dzariyat ayat 49.      A’uudzubillaahi minasy- Syaithaanirrajiim. Wamin kulli syai’in khalaqnaa zaujhaini la’allakum tadzakkaruun. Al-ayah. Artinya ; Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah.
            Ada bumi  ada  langit,  ada siang  ada malam,  ada gelap ada terang, ada hidup ada mati, ada lapar ada kenyang, ada sehat ada sakit, ada luas ada sempit, ada laki-laki ada perempuan. Allah menciptakan segala sesuatu berpasang-pasangan disengaja agar manusia berpikir betapa Allah itu Maha Besar kekuasaan-Nya. Setelah ia mampu mengingat kebesaran Allah, maka ia akan menjadi orang yang beriman dan bertaqwa kepada Allah dengan sebenar-benarnya keimanan dan ketaqwaan mereka.
            Sekarang saya mau bertanya, apakah di sini  ada pemuda yang sudah mau menikah tapi belum menikah?”
            “Banyaaakk!”
            “Tolong  dengarkan  sabda  Nabi  Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, ‘Wahai para pemuda, siapa saja di antara kalian yang telah mampu kawin, maka hendaklah ia menikah. Karena dengan menikah itu lebih dapat menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan. Dan barangsiapa yang belum mampu, maka hendaklah ia berpuasa, karena sesungguhnya puasa itu bisa menjadi perisai baginya.’
            Maka bagi para pemuda yang sudah ingin menikah dan sudah punya kekasih, segeralah lamar calon istrimu dan ajaklah menikah! Jangan pacaran melulu!”
            “Belum punya  biaya  Pak Ustadz!”   teriak  seseorang diikuti tawa yang lainnya.
            “Nyari dong biaya buat kawin! Jangan mau enaknya saja!”
            Suara tawa makin riuh.
            “Dulu saya takut menikah. Takut tidak bisa memberi makan, takut tidak bisa membangun rumah, dan banyak ketakutan lainnya. Ada seorang ulama yang menasehati saya. Menurut beliau menikah itu akan menjadi pembuka pintu rezeki. Kalau saat bujangan uang seratus ribu itu sekali kumpul dengan teman-teman habis dipakai foya-foya. Tapi kalau sudah punya isteri, uang sepuluh ribu dibeliin garam, cabai dan terasi untuk membuat sambal. Sisanya dibeliin ikan asin. Lalu dimakan berdua dengan isteri tercinta, rasanya nikmat banget. Lalu saya pun menikah dengan kekasih saya. Alhamdulillah lenyap sudah segala ketakutan itu. Saya bisa memberi makan isteri saya, bisa membelikan dia pakaian, dan bisa membuat rumah untuk kami berdua. Hanya memang setelah menikah saya menyesal.”
 Sesaat Kabayan terdiam.
“Saya menyesal, kalau tahu menikah itu enak banget, kenapa tidak sejak dulu menikah?”
            Semuanya tertawa.
“Makanya buat para pemuda, jangan takut urusan rezeki setelah menikah, karena Allah sudah menjamin rezeki bagi pasangan suami isteri asal mau berikhtiar. Asal mau melangkahkan kaki dan menggerakkan tangan untuk mencari rezeki, kita pasti akan mendapatkannya. Seperti saya, saya berangkat dari kampung saya ke sini untuk berceramah, banyak sekali rezeki yang saya dapatkan di tempat ini. Tadi waktu di rumah dikasih kopi susu oleh Bu Misbah. Naik ke panggung disediakan air putih. Sayang kalau tidak diminum. Belum lagi nanti pulangnya pasti dikasih amplop oleh Pak Misbah.”
Semuanya tertawa.
Kabayan meminum dulu air di depannya.
“Menurut Siti Aisyah r.a. yang diriwayatkan oleh Hakim dan Abu Daud, ‘Nikahilah olehmu kaum wanita itu, maka sesungguhnya mereka akan mendatangkan harta atau rezeki bagi kamu.’
Jadi, wanita yang kita nikahi akan mendatangkan rezeki dalam kehidupan rumah tangga. Saat kita belum menikah, rezeki yang datang hanya untuk kita sendiri, setelah memiliki isteri, rezeki akan bertambah. Kemudian punya satu anak, rezekinya akan bertambah lagi, punya dua anak, rezekinya akan ditambah lagi. Demikian seterusnya. Darimana? Akan ada jalannya dari arah yang tidak kita duga, karena Allah sudah menjamin rezeki bagi setiap makhluknya. Allah tidak akan menurunkan makhluk-Nya ke bumi tanpa disertai dengan rezeki untuknya. Maka saya tegaskan kembali kepada orang-orang  yang sudah memiliki kemampuan untuk menikah, segeralah menikah! Nanti kehabisan baru tahu rasa! Para pemuda siap menikah?”
“Siaaapp!” sahut sebagian pemuda diikuti tawa mereka.
“Nah begitu dong. Menikah saja takut, masa mau dapat enak takut?”
Semuanya tertawa.
“Tetapi jangan lupa, ada pedoman bagi seseorang dalam mencari pasangannya. Dari Jabir r.a. yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dan Tirmidzi, ‘sesungguhnya perempuan itu dinikahi laki-laki karena agamanya, kedudukannya, hartanya dan kecantikannya. Maka pilihlah yang beragama.’ Maksudnya seorang laki-laki menikahi wanita atas empat alasan tersebut. Tapi sebaiknya pilihlah seorang wanita untuk dijadikan isteri yang memiliki keta’atan yang baik dalam menjalankan agamanya. Kalau kita memilih seseorang karena kedudukannya, bisa saja kita malah jadi pelayannya. Kalau kita memilih seseorang karena hartanya, bisa saja kita dihina. Kalau kita memilih seseorang karena kecantikannya, bisa saja kita makan hati karena sering cemburu karena banyak orang lain yang suka. Tapi kalau kita mencintai seseorang karena agamanya, akan maslahat di dunia dan akherat. Karena sikap dan perilakunya akan sesuai dengan aturan agama yang ia pegang teguh. Sehingga ia akan menjadi pasangan yang baik bagi kita, setia, jujur, pengertian, dan menghargai pasangannya. Maka akan terciptalah keluarga yang sakinah mawaddah warahmah. Sabda Rasulullah SAW, ‘Barangsiapa diberi oleh Allah isteri yang shalehah, sesungguhnya telah ditolong separuh agamanya. Dan hendaklah bertaqwa kepada Allah separoh lainnya.’ Maksudnya adalah, seseorang yang memiliki seorang isteri yang shalehah lebih mudah baginya dalam menyempurnakan agamanya.”
Kabayan berhenti sesaat.
“Bukan cuma rezeki yang akan terbuka jika kita menikah. Tetapi juga banyak keutamaan-keutamaan bagi orang yang menikah. Sebuah hadits mengatakan, shalat 2 rakaat yang diamalkan oleh orang yang sudah berkeluarga, lebih baik daripada 70 rakaat yang diamalkan oleh jejaka atau perawan. Tuh! Begitu istimewanya ganjaran ibadah bagi orang yang sudah menikah. Makanya banyak laki-laki yang sudah punya isteri menikah lagi karena tertarik dengan ganjarannya.”
Para Bapak tertawa, sedangkan ibu-ibu bersorak sambil menggerutu.
“Manfaat menikah itu diantaranya menyelamatkan manusia dari perbuatan maksiat, membangun keluarga dan memperbanyak keturunan yang shaleh yang bertaqwa kepada Allah. Dalam berumah tangga suami istri saling mengisi, saling menutupi kekurangan dan mensyukuri kelebihan. Saling kasih mengasihi, sayang menyayangi, penderitaan suami adalah penderitaan isteri, kebahagiaan suami adalah kebahagiaan isteri. Kalau suami sakit, isteri merawat dengan setia. Kalau isteri sakit, giliran suami yang merawat sang isteri. Jangan seperti kisah Abu Nawas. Suatu hari Abu Nawas sakit, sakitnya sangat parah. Sang isteri menemani di sisinya dengan setia.
Abu Nawas berkata kepada isterinya, ‘Sini Bu berbaring di sisiku.’
Isterinya keheranan, ‘Untuk apa tidur di samping kamu? Sakit parah begitu mau berbuat macam-macam.’
Abu Nawas berkata lagi, ’Ayolah berbaring di sisiku.”
Isterinya menjawab, ‘Tidak mau, Gak ada pantasnya yang sakit berbaring, yang nungguin ikut berbaring.’
Abu Nawas berkata, ‘Siapa tahu malaikat salah ngambil, tadinya mau ngambil nyawa aku, malah ngambil nyawa kamu.’
Isteri Abu Nawas kabur gak mau menemani suaminya.”
Semua mustami tertawa-tawa riuh.
“Selanjutnya dalam ceramah ini saya ingin memberikan nasehat, khusus kepada pengantin laki-laki dan pengantin perempuan. Kepada pengantin laki-laki, saya sarankan agar secepatnya membuat rumah untuk isterimu. Jangan berlama-lama serumah dengan mertua. Sebaik-baiknya mertua kamu, tetap saja kamu gak akan merasa nyaman tinggal bersama mereka. Gak bebas makan, gak bebas tidur, gak bebas merayu isteri kamu. Demikian juga isteri kamu gak akan betah tinggal di rumah mertuanya. Akan ada rasa malu dan canggung, kadang-kadang merasa tersindir, merasa tak enak hati, maka akan timbul bintik-bintik masalah dalam rumah tangga, dan tak sedikit yang rumah tangganya hancur gara-gara terlalu ikut campurnya keluarga. Walau tinggal di rumah milik mertua yang mewah, dilimpahi berbagai kasih sayang dari mereka, tidak akan seenak berada di rumah kamu sendiri walaupun hanya sebuah rumah yang mungil. Di rumah sendiri mau makan berapa kali pun gak akan merasa was-was. Mau tidur seharian pun bebas. Mau merayu isteri kamu kapan pun silahkan. Jadi yang pertama segera membangun rumah untuk ditempati berdua. Kalau belum bisa membangun rumah, ngontrak juga nggak apa-apa. Yang penting kalian belajar mandiri.
Selanjutnya hai pengantin lelaki, adat semua wanita di dunia ini hampir sama. Kalau di rumah sudah gak ada beras pasti ngamuk. Maka berikhtiarlah mencari rezeki dengan cara yang halal. Cukupilah kebutuhan jasmani isterimu, jangan sampai di rumah gak ada beras. Sedalam apa pun cinta kalian, kalau di rumah tidak ada beras pasti akan rame, bisa-bisa bantal guling berserakan di tengah rumah.”
Semua mustami tertawa.
“Adat wanita yang lain adalah, kalau suaminya bicara masalah perempuan lain, apalagi bicara soal poligami, mereka pasti akan ngamuk. Piring dan gelas beterbangan di dalam rumah.”
Suara tawa kembali bergemuruh. Malh ada ibu-ibu yang bersorak.
“Oleh sebab itu jagalah perasaan mereka jangan dilukai dengan ucapan atau perbuatan yang menyinggung hati mereka. Kecuali kalau kita punya komitmen dari awal sebelum menikah.
Dulu kalau saya dekat dengan seorang wanita, saya suka ngomong terus terang. Nanti kalau sudah menikah, kamu harus mengizinkan saya jika ingin berpoligami. Karena sikap terus terang saya itu, tak ada yang mau menikah dengan saya.”
Orang-orang kembali tertawa.
“Sekarang saya ingin memberi nasehat kepada pengantin perempuan. Ketika kamu masih gadis belum punya suami, kamu harus turut kepada orang tuamu. Sekarang setelah kamu punya suami, maka yang harus kamu turut adalah suami kamu. Selama suami kamu tidak menyimpang dari aturan Allah, ikutilah dia. Tapi kalau sudah menyimpang dari aturan Allah, jangan dituruti. Kewajiban seorang isteri itu ada dua hal. Pertama taat kepada Allah, yang kedua taat kepada suami. Itu saja tugas seorang isteri. Sedangkan tugas mencuci pakaian, mencuci tempat makan dan minum, membereskan rumah, memasak, itu sebenarnya adalah tugas suami. Tapi alangkah baik dan bijaksana jika sang isteri membantu suaminya untuk mengerjakan hal-hal tersebut.
Ada lagi tips untuk merekat cinta agar tetap lengket. Pada umumnya sebelum menikah wanita itu suka berdandan cantik sehingga para lelaki terpesona dibuatnya. Tetapi setelah menikah, rambut awut-awutan dibiarin, pipi cemong dibiarin, tali gaun nyengsol dibiarin, bulu ketek bau dibiarin.”
Semuanya tertawa-tawa.
“Maka saya berpesan khususnya kepada pengantin baru, umumnya kepada ibu-ibu yang hadir di sini, urus dirimu, pelihara tubuhmu, berdandanlah yang cantik untuk para suami agar mereka tak ada alasan untuk mencari yang baru. Tidak perlu pergi ke salon atau mandi susu, mandi saja dua kali sehari, kalau mau bersih berendam saja di sungai seharian bersihkan tubuhmu. Kalau ketekmu masih bau cukup olesi dengan apu.”
Suara tawa para mustami terdengar riuh.
“Kesel saya, ngakunya ingin disayang sama suami, kalau suami ngelirik cewek lain marah, tapi dirimu tidak memelihara tubuhmu dan tidak mau berdandan untuk suamimu.”
Orang-orang masih tertawa-tawa.
“Hadirin yang dimulyakan oleh Allah, ceramah saya cukup sekian. Mohon maaf atas segala kelemahan dan kekurangan. Billaahi taufik wal hidayah. Wassalaamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh!”
“Wa’alaikum  salam   warahmatullaahi   wabarakaatuh.”
“Aduh, kirain masih panjang ceramahnya.”
“Kok rasanya sebentar, ya! Belum puas dengerinnya.”
“Beli saja kasetnya.”
“Memang ada kasetnya?”
“Ada. Aku lihat di tukang jual kaset CD bajakan.”
***




Ustadz Kabayan
______________________________________

23  DOSA
                     MENINGGALKAN SHALAT


Umi Nisa bercerita kepada Kabayan suaminya bahwa tetangga mereka, Kang Dasep yang bekerja sebagai sopir sering meninggalkan shalat. Ia tahu hal itu dari Ceu Nengsih isteri Kang Dasep. Ceu Nengsih sering menasehati suaminya, tetapi Kang Dasep tak mengindahkannya. Malah katanya suka balik memarahi.
            “Semoga saja ada jalan keluar untuk menasehati Kang Dasep, kalau dinasehati sekonyong-konyong oleh kita, takut dia tidak menerima,” kata Kabayan kepada isterinya.
            “Maksudnya bagaimana?” tanya Umi Nisa.
            “Nunggu waktu yang pas. Semoga saja Kang Dasep datang ke acara pengajian, atau kita yang diundang ke rumahnya.”
            “Gak mungkin Kang Dasep mengundang kita ke rumahnya. Ngapain?”
            “Mungkin saja! Gak ada yang gak mungkin di dunia ini. Buktinya Umi yang cantik dapat Abi yang jelek.”
            “Ih Abi jangan rendah diri gitu deh, jadi malu....” Umi Nisa tersipu.  Ia   lantas   mencubit tangan
suaminya.
            Tak lama kemudian ada kabar mengejutkan. Kang Dasep jatuh sakit. Ia sakit setelah pulang nyopir dari Jakarta tiga hari yang lalu mengantar sayuran ke pasar induk. Mungkin karena kelelahan.
Kabayan dan isterinya menjenguk Kang Dasep setelah shalat Asyar. Ternyata benar Kang Dasep sakit. Ia terbaring lemah di tengah rumah beralas kasur tipis. Tetangga yang lain berdatangan mengikuti Kabayan dan Umi Nisa.
            “Kang Dasep sakit apa?” tanya Kabayan.
            “Demam, perut panas,” sahut Kang Dasep pelan.
“Sudah diperiksa sama mantri?” Kabayan bertanya lagi.
            “Sudah tadi jam sembilan pagi, obatnya sudah diminum,” sahut Ceu Nengsih.
            “Syukurlah kalau begitu.”
            Kabayan berpaling pada ibu-ibu yang menjenguk Kang Dasep.
            “Ibu-ibu sudah shalat Asyar?”
            “Sudah,” sahut semuanya.
            “Syukurlah. Saya takut ibu-ibu meninggalkan shalat. Ada sebuah kisah yang terjadi pada zaman Nabi Musa.”
            Umi Nisa tersenyum menatap suaminya. Ia tahu suaminya akan menceritakan tentang hukum orang yang meninggalkan shalat, untuk menyadarkan Kang Dasep.
            “Pintar juga suamiku,” kata Umi Nisa dalam hati dengan rasa bangga.
            “Suatu  hari   datanglah  seorang   wanita  cantik
kepada Nabi Musa. Ia berkata, ‘Wahai Nabi Allah, saya telah berzina. Dari hasil perzinahan itu saya hamil. Setelah anak saya lahir, saya cekik lehernya sampai mati. Sekarang saya ingin bertobat.’
            Nabi Musa marah mendengar pengakuan wanita itu.
‘Pergi kamu dari hadapanku, wanita laknat!’ Nabi Musa mengusir wanita itu.
Wanita itu sedih. Hatinya hancur, tak ada lagi harapan bagi dirinya. Ia berjalan tak tentu arah karena dunia terasa gelap baginya.
Malaikat Jibril turun mendatangi Nabi Musa. Ia berkata, ‘Mengapa engkau menolak orang yang mau bertobat? Tidakkah engkau tahu dosa yang lebih besar daripada dosa itu?’
Nabi Musa heran. Ia bertanya, ‘Memangnya ada dosa yang lebih besar daripada dosa perempuan itu?’
Malaikat Jibril menjawab, “Ada. Orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja tanpa menyesal sedikit pun. Orang itu lebih besar dosanya daripada wanita itu.’
Nabi Musa kemudian mencari wanita itu dan mengatakan bahwa Allah akan menerima taubatnya jika ia bersungguh-sungguh akan bertaubat.
Nah itulah  kisahnya.  Kenapa begitu?  Orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja berarti membangkang terhadap perintah Allah, seolah-olah menganggap Allah tidak punya hak untuk mengatur dan memerintah hamba-Nya. Sedangkan orang yang berdosa yang menyesali dirinya dan hendak bertobat, berarti masih punya iman dan ingin kembali berada dalam jalan keta’atan kepada Allah.”
Ibu-ibu mengangguk.
“Kalau kita mati dalam keadaan tidak shalat, penderitaanlah yang akan kita dapatkan. Saat Sakaratul maut ia akan menderita sakit yang tak terhingga, masuk ke alam kubur mendapat siksa kubur, masuk ke akherat mendapat siksa api neraka. Naudzubillaahi mindzalik.”
Nampak Kang Dasep seperti ingin bangun dari tidurnya.
“Ada apa, Kang?” tanya Ceu Nengsih.
“Aku belum shalat,” katanya.
Ceu Nengsih membangunkannya. Setelah bangun dari tidur, Kang Dasep tiba-tiba berdiri dan langsung menuju ke kamar mandi untuk berwudhu tanpa bantuan isterinya. Rupanya Kang Dasep takut mendengarkan cerita Kabayan. Ia tak ingin mati dalam keadaan meninggalkan shalat. Semuanya berpan-dangan kaget.
“Terima kasih, Pak Ustadz,” ucap Ceu Nengsih.
“Sama-sama, Ceu Nengsih,” sahut Kabayan.
Beberapa saat kemudian Kabayan dan isterinya pulang. Yang lain juga ikut pulang.
Kang Dasep ternyata kuat melaksanakan shalat walau sedang sakit. Dan beberapa hari kemudian ia sembuh dari sakitnya. Sekarang ia mau melaksanakan shalat. Kabayan tentu saja gembira melihat perubahan tetangganya itu.
                         
Pertemuan Manusia dengan Allah terjadi dalam dua kesempatan, pertama di dunia yaitu pada saat melaksanakan ibadah shalat. Kedua di akherat pada hari kiamat. Kalau waktu shalat adalah saat pertemuan dengan Allah, mengapa kita tidak merindukan shalat? Seolah-olah kita tidak merindukan pertemuan dengan Allah!  Seolah-olah kita menghindari Allah. Kalau seperti itu, bagaimana Allah akan menyayangi kita? Bagaimana Allah akan merindukan kita?
            Dalam shalat ada hak-hak Allah. Jika manusia melaksanakan hak-hak Allah dalam shalatnya, maka ringan baginya menghadap Allah pada pertemuan kelak. Sebaliknya, jika manusia tidak mematuhi hak-hak Allah, maka akan berat baginya pertemuan dengan Allah di akherat nanti.
            Firman Allah, “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al-Kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS Al-Insan : 26)
            Sabda Rasulullah, “Yang pertama diwajibkan oleh
Allah kepada umatku adalah melaksanakan shalat lima waktu. Amal-amalan umatku yang paling dulu diangkat ke langit adalah shalat lima waktu. Amal-amalan umatku yang paling dahulu diperiksa juga shalat lima waktu.”
            Betapa sangat bernilainya ibadah shalat lima waktu yang dilakukan manusia. Shalat lima waktu adalah satu-satunya perintah yang langsung diterima Rasulullah di Sidhratut Muntaha (langit ketujuh) tanpa melalui Malaikat Jibril, sesuai kisah dalam peristiwa Isra Mi’raj. Rasulullah secara pribadi menghadap Allah, tanpa perantara. Sedangkan perintah rukun Islam yang lain seperti sahadat, zakat, puasa, dan naik haji diterima melalui wahyu di dunia. Hal ini membuktikan bahwa ada hal-hal khusus dalam shalat. Shalat adalah tiangnya agama, shalat adalah pertemuan antara hamba dengan Allah, shalat adalah dialog seorang hamba dengan Allah. Shalat adalah ciri dan bukti seseorang bertaqwa. Shalat adalah ibadah paling utama.
            Firman Allah, “Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.” (QS Thaha : 132)
            Melaksanakan ibadah shalat tepat waktu adalah proyek besar yang penuh dengan keuntungan, apalagi jika dilaksanakan secara berjama’ah di mesjid, itulah yang lebih utama. Keberkahan akan didapatkan tanpa disadarinya, lapang dadanya, bersih wajahnya, tenang penampilannya, dan mudah segala urusannya. Rezekinya datang tanpa ia sangka dari setiap penjuru angin, dan janji Allah surgalah kampung halamannya nanti.
            Bagi sebagian orang ibadah shalat terasa berat, meskipun hanya menghabiskan waktu kurang dari sepuluh menit. Jika kita menganggap shalat adalah pertemuan dengan Allah di dunia, maka orang yang tidak melaksanakan shalat seolah-olah menghindar dari pertemuan dengan Allah. Ia tidak merasakan rindu kepada Allah. Ia tidak mencintai Allah yang telah menciptakan dirinya. Sungguh suatu dosa yang besar.
***




Ustadz Kabayan
______________________________________

24   INGIN
              MEMBANGUN MESJID


Dari minggu ke minggu pengajian mingguan di mushala semakin banyak yang mengikuti. Mushala hampir penuh hingga peserta pengajian duduk berlapis-lapis. Musahala kecil ukuran 3 x 5 meter peninggalan almarhum Ajengan Usup itu nampak mulai sesak. Kabayan sangat ingin mengubah mushala itu menjadi sebuah mesjid yang besar tempat orang-orang shaleh berkumpul untuk beribadah kepada Allah sesuai keinginan Ajengan Usup almarhum. Tapi dari mana uangnya? Ia memang sering mendapatkan sedekah dari orang-orang yang mengundangnya untuk berdakwah, tapi masih jauh dari cukup untuk membangun sebuah mesjid yang layak.
Pada pengajian mingguan berikutnya, Kabayan membahas pahala bagi orang-orang yang membangun mesjid.
“Warga Kampung Cinta yang paling baik sedunia, yang dimulyakan oleh Allah. Allah berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 25, Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya.’
Allah SWT menyediakan berbagai ganjaran untuk siapa saja manusia yang beriman dan membuat kebajikan di dunia ini. Bahkan ada 7 amal jariah yang ganjarannya tetap mengalir walaupun ia sudah meninggal ; Pertama, orang yang membangun mesjid. Ia tetap mendapat ganjaran selama mesjid itu dipakai untuk melaksanakan shalat. Kedua, Orang yang membuat selokan, selama selokan itu dimanfaatkan airnya oleh siapa pun yang membutuhkannya. Ketiga, orang yang menulis hurup Al-Qur’an, selama Al-Qur’an itu ada yang membaca. Keempat, orang yang membuat sumur selama air sumur itu ada yang meminumnya. Kelima, orang yang menanam sebuah pohon, selama pohon itu ada yang memakan buahnya. Keenam, orang yang mengajarkan ilmu selama ilmu itu dipakai untuk kemanfaatan. Ketujuh, orang yang meninggalkan seorang anak shaleh, selama anak itu mendo’akan orang tuanya.
Berbuat kebaikan apa pun akan mendapatkan ganjaran yang nilainya tak terhingga di hadapan Allah SWT, apalagi membangun sebuah mesjid yang dipakai oleh manusia untuk bersujud dalam shalatnya dan melakukan kegiatan peribadahan yang lainnya sebagai bentuk ketaqwaan kepada Allah. Selain itu, Allah berjanji, barangsiapa yang membangun mesjid di dunia, kelak  Allah akan membuatkan bangunan serupa itu di surga.”
Kabayan  memandangi  wajah  para  mustami yang nampak khusyu mendengarkan ceramahnya.
“Bapak-bapak dan Ibu-ibu, siapa yang tidak ingin dibangunkan mesjid oleh Allah di surga?”
Semuanya terdiam.
“Berarti semuanya juga menginginkannya. Lihatlah, mushola kita sudah penuh sesak, dan bangunannya sudah tua. Ajengan Usup almarhum memberi amanat kepada saya untuk membangun mushola ini menjadi sebuah mesjid yang besar, yang penuh dengan oleh orang-orang yang bertawa, dan dari mesjid ini akan muncul orang-orang shaleh yang akan berjalan-jalan menyebarkan agama Allah ke seluruh permukaan bumi.”
Semua orang mengangguk-angguk.
“Apakah Bapak-bapak dan Ibu-ibu siap menyisihkan sebagian harta untuk membangun mesjid?”
“Siap!”
“Kok suaranya pelan?”
Semuanya tersenyum.
“Siap tidak?”
“Siaaapp!”
“Alhamdulillah. Ingat, bukan berarti kita harus mengorbankan segalanya, kita berbuat kebaikan apa pun sesuaikan dengan kemampuan kita. Kita bisa berjuang dengan harta, tenaga dan pemikiran. Dan tidak perlu sekaligus. Kita sisihkan sebagian harta kita mulai sekarang. Kita buat dulu panitia yang bertugas mulai dari penyusunan rencana pembangunan mesjid hingga pelaksanaan pembangunan mesjid nanti.”
Kabayan berhenti sesaat.
“Bapak-bapak dan Ibu-ibu warga kampung Cinta yang berharap ingin mendapatkan cinta Allah SWT. Bayangkan dalam benak kita semua, suatu hari nanti mushala ini menjadi sebuah mesjid yang besar. Anak-anak kita, cucu-cucu kita, dan keturunan kita berikutnya memenuhi mesjid ini untuk beribadah. Sedangkan kita semua telah dipanggil oleh Allah yang Maha Kuasa. Kampung kita ini akan bersinar oleh cahaya Illahi. Dan cahaya itu akan sampai kepada kita. Do’a-do’a yang dipanjatkan oleh anak cucu kita dari dalam mesjid yang kita bangun, akan mengalir kepada kita. Setiap tetes keringat yang keluar dari tubuh kita dan jatuh ke bumi ketika kita bekerja keras membangun mesjid, setiap rupiah uang yang kita keluarkan untuk membeli bahan material untuk mesjid, akan menjadi saksi yang meringankan kita di saat-saat genting dalam perjalanan kita setelah kematian. Maka tekadkanlah dalam hati kita semua, kita harus membangun mesjid itu dengan segala kemampuan yang kita miliki. Demi anak cucu kita, demi kita semua untuk mendapatkan hidup yang mulia di dunia dandi akherat nanti.”
Setelah acara pengajian selesai, para ibu dan anak-anak pulang. Sedangkan Bapak-bapak melaksana-kan musyawarah dulu dipimpin oleh Kabayan sebagai sesepuh mushola. Hasil musyawarah, Pak Soleh terpilih sebagai ketua pembangunan mesjid, bendaharanya Pak Jamal orang yang paling mampu ekonominya di kampung itu.
Sejak saat itu panitia pembangunan mesjid bekerja keras untuk mengumpulkan dana dari masyarakat dan berbagai pihak yang mau menyisihkan sebagian hartanya untuk membangun rumah Allah di Kampung Cinta.
Kabayan menyadari kemampuan masyarakat di kampungnya sangat terbatas untuk mendapatkan uang yang banyak kalau ingin membangun sebuah mesjid yang besar.  Dalam   shalat  hajat di sepertiga malam,  ia
sering berdo’a kepada Allah.
“Ya Allah, seperti sebuah mimpi untuk membangun sebuah mesjid yang besar di sebuah kampung yang gersang. Tapi aku ingin mewujudkan mimpi itu. Aku ingin membangun sebuah mesjid yang besar dan akan kunamai Mesjid Al-Islam. Sehingga dari mesjid itu akan bersinar cahaya islam yang kuat. Di dalamnya penuh dengan orang-orang yang bertaqwa, dan dari mesjid ini akan muncul orang-orang shaleh yang akan berjalan-jalan menyebarkan agama Allah ke seluruh permukaan bumi. Kirimlah orang-orang dermawan untuk membantu perjuanganku. Dan aku Ustadz Kabayan akan menggunakan setengah dari uang yang kudapatkan dari hasil dakwahku untuk membangun mesjid dan mencetak orang-orang shaleh di mesjid Al-Islam. Tak ada yang tak mungkin bagi-Mu, Ya Allah.
***



Ustadz Kabayan
______________________________________

25  DIUNDANG CERAMAH
                   OLEH BUPATI


Kabayan makin sering mendapat panggilan untuk berdakwah, mula-mula di sekitar kampung dan desa. Nama Ustadz Kabayan makin terkenal. Hingga ia diundang untuk berdakwah ke tempat-tempat yang jauh. Namun tidak semua undangan yang jauh bisa dipenuhi, apalagi kalau malam hari. Kabayan tak mau meninggalkan anak didiknya di mushala yang semakin banyak.
Pada suatu hari, Pak Haji Sobari menghu-bunginya. Sekarang Pak Haji Sobari sudah menjadi anggota dewan kabupaten. Katanya Pak Bupati akan mengadakan acara pengajian di lingkungan keluarga dan kerabat dekatnya. Pak Bupati ingin Ustadz Kabayan menjadi penceramahnya. Acaranya malam hari selesai shalat Maghrib. Dengan berbagai pertimbangan, Kabayan menyanggupi. Ia pun mengajak Pak Soleh untuk menemaninya.
Selesai shalat Dhuhur Kabayan pergi dengan Pak Soleh ke rumah Pak Haji Sobari. Dari situ mereka berangkat memakai mobil Pak Haji Sobari. Bu Hajah Sobari juga ikut. Menjelang Maghrib, mereka sampai di rumah Pak Bupati. Pak Bupati menyambut kedatangan Ustad Kabayan, ia senang sekali bertemu dengan Ustad Kabayan yang namanya dan gaya dakwahnya yang berbeda sudah sangat terkenal. Kabayan juga sangat senang karena telah bertemu dengan Pak Bupati.
Setelah shalat maghrib, para tamu undangan berdatangan ke rumah Pak Bupati. Bukan cuma keluarga dan kerabatnya yang datang, para pejabat dan para ulama tingkat kabupaten juga ternyata ikut hadir pada acara itu.
Beberapa saat kemudian acara dimulai. Pembawa acara membuka acara dengan membacakan Surat Al-Fatihah bersama-sama. Kemudian dilanjutkan dengan pembacaan ayat suci Al-Qur’an dan shalawat oleh qari terbaik tingkat Kabupaten. Setelah itu Pak Bupati menyampaikan sambutannya. Tak lupa dalam sambutannya Pak Bupati mengucapkan selamat datang kepada Ustadz Kabayan, ustadz paling terkenal sedunia dan bisa mengerti bahasa binatang, hingga para hadirin tertawa karena mereka pun telah mendengar kisah itu. Kabayan cuma tersenyum-senyum.
Setelah Pak Bupati selesai menyampaikan sambutan, Ustadz Kabayan kemudian dipanggil oleh pembawa acara untuk naik ke atas panggung. Dengan hati berdebar-debar Kabayan naik ke atas panggung. Sungguh tak menyangka sebelumnya ia akan menyampaikan ceramah di hadapan para pejabat.
Kabayan menarik napas panjang.
“Bismilaahirrahmaanirrahiim. Assalaamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh!”
“Wa’alaikum salam warahmatullaahi wabarakaatuh!” sahut semuanya.
            “Hamdan wasyukran Lillah. Washshalaatu wassalaamu ‘alaa sayyidina Muhammad. Amma ba’du.
A’uudzubillaahi minasysyaithaanirrajiim. Qaaluu subhaanaka laa ‘ilmalanaa illaa maa ‘allamtanaa, innaka antal ‘aliimul hakiim. Mereka menjawab: “Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang Engkau ajarkan kepada kami, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS Al-Baqarah : 32)
Yang saya hormati Bapak Bupati beserta keluarga besarnya, semoga Allah senantiasa memuliakannya. Amiin!”
“Amiiinn!” sahut semuanya.
“Yang saya hormati para pejabat kabupaten, semoga selalu berada dalam perlindungan Allah SWT, dan selalu berjuang untuk membela kepentingan masyarakat. Amiiinn.”
“Yang saya hormati yang belum menjadi pejabat, semoga menjadi pejabat nanti setelah pejabat yang sekarang tidak menjadi pejabat lagi. Amin.”
“Amiiinn!” sahut semuanya sambil tersenyum.
“Yang saya junjung tinggi para ulama, semoga Allah membimbing hati dan pikiran para ulama, serta diberi kekuatan untuk menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemunkaran. Amiiinn!’
“Amiiinn!”
“Yang saya hormati para Ibu, semoga kasih sayang dan cinta Ibu-ibu kepada suami dan anak-anak menjadi pendorong yang baik bagi para suami dalam menjalankan tugasnya mengabdi kepada masyarakat, dan menjadi semangat bagi anak-anak untuk mencapai prestasi terbaik. Amin!”
“Amiiinn!”
“Berbahagialah semuanya karena malam ini bisa bertemu dengan Ustadz Kabayan, ustadz paling terkenal sedunia, yang bisa mengerti bahasa binatang.”
Semuanya tertawa.
“Karena saya bukan berada di kebun binatang, mohon maaf saya tidak akan menggunakan bahasa binatang.”
Semuanya masih tertawa.
“Dan belum banyak yang tahu, saya juga menguasai sepuluh bahasa internasional. Bahasa Inggris, bahasa Arab, bahasa Jepang, bahasa China, bahasa Francis, bahasa Jerman, bahasa Italia, bahasa Portugis, bahasa Latin dan bahasa Indian.”
Semuanya tersenyum. Ada yang percaya ada yang tidak.
“Saya ingin bertanya, berapa orang di sini yang menguasai bahasa Inggris? Silahkan acungkan tangan?”
Beberapa orang mengacungkan tangan.
“Yang menguasai bahasa Arab?”
Beberapa orang mengacungkan tangan.
“Yang menguasa bahasa China?”
Hanya dua orang yang mengacungkan tangan.
“Wah, sedikit ya yang menguasai bahasa asing. Karena hanya beberapa orang saja yang menguasai bahasa asing, kalau saya berceramah dengan menggunakan bahasa asing, tidak akan banyak yang mengerti, oleh sebab itu dalam ceramah saat ini saya akan menggunakan bahasa Indonesia ditambah bahasa Sunda.”
Semuanya tertawa.
“Hadirin yang saya cintai dan mudah-mudahan
dimulyakan oleh Allah. Ini untuk yang pertama kali saya berceramah di hadapan para pejabat. Saya bersyukur karena punya kesempatan yang sangat langka. Saya sampai kaget ketika mendapat kabar diundang untuk berceramah oleh Bapak Bupati. Dari mana beliau mengenal saya seorang ustadz yang berada jauh di kampung. Tapi kemudian saya menyadari,  tentu saja Pak Bupati akan tahu karena Ustadz Kabayan adalah ustadz paling terkenal sedunia.”
Semuanya tertawa.
“Jangankan Pak Bupati, Presiden Amerika pun pasti kenal terhadap Ustadz Kabayan! Kalau tidak percaya ayo berangkat besok dengan saya ke Amerika, tolong siapkan ongkosnya untuk dua orang!”
Semuanya tertawa kembali.
“Saya seorang ustadz di daerah terpencil, yang berangkat ke sana kemari naik ojek. Banyak suka duka yang telah saya alami selama berceramah. Suatu hari saya pernah diundang ke sebuah daerah terpencil. Perjalanannya lumayan jauh, sekitar tiga jam dengan sepeda motor. Saya berangkat dari rumah setelah shalat Ashar naik motor dibonceng Pak Soleh teman saya. Bawa uang dari rumah cuma seratus ribu. Tidak makan dulu karena berencana akan makan di warung nasi supaya lebih nikmat. Ternyata ban sepeda motor kempes. Terpaksa beli ban dalam baru seharga tiga puluh ribu. Lima ribu untuk biaya memasangnya. Yang lima puluh ribu dipakai untuk beli bensin. Sisa lima belas ribu lagi dibeliin rokok. Sampai ke tempat acara jam delapan malam. Perut sudah keroncongan. Ternyata di tempat itu ada kebiasaan tamu baru dikasih makan setelah acara selesai. Jam delapan lebih acara dimulai dengan Pembukaan oleh pembawa acara, kemudian pembacaan ayat suci Al-Qur’an dan shalawat, ditambah sambutan dari panitia, kepala desa, ketua MUI, sampai jam sepuluh. Saya terus makan keripik.”
Semuanya tertawa-tawa.
“Jam sepuluh baru dipanggil untuk berceramah. Saya berceramah dalam keadaan perut lapar. Tak terasa air mata bercucuran. Mau ceramah sebentar malu. Jam setengah dua belas turun dari panggung, terdengar ada ibu-ibu yang berkata, “Alus euy ustadz teh, ngajina nepi ka ceurik.” (Ustadznya bagus, ceramahnya sampai nangis).
Semuanya tertawa-tawa.
“Sekali lagi saya ada yang mengundang berceramah saat sakit gigi. Saya beritahukan bahwa saya sedang sakit gigi. Tapi dia maksa. Akhirnya saya berangkat. Waktu ceramah di atas panggung, gigi terasa cenat-cenut, sampai air mata saya bercucuran menahan sakit. Mau turun lagi malu. Kata masyarakat yang mendengarkan ceramah, “Tah kudu kieu euy ngulem anu ngaji teh. Nepi ka ceurik di panggung bakating ku husyu. Ka urangna oge milu sedih.” (Nah harus begini ngundang penceramah, sampai menangis di panggung saking khusunya. Aku juga ikut bersedih).
Kembali semuanya tertawa-tawa.
“Hadirin yang dimulyakan oleh Allah. Ada lima kategori manusia dalam mengamalkan ilmunya. Pertama, banyak ilmu dan mengamalkannya. Kedua, banyak ilmu tetapi tidak mengamalkannya. Ketiga, sedikit ilmu dan banyak mengamalkannya. Keempat, sedikit ilmu dan tidak mengamalkannya. Kelima, tidak punya ilmu sehingga tak bisa mengamalkan apa pun. Saat ini Ustadz Kabayan berada dalam posisi ketiga, sedikit ilmu dan banyak mengamalkannya. Kenapa saya mengatakan hal ini? Agar hadirin semuanya memaklumi bahwa Ustadz Kabayan masih dangkal ilmunya. Walau ilmunya dangkal, tetapi semangat untuk mengamalkan ilmunya sangat besar, sehinga Allah pada hari ini menakdirkan saya untuk berceramah di depan orang-orang penting di kabupaten ini!”
Semua orang yang hadir serentak bertepuk tangan.
“Tidak usah  ditepukin,  saya  bukan pejabat.”
Semuanya tertawa.
“Dalam berceramah saya mengambil pelajaran dari beberapa kisah, diantaranya kisah pada zaman Khalifah Al-Makmun.
Pada zaman Khalifah Al-Makmun, banyak orang yang membencinya karena perilaku sang khalifah yang dianggap sering menyakiti hati rakyatnya. Suatu waktu khalifah Al-Makmun mengadakan kunjungan ke kota Basrah. Ia melaksanakan shalat Jum’at di mesjid besar kota itu. Kebetulan khatib yang bertugas pada Jum’at itu adalah khatib yang benci terhadap kelakuan khalifah. Dalam khutbahnya ia mengkritik Khalifah Al-Makmun dengan keras dan kata-kata yang pedas. Khalifah yang mendengar segala keburukannya dibeberkan di muka umum oleh Sang Khatib, mengurut dada berusaha untuk bersabar. Ia membiarkan Khatib itu meneruskan khutbahnya hingga selesai. Setelah acara Jum’atan, ia pun tak sebagai penguasa tidak memanggil atau menangkap Sang Khatib itu.
            Di lain waktu, di sebuah kota yang berbeda, Khalifah kembali bertemu dengan Sang Khatib itu pada acara shalat Jum’at di mesjid besar. Kembali Khatib itu mengkritik dengan keras dan kata-kata yang pedas kepada Khalifah. Malah di akhir khutbahnya mendo’akan semoga Khalifah Al-Makmun dilaknat oleh Allah SWT.
            Khalifah Al-Makmun merasa bahwa sikap Khatib itu sudah keterlaluan. Ia kemudian menyuruh  anak buahnya untuk memanggil Sang Khatib ke istana. Sang Khatib menolak dengan berbagai alasan, karena ia takut Khalifah Al-Makmun akan menghukumnya. Tapi kemudian ia memenuhi panggilan itu.  Setelah berhadap-hadapan, Khalifah Al-Makmun bertanya, ‘Kira-kira lebih baik mana antara anda dan Nabi Musa?’
            ‘Tentu lebih baik Nabi Musa,’ sahut Sang Khatib.
            ‘Terus mana yang lebih jelek, saya atau Fir’aun?’ Khalifah kembali bertanya.
            ‘Lebih jelek Fir’aun,’ sahut Sang Khatib.
            ‘Maaf, Pak Khatib, bagaimana pun jahatnya Fir’aun sampai mengaku Tuhan, tapi Allah memerintahkan kepada Nabi Musa untuk berkata lembut kepada Fir’aun sesuai yang ada dalam Kitab Suci Al-Qur’an Surat Thaha ayat 43 dan 44 :
            ‘Pergilah kamu berdua kepada Fir'aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas; maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut.’
            Mengapa anda begitu keras terhadap saya? Padahal saya tidak lebih jelek daripada Fir’aun dan anda tidak lebih baik daripada Nabi Musa. Apakah tidak bisa memperingatkan saya dengan kata-kata yang lebih sopan dan lebih baik? Sehingga saya sebagai manusia merasa lebih dihargai dan tidak kehilangan harga diri di hadapan masyarakat banyak.’
            Begitulah protes khalifah.
            Sang Khatib terdiam. Ia tak bisa membantah apa yang diucapkan oleh Khalifah Al-Makmun karena Firman Allah dalam Al-Qur’an Surat Thaha ayat 43 dan 44 benar demikian bunyinya.
            Kemudian di dalam Kitab suci Al-Qur’an Surat An-Nahl ayat 125 Allah berfirman, ‘Serulah manusia ke jalan Tuhanmu dengan bijaksana, dengan nasehat yang baik, dan bantahlah (berhujah) dengan cara yang lebih baik.’
            Begitulah Kisah Khalifah Al-Makmun. Pelajaran yang bisa diambil adalah, dalam berdakwah atau berceramah, atau memberi nasehat kepada orang lain, kalau masih bisa menggunakan kata-kata yang baik dan lembut, mengapa harus menggunakan kata-kata yang kasar dan keras?”
            Semuanya bertepuk tangan.
            “Tidak perlu repot-repot tepuk tangan, memangnya saya ini burung merpati?”
            Semuanya tertawa.
            “Tetapi dalam berdakwah, saya tidak akan tunduk terhadap kekuasaan seperti yang dilakukan oleh seorang ulama penjilat bernama Ghiyats bin Ibrahim. Penasaran kan? Bapak Bupati penasaran? Tunggu saya mau ngisi bensin dulu,” Kata Kabayan sambil meraih gelas berisi air putih di depannya.
            Semuanya tertawa.
Kabayan kemudian meminum air di dalam gelas itu. Lalu ia melajutkan ceramahnya.
            “Ghiyats bin Ibrahim seorang ulama penjilat pada zaman Khalifah Al-Mahdi. Suatu waktu ia mendatangi Khalifah di istananya. Ia memergoki khalifah sedang mengadu ayam. Maka ia membacakan sebuah hadits yang telah ditambah-tambah untuk tidak menyinggung hati Khalifah, ‘Tidak dihalalkan melakukan pertandingan kecuali adu memanah, adu ketangkasan kuda, dan adu ayam.”
            Semuanya tertawa-tawa.
            “Padahal bunyi hadits yang asli adalah, ‘Tidak dihalalkan melakukan pertandingan kecuali adu memanah dan adu ketangkasan kuda.’ Untuk menyenangkan hati khalifah ditambah dengan adu ayam. Coba kalau Khalifah sedang ngadu muncang, pasti bunyi haditsnya menjadi, ‘Tidak dihalalkan melakukan pertandingan kecuali adu memanah, adu ketangkasan kuda dan ngadu muncang.’
            Kembali semuanya tertawa-tawa.
            “Ulama penjilat akan memelintir sebuah hadits atau ayat untuk kepentingan dirinya dan kepentingan kelompok atau golongan tertentu. Ia tentu saja akan mendapatkan keuntungan, tetapi seorang ulama penjilat tidak akan dihargai oleh manusia, apalagi oleh Allah.”
            Kabayan membetulkan sorbannya beberapa saat.
            “Sekarang saya akan bertanya. Pak Bupati, boleh bertanya kepada anak buah Bapak?” Kabayan memandang wajah Pak Bupati.
            “Silahkan, Pak Ustadz.”
            “Tenang, Pak. Pertanyaannya tidak akan seperti pertanyaan orang BPK atau KPK.”
            Semuanya tertawa.
            “Bapak yang berkumis memakai baju koko warna coklat, apakah bapak benci terhadap perkara yang hak?” Kabayan menunjuk seseorang yang duduk di depannya.
            “Tidak,” sahut bapak itu.
            “Jadi bapak senang ya terhadap perkara yang hak?”
            “Iya.”
            “Awas kalau nanti bohong!”
            Semuanya tertawa.
            “Sekarang  Bapak  yang memakai baju batik kotak-kotak, apakah Bapak suka terhadap fitnah?” Kabayan menunjuk seseorang yang duduk di sebelah kanannya.
            “Tidak,” sahut orang itu.
            “Berarti Bapak tidak suka fitnah, ya?”
            “Iya.”
            “Jawaban kalian berdua bohong!” kata Kabayan.
            Semuanya tertawa-tawa.
            “Katanya, Bapak senang terhadap perkara yang hak. Perkara yang hak bagi kita adalah kematian dan neraka. Bohong kalau Bapak senang terhadap kematian dan neraka!” Kabayan berdiri menunjuk Bapak yang tadi.
            Semuanya tertawa-tawa sampai tergelak-gelak. Bapak itu geleng-geleng kepala tak menyangka jawabannya salah.
            “Kata Bapak yang ini, tidak suka terhadap fitnah. Fitnah bagi kita adalah harta dan keluarga kita. Bohong kalau Bapak tidak suka terhadap isteri, anak dan harta! Bapak bisa dimarahi sama Ibu! Pulang dari sini bakalan ribut sama Ibu!” Kabayan menunjuk orang yang memakai baju kotak-kotak.
            Tawa di tempat itu semakin bergemuruh.
            “Sekarang jangan tertawa ya? Karena saya akan membahas hal yang menakutkan, yaitu kematian. Kata Bapak yang tadi, ia senang kepada kematian, makanya saya bilang bohong!”
            Semuanya tertawa.
            “Kematian adalah hak, sesuai firman Allah dalam dalam Al-Qur’an Surat Al-Jumu’ah ayat 8, ‘Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu.’  Oleh karena itu pergunakanlah sisa usia kita untuk berbuat kebaikan sebelum ajal datang, sebelum tubuh berpisah dengan ruh. Segeralah bertobat kepada Allah, dan berbuat baiklah kepada manusia, hidup kita harus bermanfaat untuk orang lain, jangan berbuat dhalim, jangan berbuat kerusakan di muka bumi. Jangan terlambat, jangan tertinggal, jangan lupa! Jangan terhalang karena kita merasa masih muda, masih sehat, masih kaya, masih berkuasa, masih berpengaruh... sebab malakal maut tidak pernah kompromi. Siapapun, orang tua, anak-anak, bayi, kalau ajalnya sudah datang, saat itu juga dia harus meninggalkan dunia alias koit. Dia harus melanjutkan ke kehidupan berikutnya di alam akherat, untuk mempertanggungjawabkan kela-kuannya selama hidup di dunia. Mau tidak mau, percaya gak percaya, seluruh kelakuan kita di dunia pasti ada balasannya di akherat.
            Kemudian hal yang menakutkan bagi semua manusia adalah neraka. Allah telah menciptakan Neraka untuk para jin dan manusia yang selama hidupnya di dunia berbuat dosa dan maksiat. Sesuai dengan firman Allah dalam Kitab Suci Al-Qur’an Surat A-A’raf ayat 179, ‘Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.’
            Dengan jelas ayat itu menyebutkan bahwa neraka dibuat untuk jin dan manusia yang kufur dengan nikmat Allah. Mereka mempunyai hati tetapi tertutup kepada keimanan, mempunyai mata tetapi buta terhadap kebenaran, dan mereka mempunyai telinga tetapi tidak digunakan untuk mendengar kebaikan. Yang dia kerjakan hanya dosa dan maksiat. Ia larut dalam perbuatan buruknya.
            Keadaan neraka bukan saja ditakuti oleh jin dan manusia saja. Para malaikat yang sudah tahu keadaan neraka merasa takut mereka melanggar perintah Allah sehingga mereka masuk ke dalam neraka.
Rasulullah pernah bertanya kepada Malaikat Jibril karena ia datang dengan keadaan matanya basah oleh air mata, ‘Wahai Jibril, kenapa kamu menangis?’
Malaikat Jibril menjawab, ’Mataku basah karena takut berbuat maksiat yang akan membuatku masuk ke dalam neraka.”
Mendengar perkataan Malaikat Jibril, Rasulullah pun menangis.
            Para Malaikat dan Rasulullah yang tidak pernah berhenti beribadah kepada Allah dan sudah dijamin masuk ke dalam surga, masih menangis karena takut siksaan yang dahsyat dalam neraka, tapi banyak manusia yang berbuat dosa di muka bumi ini masih bisa tertawa seolah tidak takut dengan siksa neraka.
            Selanjutnya, mari kita camkan firman Allah dalam Al-Qur’an Surat Al-Munafiqun ayat 9, ‘Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi.’
            Ini dia ayat yang menyatakan bahwa kita menyenangi keluarga dan harta. Inilah yang banyak membuat manusia sering lalai terhadap perintah Allah, karena terlalu sibuk mencari harta dan membela kepentingan keluarga. Memang mencari harta dan membela keluarga ini gak ada ujungnya. Manusia terlena oleh kedua hal ini. Maka kedua hal inilah yang disebut fitnah dunia, karena banyak orang yang celaka akibat dua hal ini. Karena itu berhati-hatilah. Dua hal ini jangan menyebabkan kita celaka di dunia dan akherat, justru kita harus menjadikan dua hal ini sumber kebahagiaan di dunia dan akherat. Kekayaan yang kita miliki jangan menyebabkan kita lalai beribadah kepada Allah, tetapi kekayaan kita harus menjadi ladang amal shaleh bagi kita di dunia sehingga akan berbuah manis di akherat. Anak-anak kita harus dicetak menjadi orang-orang shaleh yang berbakti kepada orang tua dan mengabdi kepada Allah SWT. Sehingga kelak di akherat mereka tidak akan mencelakakan kita, tetapi merekalah yang akan menjadi pahlawan dalam menggapai surga  Allah  yang  sangat luas dan penuh berbagai kenikmatan.”
            Kabayan berhenti sesaat.
            “Siapa yang ingin masuk surga paling duluan?” tanyanya.
            Semua mengacungkan tangan.
            “Enak saja!”
            Semuanya tertawa.
            “Yang berhak masuk surga duluan adalah para Nabi, orang kaya yang mendermakan hartanya di jalan Allah, ulama yang shaleh yang mengamalkan ilmunya, orang yang mati syahid dan haji mabrur. Sedangkan kita apa? Nabi bukan, jadi orang kaya kikir, jadi ulama setengah-setengah, mati syahid enggak, haji mabrur belum tentu, enak saja mau masuk surga duluan, masuk surga belakangan juga sudah untung!”
            Semuanya kembali tertawa-tawa.
            “Hadirin yang saya hormati dan dimulyakan oleh Allah. Menjadi pemimpin adalah sebuah amanah dari Allah. Betapa beratnya amanah itu. Sayyidina Abu Bakar mengucapkan kalimat Innalillaahi wainna ilaihi raaji’un ketika dipilih menjadi khalifah. Karena menjadi pemimpin adalah sebuah musibah bukan anugerah. Di tangan mereka bergantung ribuan bahkan jutaan orang rakyat. Jika kebijakan yang diterapkan oleh seorang pemimpin salah, maka akan berakibat kepada rakyat yang dipimpinnya. Jika pemimpinnya melegalkan tempat perjudian, tempat maksiat dan minuman keras, maka akan hancurlah tatanan kehidupan masyarakat. Maka pemimpin itu harus mempertanggungjawabkan keputusannya di dunia dan akherat.
Tapi jika sang pemimpin membuat sebuah peraturan yang baik, misalnya setiap pegawai pemerintah wajib menyisihkan penghasilannya untuk kegiatan pembangunan sarana ibadah, setiap orang wajib menanam pohon, setiap pengusaha wajib menyisihkan penghasilannya untuk menyantuni fakir miskin, setiap orang kaya wajib mengangkat anak yatim sebagai anak asuh, maka akan terjadi keseimbangan kehidupan sosial  di masyarakat. Pemimpin seperti inilah yang akan mengubah dunia menjadi lebih baik.
            Karena itu mulai sekarang agendakanlah dalam diri anda semua, jadilah pemimpin yang mengubah dunia menjadi lebih baik, buatlah sejarah yang akan dikenang oleh seluruh manusia dan dicatat oleh Allah sebagai sebuah kebaikan. Sehingga penduduk langit dan bumi akan berdo’a untuk memuliakan seorang pemimpin yang baik. Namanya akan harum di seluruh penjuru langit dan bumi. Amiin!”
            “Amiiinn!”
            “Hadirin, kita semua telah menjalankan perintah Allah untuk berkumpul dalam sebuah majelis yang membicarakan tentang ilmu. Kita telah tertawa bersama-sama. Kita telah merancang sebuah masa depan bersama. Yang akan kita hadapi selanjutnya adalah acara makan bersama.”
            Semuanya tersenyum, ada yang sampai cekikikan.
            “Bapak Bupati dan keluarga telah menyediakan makanan dan minuman, sayang sekali kalau keburu basi. Saya akhiri ceramah sampai di sini. Jangan menuntut lebih dari saya, karena ilmu saya sangat sedikit. Mohon maaf yang sebenarnya bukan basa-basi. Apa yang saya sampaikan dalam ceramah dari awal sampai akhir, yang benar berasal dari Allah, yang salah adalah semata-mata kebodohan saya. Sampai bertemu lagi dengan saya di belahan bumi yang lain.  Billaahi taufik wal hidayah. Wassalaamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh.”
            “Wa’alaikum salam warahmatullaahi wabarakaatuh!”
***

  


Ustadz Kabayan
______________________________________

26  TAUBAT


Semua manusia pernah berbuat kesalahan dan melakukan dosa, apakah itu dosa kecil atau pun dosa besar. Ada yang cepat bertobat kembali ke jalan yang benar, ada juga yang terus tenggelam di dalam kesalahan dan dosa-dosanya. Mereka beranggapan sudah terlanjur basah, sudah terlanjur kotor sehingga merasa tobat mereka tak akan diterima oleh Allah.
Firman Allah, Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS Az-Zumar : 53)
            Ayat itu sebagai pemberitahuan kepada para pendosa, sebanyak apa pun dosa yang telah diperbuat olehnya, Allah akan mengampuni dosa-dosa mereka kalau segera bertaubat sebelum azal datang.
Ada banyak manusia yang  beranggapan sudah terlanjur basah, sudah terlanjur kotor sehingga merasa tobat mereka tak akan diterima oleh Allah. Ia merasa berputus asa sehingga terus berada dalam kegelapan. Ia tenggelam dalam dosa dan kemaksiatan.
Pernah ada seseorang yang mengajak temannya untuk shalat.
Temannya menjawab, “Tubuhku sudah kotor. Aku banyak melakukan dosa dan maksiat. Aku tak pantas untuk masuk ke dalam mesjid. Shalat juga percuma.”
Astaghfirullaahal adzim! Jawaban itu membuat bulu kuduk merinding. Dia sudah berputus asa dari rahmat Allah. Jangan seperti itu! Seberapa pun besarnya dosa seorang manusia, jika ia bertaubat, pasti Allah akan menerima taubatnya, akan mengampuninya.
Firman Allah, Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (QS An-Nisa ; 48)
Firman Allah, Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian ia mohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS An-Nisa : 110)
            Firman Allah, “Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat, beriman, beramal saleh, kemudian tetap di jalan yang benar.” (QS Thaahaa : 82)
            Sabda Rasulullah SAW, “Kalian semua adalah orang-orang yang sering berbuat kesalahan, dan sebaik-baiknya manusia adalah yang bertaubat.”
            Imam Turmudzi dalam kitabnya Gaurur Umur menyebutkan,   Nabi   Adam  memohon   kepada  Allah tentang taubat anak keturunannya.
            “Beri kesempatan anak keturunanku bertaubat,” kata Adam.
            “Pintu taubat terbuka lebar jika kamu mau. Atau, seandainya anak keturunanmu bertaubat satu tahun sebelum kematiannya, aku masih menerimanya,” jawab Allah.
            “Tambah lagi Ya Allah,” Adam memohon.
            “Satu jam sebelum kematiannya,” jawab Allah.
            “Tambah lagi Ya Allah,” Adam memohon kembali.
            “Baiklah, aku terima taubat anak cucumu selama ruhnya belum sampai ke tenggorokan,” jawab Allah.
            Betapa Maha Pengasih dan Maha Penyayangnya Allah kepada manusia, sehingga masih memberikan waktu untuk bertobat, dan Allah akan menerima taubat itu asal dilakukan sebelum ajal sampai di tenggorokan. Lalu kita akan menyia-nyiakan Kasih Sayang Allah itu? Sungguh tak tahu diri wahai manusia yang tak mau bertobat.
***







Ustadz Kabayan
______________________________________

27  BERSABAR


Semua manusia yang hidup di dunia, tak akan terlepas dari cobaan, kehidupan yang susah, kepedihan dan kesengsaraan. Oleh sebab itu Allah berfirman, Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS Al-Baqarah : 155)
            Banyak manusia yang berputus asa karena diberi penyakit, sering kekurangan materi, banyak mengalami kesedihan, banyak mengalami sakit hati, banyak keinginan yang tak tercapai. Sesungguhnya kalau kita bersabar menghadapi musibah yang menimpa diri kita, pahalanya sangat besar.
            Orang yang bersabar akan dihantarkan kepada keuntungan dan kebahagiaan di dunia dan akherat. Firman Allah, “Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung.” (QS Al-Imran : 200)
            Orang yang sabar akan mendapat pertolongan dari Allah. Firman Allah, Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.”
            Orang sabar akan menjadi pemimpin serta mendapatkan kejayaan. Firman Allah,Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami.” (QS As-Sajdah : 24)
            Orang yang sabar dicintai oleh Allah. Firman Allah, “Dan berapa banyaknya nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut (nya) yang bertakwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar.” (QS Al-Imran : 146)
            Sabda Rasulullah, “Kalau ada manusia yang terkena penyakit, rasa cemas, kesedihan, kesengsaraan, atau tertusuk duri, tetapi ia bersabar. Maka akan dilebur dosa-dosanya oleh Allah.”
            Hadits Kudsi, “Kalau Kami memberikan cobaan kepada manusia, matanya menjadi buta tapi ia bersabar, maka akan diganti dengan surga.”
            Maka bersabarlah sekuat-kuatnya kesa-baranmu, karena kesabaran itu tidak akan sia-sia. Kesabaran itu akan mengangkat derajatmu di hadapan Allah. Penghargaan yang akan mengantarkan dirimu kepada kebahagiaan yang sesungguhnya, kebahagiaan pada kehidupan akherat yang bermuara kepada kenikmatan surga Allah yang kekal, bukan kebahagiaan dunia yang sementara dan penuh tipu daya.
***




Ustadz Kabayan
______________________________________

28  ASMA’UL HUSNA

 

Aku tersentak saat teringat Asma’ul Husna. Aku tahu ada 99 nama Allah, tapi tak semuanya hapal. Tiba-tiba aku merasa berdosa karena belum hapal 99 nama Allah. Segera kucari di internet dan dengan mudahnya bisa kutemukan.

            Aku tersenyum teringat masa remajaku dulu, masa-masa merasakan indahnya jatuh cinta kepada gadis-gadis pujaan. Begitu mudahnya jatuh cinta, dan begitu seringnya mengalami kekecewaan karena mencintai seorang gadis. Kalau dihitung-hitung sejak cinta pertama hingga cinta terakhir, wah begitu banyak nama gadis yang tercatat di dalam hati dan pikiran. Nama mereka masih hapal semuanya. Padahal banyak di antara mereka yang membuatku patah hati.
            Lalu aku menyalahkan diriku, kalau nama-nama gadis yang pernah hadir dalam kehidupan cintaku bisa kuhapal semuanya, padahal cintaku pada mereka sering bertepuk sebelah tangan. Kenapa aku tak ingat semua nama-nama Allah? Padahal Allah Maha Setia, Dia membalas cinta hamba-Nya dengan cinta sejati dan tak akan pernah mengecewakan hamba-Nya. Semakin kita mencintai Allah, maka Allah pun akan semakin mencintai kita. Cinta kita kepada Allah tak akan bertepuk sebelah tangan, Allah pasti membalasnya dengan sempurna sesuai harapan kita.

Firman Allah Swt :

Allah mempunyai Asma’ul Husna (nama-nama yang agung yang sesuai dengan sifat-sifat ALLAH Swt), maka bermohonlah kepadaNya dengan menyebut Asma’ul Husna itu." (QS Al-Qur’an Al-A'raf : 180)

"Katakanlah: "Serulah Allah atau serulah Ar Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru. Dia mempunyai al Asma’ul Husna (nama-nama yang terbaik) "Dialah Allah, tiada Tuhan melainkan Dia, Dia mempunyai al Asma’ul Husna (nama-nama yang baik)" (Surah Thaha : 8)

Dari Abu Hurairah r.a. ia berkata Nabi Muhammad Saw  pernah bersabda : "Sesungguh-nya Allah Swt mempunyai 99 nama, yaitu seratus kurang satu, barangsiapa menghitungnya (menghafal seluruh-nya) masuklah ia ke dalam syurga." HR Bukhari.

           
1. Ar Rahman = الرحمن = Yang Maha Pengasih
2. Ar Rahiim =
الرحيم = Yang Maha Penyayang
3. Al Malik =
الملك = Yang Maha Merajai/Memerintah
4. Al Quddus =
القدوس = Yang Maha Suci
5. As Salaam =
السلام = Yang Maha Memberi Kesejahteraan
6. Al Mu`min =
المؤمن = Yang Maha Memberi Keamanan
7. Al Muhaimin =
المهيمن = Yang Maha Pemelihara
8. Al `Aziiz =
العزيز = Yang Memiliki Mutlak Kegagahan
9. Al Jabbar =
الجبار = Yang Maha Perkasa
10. Al Mutakabbir =
المتكبر = Yang Maha Megah = Yang Memiliki Kebesaran
11. Al Khaliq =
الخالق = Yang Maha Pencipta
12. Al Baari` =
البارئ = Yang Maha Melepaskan (Membuat, Membentuk, Menyeimbangkan)
13. Al Mushawwir =
المصور = Yang Maha Membentuk Rupa (makhluknya)
14. Al Ghaffaar =
الغفار = Yang Maha Pengampun
15. Al Qahhaar =
القهار = Yang Maha Memaksa
16. Al Wahhaab =
الوهاب = Yang Maha Pemberi Karunia
17. Ar Razzaaq =
الرزاق = Yang Maha Pemberi Rejeki
18. Al Fattaah =
الفتاح = Yang Maha Pembuka Rahmat
19. Al `Aliim =
العليم = Yang Maha Mengetahui (Memiliki Ilmu)
20. Al Qaabidh =
القابض = Yang Maha Menyempitkan 21. Al Baasith = الباسط = Yang Maha Melapangkan (makhluknya)
22. Al Khaafidh =
الخافض = Yang Maha Merendahkan (makhluknya)
23. Ar Raafi` =
الرافع = Yang Maha Meninggikan (makhluknya)
24. Al Mu`izz =
المعز = Yang Maha Memuliakan (makhluknya)
25. Al Mudzil =
المذل = Yang Maha Menghinakan (makhluknya)
26. Al Samii` =
السميع = Yang Maha Mendengar
27. Al Bashiir =
البصير = Yang Maha Melihat
28. Al Hakam =
الحكم = Yang Maha Menetapkan
29. Al `Adl =
العدل = Yang Maha Adil
30. Al Lathiif =
اللطيف = Yang Maha Lembut
31. Al Khabiir =
الخبير = Yang Maha Mengenal
32. Al Haliim =
الحليم = Yang Maha Penyantun
33. Al `Azhiim =
العظيم = Yang Maha Agung
34. Al Ghafuur =
الغفور = Yang Maha Pengampun
35. As Syakuur =
الشكور = Yang Maha Pembalas Budi 36. Al `Aliy = العلى = Yang Maha Tinggi
37. Al Kabiir =
الكبير = Yang Maha Besar
38. Al Hafizh =
الحفيظ = Yang Maha Memelihara
39. Al Muqiit =
المقيت = Yang Maha Pemberi Kecukupan
40. Al Hasiib =
الحسيب = Yang Maha Membuat Perhitungan
41. Al Jaliil =
الجليل = Yang Maha Mulia
42. Al Kariim =
الكريم = Yang Maha Mulia
43. Ar Raqiib =
الرقيب = Yang Maha Mengawasi
44. Al Mujiib =
المجيب = Yang Maha Mengabulkan
45. Al Waasi` =
الواسع = Yang Maha Luas
46. Al Hakiim =
الحكيم = Yang Maha Maka Bijaksana
47. Al Waduud =
الودود = Yang Maha Mengasihi
48. Al Majiid =
المجيد = Yang Maha Mulia
49. Al Baa`its =
الباعث = Yang Maha Membangkitkan
50. As Syahiid =
الشهيد = Yang Maha Menyaksikan
51. Al Haqq =
الحق = Yang Maha Benar
52. Al Wakiil =
الوكيل = Yang Maha Memelihara
53. Al Qawiyyu =
القوى = Yang Maha Kuat
54. Al Matiin =
المتين = Yang Maha Kokoh
55. Al Waliyy =
الولى = Yang Maha Melindungi
56. Al Hamiid =
الحميد = Yang Maha Terpuji
57. Al Muhshii =
المحصى = Yang Maha Mengkalkulasi
58. Al Mubdi`=
المبدئ = Yang Maha Memulai
59. Al Mu`iid =
المعيد = Yang Maha Mengembalikan Kehidupan
60. Al Muhyii =
المحيى = Yang Maha Menghidupkan
61. Al Mumiitu =
المميت = Yang Maha Mematikan
62. Al Hayyu =
الحي = Yang Maha Hidup
63. Al Qayyuum =
القيوم = Yang Maha Mandiri
64. Al Waajid =
الواجد = Yang Maha Penemu
65. Al Maajid =
الماجد = Yang Maha Mulia
66. Al Wahiid =
الواحد = Yang Maha Tunggal
67. Al Ahad =
الاحد = Yang Maha Esa
68. As Shamad =
الصمد = Yang Maha Dibutuhkan, Tempat Meminta
69. Al Qaadir =
القادر = Yang Maha Menentukan, Maha Menyeimbangkan
70. Al Muqtadir =
المقتدر = Yang Maha Berkuasa
71. Al Muqaddim =
المقدم = Yang Maha Mendahulukan
72. Al Mu`akkhir =
المؤخر = Yang Maha Mengakhirkan
73. Al Awwal =
الأول = Yang Maha Awal
74. Al Aakhir =
الأخر = Yang Maha Akhir
75. Az Zhaahir =
الظاهر = Yang Maha Nyata
76. Al Baathin =
الباطن = Yang Maha Ghaib
77. Al Waali =
الوالي = Yang Maha Memerintah
78. Al Muta`aalii =
المتعالي = Yang Maha Tinggi
79. Al Barri =
البر = Yang Maha Penderma
80. At Tawwaab =
التواب = Yang Maha Penerima Tobat
81. Al Muntaqim =
المنتقم = Yang Maha Pemberi Balasan
82. Al Afuww =
العفو = Yang Maha Pemaaf
83. Ar Ra`uuf =
الرؤوف = Yang Maha Pengasuh
84. Malikul Mulk =
مالك الملك = Yang Maha Penguasa Kerajaan (Semesta)
85. Dzul Jalaali Wal Ikraam =
ذو الجلال و الإكرام = Yang Maha Pemilik Kebesaran dan Kemuliaan
86. Al Muqsith =
المقسط = Yang Maha Pemberi Keadilan
87. Al Jamii` =
الجامع = Yang Maha Mengumpulkan
88. Al Ghaniyy =
الغنى = Yang Maha Kaya
89. Al Mughnii =
المغنى = Yang Maha Pemberi Kekayaan
90. Al Maani =
المانع = Yang Maha Mencegah
91. Ad Dhaar =
الضار = Yang Maha Penimpa Kemudharatan
92. An Nafii` =
النافع = Yang Maha Memberi Manfaat
93. An Nuur =
النور = Yang Maha Bercahaya (Menerangi, Memberi Cahaya)
94. Al Haadii =
الهادئ = Yang Maha Pemberi Petunjuk
95. Al Baadii =
البديع = Yang Indah Tidak Mempunyai Banding
96. Al Baaqii =
الباقي = Yang Maha Kekal
97. Al Waarits =
الوارث = Yang Maha Pewaris
98. Ar Rasyiid =
الرشيد = Yang Maha Pandai
99. As Shabuur =
الصبور = Yang Maha Sabar
***




Ustadz Kabayan
______________________________________

29  DO’A
                
   

Hadirin yang dimulyakan oleh Allah.
Dalam Surat Lukman ayat 14, Allah SWT berfirman, “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada  ibu bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada Akulah kamu kembali.”
Dalam kenyataan hidup saat ini banyak orang yang tidak menghiraukan keadaan orang tuanya. Tidak punya rasa terima kasih kepada orang tuanya yang telah menyusahkannya mulai dari dalam kandungan hingga dewasa dan bisa mencari kehidupan sendiri.
Ibumu dulu saat mengandungmu tidak bisa tidur nyenyak dan sulit bernapas karena menjaga janin di dalam perutnya, sedangkan kamu enak-enak saja di dalam perut ibumu menghisap makanan yang ada dalam darah ibumu.
Ibumu dulu sering terbangun karena mendengar tangisanmu yang masih bayi ingin menyusu saat tengah malam, sedangkan kamu setelah besar jarang sekali memberikan minuman dan makanan kepada ibumu.
Ibumu dulu mengasuhmu penuh kasih sayang, sedangkan kamu setelah besar dan dewasa jarang memberikan perhatian dan kasih sayang kepada ibumu.
Ibumu dulu sering memelukmu dan memberi selimut untuk kehangatan tubuhmu, sedangkan kamu tidak pernah membelikan selimut untuk ibumu.
Ibumu dulu sering membelaimu menjelang tidurmu agar merasa nyaman, sedangkan kamu suka membiarkan ibumu saat ia mendapatkan kesusahan.
Ibumu dulu kalau kamu sakit memberimu obat dan menjagamu penuh rasa cemas, sedangkan kamu membiarkan Ibumu dan tak memberikan obat kepada ibumu pada saat dia sakit.
Ibumu dulu kalau kamu pergi bermain suka mencarimu jika terlambat pulang karena cemas memikirkanmu, sedangkan kamu sekarang tak peduli apa pun yang terjadi kepada ibumu.
Ibumu dulu suka menangis kalau melihatmu mengalami kecelakaan, sedangkan kamu sering membuat tindakan yang mencelakakan ibumu.
Ibumu dulu sering memberikan nasehat dengan cara yang lemah lembut, sedangkan kamu sering memarahi ibumu dengan kata-kata kasar.
Ibumu dulu sering mendo’akan agar anaknya selamat, sedangkan kamu jarang mendo’akan ibumu agar mendapatkan keselamatan.
Ibu dan bapakmu dulu menyekolahkanmu sehingga kamu mendapatkan pengetahuan, sedangkan kamu sering mendebat dan bertengkar dengan ibu bapakmu dengan pengetahuan yang kamu miliki.
Ibu dan bapakmu dulu sering mendo’akan agar kamu hidup bahagia, sedangkan kamu setelah mendapatkan kebahagiaan hidup jarang sekali memperhatikan ibu dan bapakmu.
Banyak sekali kesalahan kita kepada orang tua, terutama kepada ibu kita. Segerelah sadar, segera sayangi ibu dan bapak kalian. Segeralah berterima kasih kepada mereka. Setelah mereka nanti dipanggil oleh Allah lewat proses kematian, kalian semua akan merasa menyesal! Perhatikan kebutuhan orang tuamu. Segera bahagiakan mereka!  Kapan kamu membahagiakan orang tuamu! Apakah akan menunggu kedua orang tuamu masuk ke liang kubur?
Kalaulah ayahmu atau ibumu sudah tidak ada, sudah dipanggil oleh Yang Maha Kuasa, memang jasadnya sudah tak ada, tetapi roh mereka mengharapkan do’a dari anak keturunannya yang shaleh. Datanglah berziarah ke kuburan mereka, basahi kuburan mereka dengan air dan berdo’a agar mereka di alam kubur ada di dalam ridha Allah, mendapat pengampunan dari Allah dan termasuk ke dalam golongan ahli kubur yang mendapatkan nikmat alam kubur.
Hadirin yang mengharap ampunan dari Allah SWT, mari kita berdo’a kepada Allah SWT.
Ya Allah, aku sering berusaha agar nampak baik di hadapan orang banyak, sehingga orang-orang menghormati dan menghargaiku, padahal sesung-guhnya aku menyimpan banyak rahasia kehidupan yang kelam. Jika saja Kau membuka rahasia keburukanku di hadapan orang banyak, maka aku tak akan sanggup lagi menampakkan muka ini kepada semua orang, apalagi kepada-Mu.
Ya Allah, sesungguhnya aku adalah orang dhalim, orang menganiaya diri sendiri, orang yang sering lalai terhadap perintah-Mu. Betapa hinanya aku di hadapan-Mu, Ya Allah. Tetapi aku masih memiliki harapan untuk menjadi lebih baik setiap saat. Dan aku ingin ketika menghadap-Mu kapan pun Kau panggil, aku termasuk orang yang baik di hadapan-Mu. Karena itu Ya Rabku, hadirkan dalam hatiku rasa rindu kepada-Mu, rasa senang berbuat kebajikan, rasa ingin selalu bertemu dengan orang-orang shaleh yang bisa membimbingku ke jalan-Mu.
Ya Allah, aku mengakui bahwa aku adalah orang yang memiliki berbagai penyakit hati, aku sering iri melihat kesuksesan orang lain, aku sering berburuk sangka kepada orang lain, aku sering berharap mereka berada dalam kejatuhan, aku sering merasa puas melihat orang lain menderita. Maka bersihkanlah hatiku Ya Allah dari berbagai penyakit hati. Karena surga-Mu tak akan bisa kujangkau jika aku masih memiliki penyakit hati.
Ya Allah dosaku kepada orang tuaku begitu banyak, sedangkan aku belum bisa membalas kebaikan mereka. Ya Allah tanggung jawabku kepada keluargaku demikian besar, sedangkan aku tak mampu membahagiakan mereka. Berikan aku rezeki-Mu yang halal dan berkah agar aku bisa membahagiakan orang tuaku dengan rezeki halal yang kumiliki. Berikan aku rezeki yang halal agar aku bisa menafkahi keluargaku dengan rezeki yang halal yang kumiliki. Aku tak mau memberi mereka rezeki yang tidak halal karena aku takut kepada siksa-Mu yang akan menimpaku pada saat Engkau akan menyiksa orang-orang yang berdosa.
Allahhumma shalli wasallim ‘alaa sayyidina Muhammadiw wa’alaa aalihii washahbihi ajma’in. Amiiinn!
Allahhummaghfir dunuubanaa waliwalidainaa warhamhumaa kamaa rabbayaanaa sighaaraa. Walil-muslimiina walmuslimaat, walmu’miniina walmu’minaat, al ahyaai minhum wal amwaat. Yaa qaadiyal haajaat. Allahhumma rabbanaa taqabbal minnaa shalaatanaa washiyaamanaa wajamii’a ‘ibaadaatinaa yaa mujiibad da’wati. Allahumma adhilnaa mudkhala sidkin, wa ahrijnaa muhkraja sidkin, waj‘alnaa milladunka shulthaanan nashiiraa. Allahhummarjuknaa rizkan halaalam mubaarakan thayyibaan, waftahlanaa abwaaba rahmatika. Rabbanaa afrigh ‘alaina shabraw wasabbit aqdaamanaa wanshurna alal qaumil kaafiriin. Rabbanaa aatinaa piddunya hasanah. Wafil aakhirati hasanataw waqiina adzaabannaar.
***
 



Ustadz Kabayan
______________________________________

30  ISTIGHOTSAH



Kata "Istighotsah" (إستغاثة) adalah bentuk masdar dari Fi'il Madli Istaghotsa (إستغاث) yang berarti mohon pertolongan. Secara terminologis, istigotsah berarti beberapa bacaan wirid (awrad) tertentu yang dilakukan untuk mohon pertolongan kepada Allah SWT atas beberapa masalah hidup yang dihadapi.
Bacaan istighotsah yang banyak diamalkan oleh warga Nahdliyyin ini, bahkan sekarang meluas ke seluruh penjuru negeri sebenarnya disusun oleh KH Muhammad Romly Tamim, seorang Mursyid Thariqah Qadiriyah wan Naqsyabandiyah, dari Pondok Pesantren Rejoso, Peterongan, Jombang. Hal ini dibuktikan dengan kitab karangan beliau yang bernama Al-Istighatsah bi Hadrati Rabb al-Bariyyah" (tahun 1951) kemudian pada tahun 1961 diterjemah ke dalam bahasa Jawa oleh putranya KH Musta'in Romli.
Melaksanakan istighotsah, boleh dilakukan secara bersama-sama (jamaah) dan boleh juga dilakukan secara sendiri-sendiri. Demikian juga waktunya, bebas dilakukan, boleh siang,  malam, pagi, atau sore. Seseorang yang akan melaksanakan  istighotsah, sayogianya ia sudah dalam keadaan suci, baik badannya, pakaian dan tempatnya,  dan suci dari hadats kecil dan besar.
Juga tidak kalah pentingnya, seseorang yang mengamalkan istighotsah menyesuaikan dengan bacaan dan urutan sebagaimana yang telah ditentukan oleh pemiliknya (Kyai Romly). Hal ini penting disampaikan, sebab tidak sedikit orang yang merubah bacaan dan urutan istighotsah  bahkan menambah bacaan sehingga tidak sama dengan aslinya. Padahal urutan bacaan istighotsah ini, menurut riwayat santri-santri senior Kyai Romli adalah atas petunjuk dari guru-guru beliau, baik secara langsung maupun lewat mimpi.
Diceritakan, sebelum membuat wirid istighotsah ini, beliau Kyai Romly melaksanakan riyaddloh dengan puasa selama 3 tahun. Dalam masa-masa riyadlohnya itulah beliau memperoleh ijazah wirid-wirid istighotsah dari para waliyullah. Wirid pertama yang beliau terima adalah wirid berupa istighfar, dan karena itulah istighfar beliau letakkan di urutan pertama dalam istighosah. Demikian juga urutan berikutnya adalah sesuai dengan urutan beliau menerima ijazah dari para waliyyulloh lainnya. Oleh karena itu   sebaiknya dalam mengamalkan istighotsah seseorang menyesuaikan urutan wirid-wirid istighotsah sesuai dengan aslinya.
Setelah siap semuanya, barulah seseorang menghadap qiblat untuk memulai istighotsah dengan terlebih dahulu menghaturan hadiah pahala membaca surat al-Fatihah untuk Nabi, keluarga dan shahabatnya, tabi'in, para wali dan ulama khususnya Shahibul Istighatsah Hadratusy Syaikh KH. Muhammad Romly Tamim.




بسم الله الرحمن الرحيم
الفاتحة
1.            أَسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ  11×
2.            لاَحَوْلَ وَلاَقُوَّةَ اِلاَّ بِاللهِ العَلِيِّ العَظِيْمِ  11×
3.            لاَحَوْلَ وَلاَمَلْجَأَ وَلاَمَنْجَى مِنَ اللهِ اِلاَّ اِلَيْهِ  11×
4.            اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ  11×
5.            يَا اللهُ يَاقَدِيْمُ  11×
6.            يَا سَمِيْعُ يَا بَصِيْرُ يَابَاسِطُ يَاجَلِيْلُ  11×
7.            يَامُبْدِئُ يَاخَالِقُ  11×
8.            يَاحَفِيْظُ يَانَصِيْرُ يَاوَكِيْلُ يَا أَللهُ 11×
9.            يَاحَيُّ يَاقَيُّوْمُ بِرَحْمَتِكَ أَسْتَغِيْثُ  11×
10.       يَالَطِيْفُ  25×
11.       أَسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا  11×
12.       اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ قَدْ ضَاقَتْ حِيْلَتِىْ أَدْرِكْنِيْ يَارَسُوْلَ اللهِ  11×
13.        اللَّهُمَّ صَلِّ صَلاَةً كَامِلَةً وَسَلِّمْ سَلاَمًا تَامًّا عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدِ نِالَّذِيْ تَنْحَلُّ بِهِ العُقَدُ وَتَنْفَرِجُ بِهِ الْكُرَبُ وَتُقْضَى بِهِ الْحَوَائِجُ وَتُنَالُ بِهِ الرَّغَائِبُ وَحُسْنُ اْلخَوَاتِمِ وَيُسْتَسْقَى الغَمَامُ بِوَجْهِهِ الْكَرِيْمِ وَعَلَى أَلِهِ وَصَحْبِهِ فِيْ كُلِّ لَمْحَةٍ وَنَفَسٍ بِعَدَدِ كُلِّ مَعْلُوْمٍ لَكَ    
14.        اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلاَةً تُنْجِيْنَا بِهَا مِنْ جَمِيْعِ اْلأَهْوَالِ وَاْلأَفَاتِ وَتَقْضِى لَناَ بِهَا جَمِيْعَ الحَاجَاتِ وَتُطَهِّرُنَا بِهَا مِنْ جَمِيْعِ السَّيِّئَاتِ وَتَرْفَعُنَا بِهَا عِنْدَكَ اَعْلَى الدَّرَجَاتِ وَتُبَلِّغُنَا بِهَا اَقْصَى اْلغَايَاتِ مِنْ جَمِيْعِ الخَيْرَاتِ فِى الحَيَاةِ وَبَعْدَ الْمَمَاتِ    
15.       يَابَدِيْعُ  25×
16.       يس . الواقعة
17.       اللهُ أَكْبَرُ   (۳×)    يَارَبَّنَا وَإِلَـهَنَا وَسَيِّدَنَا أَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى القَوْمِ الكَافِرِيْنَ  ۳×
18.       حَصَّنْتُكُمْ بِالْحَيِّ القَيُّوْمِ الَّذِى لاَيَمُوْتُ أَبَدًا وَدَفَعْتُ عَنْكُمُ السُّوءَ بِأَلْفِ أَلْفِ لاَحَوْلَ وَلاَقُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ العَلِيِّ اْلعَظِيْمِ   ۳×
19.       الْحَمْدُ ِللهِ الَّذِى أَنْعَمَ عَلَيْنَا وَهَدَانَا عَلَى دِيْنِ الإِسْلاَمِ    
20.       بِسْـمِ اللهِ مَا شَآءَ اللهُ لاَيَسُوْقُ الْخَيْرَ اِلاَّ اللهُ  1×
بسْـمِ اللهِ مَا شَآءَ اللهُ لاَيَصْرِفُ السُّوءَ اِلاَّ اللهُ  1×
بِسْـمِ اللهِ مَا شَآءَ اللهُ مَا كَانَ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ اللهِ  1×
بِسْـمِ اللهِ مَا شَآءَ اللهُ لاَحَوْلَ وَلاَقُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ اْلعَلِيِّ العَظِيْمِ  1×
21.       سَأَلْتُكَ يَاغَفَّـارُ عَفْـوًا وَتَوْبَةً & وَبِالقَهْرِ يَاقَهَّارُ خُذْ مَنْ تَحَيَّلاً ۳×
فَهَبْ لِيْ يَاوَهَّابُ عِلْمًا وَحِكْمَةً & وَلِلرِّزْقِ يَارَزَّاقُ كُنْ لِيْ مُسَهِّلاً ۳×
22.       يَاجَبَّارُ يَاقَهَّارُ يَاذَا البَطْشِ الشَّدِيْدِ، خُذْ حَقَّنَا وَحَقَّ المُسْلِمِيْنَ مِمَّنْ ظَلَمَنَا وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَتَعَدَّى عَلَيْنَا وَعَلَى اْلمُسْلِمِيْنَ  ۳×

23.       الفاتحة 


Tidak ada komentar: